RI USULKAN MEKANISME BARU PENYELESAIAN KONFLIK
BOSNIA [1]
Zagreb, Suara Karya
Presiden Soeharto mengusulkan pembentukan mekanisme baru bagi penyelesaian krisis di Bosnia Herzegovina serta semua wilayah bekas Yugoslavia, termasuk kemungkinan penyelenggaraan sebuah konperensi internasional. “Saya kembali menyerukan pembentukan suatu mekanisme baru bagi perundingan di antara pihak- pihak yang bersengketa,” kata Presiden, Soeharto di Zagreb, Senin malam, pada acara jamuan makan yang diselenggarakan Presiden Kroasia Franjo Tudjman, setelah kembali dari Sarajevo, Bosnia. Kepala Negara menyebutkan, konperensi internasional itu strukturnya harus disesuaikan dengan keperluan untuk mewujudkan perdamaian yang adil dan menyeluruh serta didasarkan kepada penghormatan penuh terhadap kedaulatan Bosnia Herzegovina.
”Indonesia mengharapkan agar malapetaka yang menimpa rakyat Bosnia Herzegovina dapat segera diselesaikan secara adil dan menyeluruh, melalui proses perundingan yang menghormati sepenuhnya kedaulatan dan integritas tentorial negara- negara di kawasan ini,” kata Presiden.
Ketika menyinggung kunjungan ke Bosnia, Presiden menjelaskan langkah itu ditempuh sebagai jawaban terhadap permintaan Perdana Menteri Nikica Valentic ketika mengunjungi Indonesia beberapa waktu lalu agar Indonesia lebih berperan aktif dalam penyelesaian konflik ini. “Harapan itu sayarasakan sebagai kehormatan dan panggilan tugas. Dalam rangka memenuhi harapan itulah, antara lain, yang mendorong saya melakukan kunjungan ke kawasan ini,”kata Presiden Soeharto.
“Diingatkan, bahwa penyelesaian masalah ini secara langgeng hanya mungkin dicapai melalui perundingan yang didasarkan atas keadilan dan toleransi tirnbal balik yang memungkinkan rakyat di wilayah ini untuk hidup secara damai, bebas dari dominasi dan campur tangan pihak luar,”kata Presiden Soeharto.
Alhamdulillah, Presiden Pagi Ini Tiba Di Tanah Air
Presiden dan rombongan yang sempat berkunjung ke Sarajevo, Bosnia, Senin pukul17.57 waktu setempat atau pukul 23 .57 WIB tiba kembali di Zagreb, Kroasia setelah menempuh perjalanan yang cukup menegangkan dan membahayakan bagi keselamatan jiwanya. “Alhamdulillah,” kata Kepala Negara seperti dikutip Mensesneg Moerdiono, saat pesawat PBB RA-87439 mendarat mulus di Bandara Zagreb, Kroasia. Wartawan Suara Karya, Nenny Kristyawati melaporkan dari Zagreb, puluhan penjemput meski digigit dinginnya udara tampak antusias menanti kedatangan Presiden Soeharto. Tatkala roda pesawat JAK 40 buatan Rusia menyentuh landasan Bandara Intemasional Zagreb, mereka spontan bertepuk tangan.
Dalam kunjungan ke Sarajevo, Presiden didampingi Menlu Ali Alatas, Mensesneg Moerdiono, Pangab Jenderal TNl Feisal Tanjung, Dubes/Badan PelaksanaKetua GNB Nana Sutresna, Dubes I Watapri untuk PBB di New York Nugroho Wisnumurti, Dubes Luar Biasa dan Berkuasa Penuh untuk Hongaria, Kroasia dan Bosnia Herzegovina, RM Soelaeman Pringgodigdo, Kepala Protokol Negara I Dirjen Protokol dan Konsuler,Abdul Iisan (buk:an Badul Irsan seperti tertulis dalam Suara Karya ( 14/3), serta Sekretaris Militer Presiden Mayjen Pranowo.
Tanpa Antipeluru
Tidak seperti diduga semula, ternyata Presiden Soeharto, Jenderal Feisal Tanjung dan Kol Sjafrie tidak mengenakan pakaian antipeluru. Sedang 21 penumpang lainnya mengenakan rompi antipeluru seberat 12 kg dilengkapi dengan helm anti peluru berwarna biru, sewarna dengan rompi.
“Penerbangan yang sangat menyenangkan, “kata Presiden seperti dikutip kapten pilot Veronine Euqueni, mantan penerbang Aeroflot.
