PRESIDEN : TERBENTUKNYA KELOMPOK-KELOMPOK EKONOMI REGIONAL, PERLU DIWASPADAI [1]
Cilegon, Suara karya
Presiden Soeharto mengingatkan, terbentuknya kelompok-kelompok, ekonomi regional perlu diwaspadai, karena besar kemungkinan bisa menjadi kelompok perdagangan yang proteksionis.
“Sebab itu kita harus terus menerus mengembangkan diversifikasi pasar bagi barang-barang ekspor kita, antara lain ke negara-negara ketiga. Upaya ini juga sangat penting dalam rangka peningkatan kerja sama Selatan-Selatan,” kata Kepala Negara.
Kepala Negara mengingatkan hal itu Karnis (18/2) ketika meresmikan 227 pabrik yang terdiri dari Kelompok Industri Kimia Dasar, Kelompok lndustri Mesin Logam Dasar dan Elektronika dan Kelompok Aneka Industri, perluasan tahap pertama PT. Krakatau Steel dan Pelabuhan Perikanan Pelabuhan Ratu, yang dipusatkan di PT. Peni (Petrokimia Nusantara Interindo) di Cilegon, Merak, Jawa Barat. Ke-227 pabrik tersebut tersebar di 18 propinsi.
Menurut Presiden, kemajuan-kemajuan penting dalam ekspor basil industri telah menjadi landasan yang kuat bagi ekspor non-migas dan ekspor Indonesia pada umumnya. Di waktu-waktu mendatang harus dibuat rencana yang matang untuk mencapai sasaran-sasaran dan menentukan langkah-langkah peningkatan ekspor dengan memperhatikan peluang dan kendala yang ada.
Ditekankannya, perluasan ekspor hasil industri harus dilakukan dengan memperhatikan lingkungan strategis yang berkembang dinamis, baik tingkat nasional, regional maupun internasional.
”Kita perlu terus memperhatikan peluang pasar, perubahan struktur ekonomi yang dikaitkan dengan relokasi industri, perkembangan kemajuan teknologi, munculnya pesaing-pesaing. Karena itu kita perlu memanfaatkan, peluang-peluang relokasi yang dilakukan negara-negara lain yang lebih maju industrinya, terutama dalam upaya kita untuk mengembangkan industri yang berdaya saing kuat,” kata Presiden.
Kepala Negara mengatakan, salah satu pendorong laju pertumbuhan ekonomi dan pembangunan Indonesia berupa peningkatan ekspor nonmigas. Tidak kurang dari 85% ekspor nonmigas berasal dari sektor industri. Lagipula nilai ekspor nonmigas itu telah melampaui ekspor migas.
Ekspor hasil industri Indonesia ternyata telah mencakup produk-produk berteknologi canggih, dengan keunggulan komparatif yang tinggi serta dapat menjadi andalan ekspor. Produk-produk berteknologi canggih yang, menjadi andalan ekspor itu, antara lain besi baja, mesin-mesin, pabrik-pabrik secara utuh, elektronika, pulp dan kertas, pupuk, produk-produk petrokimia serta kemampuan rancang bangun dan perekayasaan.
Ia ingatkan, GBHN 1988 menggariskan PJPT III merupakan kelanjutan, peningkatan, perluasan dari pembaharuan dari PJPT I.
“Ini berarti dalam PJPT II, proses industrialisasi yang telah dirintis selama ini harus ditingkatkan, dilanjutkan, diperluas dan diperdalam lagi. Dalam zaman perekonomian dunia yang makin menjadi satu seperti yang terjadi dewasa ini, maka tidak ada pilihan bagi kita kecuali menyiapkan bangsa dan ekonomi agar mampu bersaing dengan bangsa dan ekonomi bangsa lain,” kata Presiden.
Pabrik-pabrik yang diresmikan di Cilegon itu, dibangun dengan investasi yang tak sedikit dan sumbernya dari sektor perbankan. Dan ini berarti, pabrik-pabrik ini dibiayai dari sebagian dana-dana yang dihimpun masyarakat. Dalam kaitan itu, Kepala Negara minta pabrik-pabrik tersebut dikelola dengan rasa tanggungjawab yang sebesar besarnya .
Mantap
Menteri Perindustrian Hartarto dalam laporannya mengatakan walau dalam situasi ekonomi yang berat karena berbagai kendala yang berasal dari luar negeri dan dalam negeri, namun pembangunan industri nasional dapat berkembang dengan mantap.
Untuk tahun 1992 ekspor hasil industri telah mendominasi ekspor Indonesia, yakni 85% dari ekspor nonmigas dan 60% dari total ekspor. Bahkan dalam tahun 1991 dengan laju pertumbuhan 11,03% jauh di atas laju pertumbuhan ekonomi dan sumbangan pada PDB sebesar 22,22% lebih besar dari sumbangan sektor pertanian 19,60%, hal tersebut menunjukkan bahwa industri nasional sudah siap tinggallandas.
Sementara itu Presiden Komisaris PT. Peni, Sigit Harjojudanto, mewakili 227 industri yang diresmikan dalam laporannya menyebutkan, jumlah investasi pembangunan ke-227 pabrik meliputi Rp 2,5 trilyun dan 1,366 milyar dolar AS dengan menyerap 78.565 orang tenaga kerja Indonesia dan 251 tenaga kerja asing.
Menurut Sigit, PT. Peni merupakan pabrik polyethylene pertama di Indonesia dengan kapasitas 200.000 ton/tahun dan akan diperluas menjadi 400.000 ton/ tahun, sehingga nantinya pabrik ini menjadi pabrik polyethylene terbesar diAsia Tenggara.
Dengan berproduksinya pabrik ini, maka seluruh kebutuhan polyethylene yang semula diimpor, kini dapat dipenuhi dari dalam negeri.
Peresmian ke-227 pabrik tersebut ditandai dengan penekanan tombol oleh Presiden, dilanjutkan dengan peninjauan pameran hasil produk pabrik-pabrik yang diresmikan itu. Presiden yang didampingi lbu Tien juga meninjau perluasan PT. Krakatau Steel. (S-05)
Sumber : SUARAKARYA (19/02/1993)
___________________________________________________________________________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XV (1993), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 372-375.