PRESIDEN TERIMA PESERTA SIPARNAS ANGKATAN 45

PRESIDEN TERIMA PESERTA SIPARNAS ANGKATAN 45

Presiden Soeharto dan Wakil Presiden Umar Wirahadikusumah, hari Selasa di Istana Merdeka Jakarta, menerima 80 orang peserta sidang paripurna nasional (Siparnas) Angkatan ’45 yang datang dari semua propinsi di Indonesia.

Ketua Umum Dewan Harian Nasional (DHN) Angkatan ’45, Surono, dalam laporannya mengatakan, sidang paripurna satu hari, Selasa itu di Jakarta akan merumuskan langkah-langkah nyata dalam upaya melestarikan dan mewariskan jiwa, nilai dan semangat 1945.

Hubungan antara Angkatan ’45 di daerah-daerah dengan pemerintah daerah setempat juga akan diupayakan lebih harmonis, kata Surono.

Selaku formatur yang ditugaskan Musyawarah Besar Nasional (Mubenas) Angkatan ’45 di Ujungpandang akhir tahun lalu, Surono sudah menyusun kepengurusan dewan penasehat dewan paripurna dan dewan harian nasional yang masing-masing terdiri delapan, 45 dan 17 orang.

Pengurus Dewan

Dewan penasehat nasional terdiri dari Soeharto (Presiden), Umar Wirahadikusumah, Sultan Hamengkubuwono IX, M. Jusuf, Ali Said, L.B. Moerdani, Roeslan Abdulgani dan Ny. Arudji Kartawinata.

Tokoh-tokoh pejuang ’45 yang duduk dalam dewan paripurna antara lain Prof. Moes topo, Sudiro, Harsono Tjokroaminoto, K.y. Masykur, Dra. Yos Masdani, R.H. Mohammad, Moh. Padang (Maluku) dan H. Supu Yusuf (Sulawesi Tenggara). Sedang dari generasi lebih muda antara lain Drs. Suryadi, H. Abdurrahman Wahid, lr. H. Abdullah Puteh, Ny. Juniar Nursari dan Dr. Sjarif Thayeb.

Dewan harian nasional terdiri Ketua Umum Surono, Ketua I Soepardjo Rustain, Ketua II Mashudi, Ketua III Rukminto Hendraningrat, Ketua IV Harun A. Zain dan Ketua V Dra. Basaria Simorangkir. Drs. Gatot Suwagio untuk kedua kalinya terpilih menjadi Sekjen, sedang Surono sudah tiga periode menjadi ketua umum Angkatan ’45.

Nilai-nilai Untuk Dilestarikan

Surono dalam keterangannya kepada wartawan, menjelaskan bahwa nilai-­nilai 45 yang ingin dilestarikan dan diwariskan kepada generasi penerus terbagi dua yaitu nilai-nilai dasar dan nilai operasional.

Sebagai contoh ia menunjuk isi pembukaan UUD 1945 proklamasi kemerdekaan dan Pancasila adalah nilai-nilai dasar.

Sedangkan nilai-nilai operasional seperti tekad perjuangan, persatuan dan pemerataan harus sesuai dengan keadaan dan tuntutan zaman.

Kalau dulu kami bermoto “merdeka atau mati” dalam perjuangan fisik merebut dan mempertahankan kemerdekaan, maka sekarang moto itu tidak diperlukan lagi. Yang diperlukan sekarang adalah semangat perjuangan dalam pembangunan untuk menciptakan hari esok yang lebih baik. Caranya antara lain dengan menguasai ilmu dan teknologi, demikian Surono.

Tidak Sependapat

Atas pertanyaan wartawan, Surono tidak sependapat dengan suara yang mengatakan bahwa Indonesia sekarang masih dijajah oleh kekuatan asing dalam bidang ekonomi.

“Kalau dikatakan bahwa kita belum sepenuhnya (10 persen) merdeka di bidang ekonomi, saya setuju”, katanya.

Ia juga menilai peranan Angkatan ’66 sama pentingnya dengan peranan Angkatan ’45.

“Namun ada perbedaan di antara keduanya. Angkatan ’45 membentuk dasar-dasar terpenting bagi suatu bangsa dan negara, sedang Angkatan ’66 meluruskan perjalanan bangsa dan negara yang dibelokkan oleh sekelompok kekuatan”, katanya.

Jadi, tambah Surono, nilai terpenting dari Angkatan ’66 adalah semangat mengkoreksi terhadap keadaan yang menyimpang dari cita-cita kemerdekaan. (RA)

 

 

Jakarta, Antara

Sumber : ANTARA (05/03/1985)

 

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku VIII (1985-1986), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 25-27.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.