PRESIDEN TAK MAU PAKSAAN
Ketua DPR untuk Parpol [1]
Djakarta, Merdeka
Dalam pertemuan antara Partai2 dan Golkar dengan Presiden Soeharto Djumat malam jang berlangsung djam 10.00 sampai dengan djam 23.00, pada umumnja parpol2 dan Golkar menjetudjui adjakan Kepala Negara agar mengelompokan kekuatan masjarakat dalam fraksi DPR, jang terdiri dari Golkar, Demokrasi Pembangunan dan Persatuan Pembangunan didalam penjederhanaan partai dapat mengkristalisasi diri dan setidak2nja dalam Pemilu 1976 jang akan datang, peserta2 Pemilu hanja keluar dengan tiga tanda gambar masing2 tanda gambar Golkar, Demokrasi Pembangunan, dan Persatuan Pembangunan.
Keterangan Pemerintah jang disampaikan oleh Sekkab Soedharmono Sabtu siang seterusnja mengatakan bahwa Kepala Negara tidak ingin melaksanakan penjederhanaan partai2 itu dengan paksaan tindakan dari atas. Presiden hanja mengingatkan bahwa penjederhanaan kepartaian dan keormasan itu adalah tugas jang dibebankan oleh Rakjat melalui MPRS jang diatur melalui Undang2, mendjadi kewadjiban DPR dan Pemerintahlah untuk menjiapkan dan melaksanakan ketentuan tersebut.
Parpol dan Golkar pada umumnja dapat menerima, dengan sedikit variasi gagasan Kepala Negara tentang 4 fraksi di DPR jang terdiri dari fraksi ABRI, Golkar dan fraksi Spirituil Materiil atau Persatuan Pembangunan jang terdiri dari fraksi Parmusi, NU, PSII dan Perti dan fraksi Materiil Spirituil atau Demokrasi Pembangunan jang terdiri dari PNI, Parkindo dan Katholik, IPKI dan Murba tidak diikutsertakan karena tidak mendapat korsi di DPR. Soedharmono tidak menjebut djenis variasi itu.
Menjinggung tentang Pimpinan DPR, djuga Parpol dan Golkar setudju bahwa pimpinan DPR terdiri dari 1 Ketua dan 4 Wakil Ketua terdiri dari 4 fraksi. Ketua DPR, menurut saran Kepala Negara apabila dipegang oleh Golkar adalah wadjar, tetapi Kepala Negara berpendapat djabatan Ketua MPR tidak mutlak dipegang oleh Wakil Golkar dan Kepala Negara berusaha mengarahkan agar Ketua DPR nanti dipegang oleh Wakil Partai, dan saran Kepala Negara ini disambut oleh Parpol2 dengan baik. Soedharmono tidak membantah ketika ditanjakan apakah Ketua DPR tetap berada ditangan NU.
Dalam pertemuan tersebut djuga disinggung2 masalah voting, jang oleh parpol diharapkan voting didasarkan pada ketentuan UUD. Parpol sependapat bahwa masalah preambule undang2 djangan sampai diadakan voting. Presiden mengatakan pula bahwa djika mekanisme fraksi2 jang empat itu berdjalan efektif, keputusan sesuatu masalah dalam DPR tidak perlu dengan melakukan voting.
MPR
Demikian djuga semua partai dan Golkar sependapat dengan Kepala Negara bahwa MPRS tidak berfungsi lagi setelah DPR diresmikan tanggal 23 Oktober jang akan datang. Gagasan Kepala negara lainnja tentang dibentuknja Badan Persiapan Sidang Pelantikan MPR, setelah terbentuknja DPR nanti dapat diterima oleh Parpol dan Golkar. Badan tersebut menjiapkan sidang pelantikan MPRS jang akan djatuh bulan Oktober 1972 dan sidang umum akan berlangsung Maret 1973.
Para pimpinan partai dan Golkar tidak menolak bahwa pimpinan MPR nanti dalam masa sidangnja terdiri dari pimpinan DPR ditambah dengan Wakil Ketua jang mewakili fraksi daerah. Dengan komposisi ini, dalam waktu2 MPR tidak bersidang, pimpinan MPR tidak ada dan mereka mendjalankan fungsinja kembali sebagai pimpinan DPR sedang wakil Ketua dari fraksi daerah dapat diserahi tugas sebagai Ketua Badan Pekerdja (BP) MPR jang tugasnja menampung hal2 jang mungkin perlu untuk persiapan sidang2 MPR jang mungkin dilakukan.
Ditegaskan pula oleh Presiden bahwa tidak perlu chawatir bahwa dengan tidak berfungsinja MPRS setelah DPR terbentuk nanti akan timbul kevakuman kekuasaan Lembaga Tertinggi pemegang Kedaulatan Rakjat. Karena sebenarnja fungsi Lembaga Tertinggi telah dilaksanakan dengan penetapan Haluan Negara dan pengangkatan Mandataris MPRS seperti jang dilakukan dalam tahun 1968, Sedangkan untuk mempersiapkan untuk berfungsinja lagi Lembaga tersebut dalam siding jang akan datang (Maret 1973) persiapan2nja telah dilakukan mulai sekarang dan dengan pembentukan Badan Persiapan Pelantikan MPR. (DTS)
Sumber: MERDEKA (22/10/1971)
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku II (1968-1971), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 943-944.