PRESIDEN TINGKATAN PENERANGAN TTG PAJAK
Jakarta, Antara
Presiden Soeharto mengharapkan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak terus ditingkatkan dengan memberikan informasi yang jelas mengenai seluk-beluk perpajakan. Hal tersebut diungkapkan Menteri Penerangan Harmoko kepada wartawan di Bina Graha Jakarta Senin, setelah ia melaporkan kepada Presiden tentang rencana penyelenggaraan penataran memasyarakatkan perpajakan oleh Depertemen Keuangan bersama Departemen Penerangan.
“Dengan berkembangnya kesadaran masyarakat, kepatuhan untuk memenuhi kewajiban dalam membayar pajak diharapkan dapat meningkat di tahun-tahun mendatang.” Dijelaskan, penataran angkatan kedua itu akan diikuti oleh para pelaksana media massa, baik dari media cetak maupun elektronika, serta para juru penerang. Dengan penataran itu mereka diharapkan lebih mampu memberikan penjelasan kepada masyarakat tentang betapa pentingnya pajak bagi pembangunan.
Presiden mengatakan, masyarakat harus diberi informasi bahwa membayar pajak itu sudah ada cara cara perhitungannya sesuai dengan peraturan yang berlaku. Juga harus dijelaskan bahwa besarnya pajak yang harus dibayar sesuai dengan kemampuan wajib pajak. Dalam kaitan itu penting pula usaha memasyarakatkan cara penghitungan pajak. Dalam kesempatan itu Harmoko juga melaporkan rencana pemberian penghargaan kepada juru penerang yang berprestasi dalam melaksanakan tugasnya.
“Pemerintah menyadari betapa penting peranan juru penerang sebagai ujung tombak Departemen Penerangan di daerah-daerah sampai pedesaan.”
Menpen juga melaporkan keputusan sidang Dewan Pers di Denpasar pekan lalu yang antara lain mengusulkan kepada pemerintah agar memperpanjang masa berlaku keputusan Presiden No.65 tahun 1986 terutama tentang penangguhan pajak pertambahan nilai (PPN) atas kertas koran. Menanggapi permohonan itu, Presiden memerintahkan kepada Menpen Harmoko agar membicarakan masalah tersebut dengan Menteri Keuangan dan Menteri Perindustrian.
Kalangan pers, kata Harmoko, sangat berterima kasih kepada Presiden sebab adanya Keppres itu yang jelas sangat membantu penerbitan pers nasional. Sebaliknya, Presiden menyatakan penghargaan kepada masyarakat pers yang telah mempercayai produksi dalam negeri dalam menggunakan kertas koran. “Impor kertas koran berhasil kita hentikan, setelah kertas koran dapat kita buat di dalam negeri. “Untuk selanjutnya, ujar Presiden, harus pula diupayakan peningkatan mutu kertas koran produksi dalam negeri itu.
Menpen juga melaporkan hasil sidang Dewan Pers menyangkut sumbangan pemikiran dewan tersebut bagi menyusunan GBHN 1988-1993 yang meliputi pemikiran tentang pembangunan penerangan dan media massa, upaya lebih memasyarakatkan Pancasila melalui media massa serta peningkatan berbagai media penerangan termasuk kesenian tradisional dan sebagainya dalam pembangunan.
Menpen menjelaskan bahwa Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) untuk majalah berita yang akan terbit, “Editor” bukanlah SIUPP baru melainkan menggunakan Surat Izin Terbit (SIT) majalah “Aktual “yang sudah terhenti. Pada dasarnya, kata Menpen, SIUPP baru hanya diberikan bagi penerbitan pers yang bersifat khusus sebab untuk sementara ini penerbitan umum sudah jenuh dan pembinaan dititik beratkan pada pembinaan profesionalismenya. Demikian. (LS)
Sumber: ANTARA (20/07/1987)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku IX (1987), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 495-497.