Menlu Ali Alatas setibanya di Kroasia mengatakan, kunjungan tersebut secara substantif cukup berhasil. Menurutnya, makna yang lebih besar dari kunjungan itu, kita hendak menunjukkan keprihatinan dan solidaritas kita dengan rakyat Bosnia Herzegovina, dan waktu kunjungan ini dirasakan sangat tepat, karena dewasa ini perkembangan terakhir di Bosnia- Herzegovina maupun Kroasia sendiri menunjukkan kegawatan yang cukup memprihatinkan. Kunjungan ke Sarajevo dan Kroasia memberi kesernpatan kepada Presiden untuk mendapat masukan – masukan langsung dari pemimpin – pemimpin Bosnia dan Kroasia mengenai perkembangan terakhir beserta pandangan mereka. Kunjungan singkat itu juga dimanfaatkan oleh Presiden untuk menyampaikan beberapa pemikiran sebagai sumbangsih Indonesia ke arah suatu penyelesaian.
Tidak dapat disangkal bahwa setelah bertahun-tahun PBB rnengeluarkan berbagai keputusan berupa resolusi ke arah penyelesaian setelah kelompok lima negara besar rnenyampaikan berbagai saran penyelesaian, kenyataan menunjukkan masih jauh dari suatu penyelesaian. Peperangan masih berjalan terus, walaupun ada gencatan senjata yang sangat rapuh sedang berlangstmg di Bosnia dan Kroasia. Namun dalam waktu dekat ini mengenai nasib kedua gencatan senjata itu pun masih menampakan tanda tanya. Jadi Indonesia, kata Alatas, rnerasa terdorong disamping menunjukkan dukungan yang selama ini telah secara konsisten diberikan kepada Bosnia, baik selaku negara tersendiri maupun selaku negara GNB dan OKI. “Kita merasa terpanggil sebagai suatu bangsa yang selalu dekat dan bersahabat dengan keseluruhan bangsa bekas Yugoslavia untuk: memberi sekedar sumbangan pemikiran terhadap penyelesaian yang menyeluruh dan langgeng serta adil,” ujarnya. Dalam setiap kesempatan, baik kunjungan ke Kroasia dan pembicaraan dengan Presiden Kroasia maupun dengan Presiden Alija Izetbegovic, Presiden telah menyampaikan secara garis besar pemikiran Indonesia. Pertama, Indonesia percaya bahwa suatu proses perundingan ke arab suatu penyelesaian yang langgeng tapi juga yang menyeluruh itu memang sudah perlu dipikirkan dan hanya dapat (menurut Indonesia) dicapai kalau didasarkan atas premis-premis dasar tertentu dan didasarkan juga atas prinsip pokok tertentu. Premis dasar pertama digali dari pengalaman Indonesia menyumbangkan penyelesaian di wilayah sendiri, bahwa suatu penyelesaian langgeng hanya bisa tercapai jika penyelesaian itu dirundingkan secara langsung oleh pemimpin-pemimpin, pihak-pihak yang langsung bersangkutan. Jadi dalam hal ini oleh pemimpin Bosnia-Herzegovina, pemimpin Makedonia, Kroasia, Serbia, Montenegro dan Slovenia sendiri. Orang-orang luar bisa membantu, patut mendukung, melicinkan, tetapi yang menentukan adalah perundingan langsung antara pemimpin pihak-pihak yang bertikai itu sendiri.
Premis kedua adalah sudah tiba waktunya bahwa jangan lagi melihat penyelesaian masalah bekas Yugoslavia ini secara potong-potong. Tapi patut kiranya, kata Alatas, kita mulai mengadakan suatu pendekatan yang integral yang menyeluruh yang memperhitungkan permasalahan yang menyangkut semua bekas wilayah Yugoslavia yang lama maupun menyangkut semua aspek dan dimensi permasalahan itu sendiri, tanpa melupakan apa yang didahulukan sebagai hal yang urgens. Kalau memang suatu gencatan senjata di Bosnia-Herzegovina mempakan urgensi, itu tidak boleh dilupakan. Tapi jangan berhenti di situ. “Tapi kita mencoba mencapai suatu penyelesaian menyeluruh,”katanya.
MenluA\i Alatasjuga menegaskan bahwa Indonesia sama sekali tidak berambisi menjadi penengah (mediator) konflik Bosnia-Herzegovina, melainkan hanya ingin memberikan kesempatan kepada para pemimpin pihak yang bertikai di wilayah bekas Yugoslavia itu untuk menciptakan kondisi menuju meja pemndingan. “Jika diminta, Indonesia bersedia menjadi fasilitator perundingan, bukan menjadi mediator,” kata Menlu Ali Alatas.
Tiba Di Tanah Air
Hari ini, Rabu , sekitar pukul 08.25 WEB, Presiden Soeharto dan rombongan dijadwalkan tiba kembali di Tanah Air. Sebelum bertolak ke Indonesia, Presiden Soeharto Selasa pagi melakukan kunjungan ke Monumen Medvedgrad. Seusai acara peletakan karangan bunga di monumen tersebut, Presiden kembali ke istana untuk berpamitan dengan Presiden Tudjman. Selanjutnya pada pukul l2.00 setempat, Presiden bertolak menuju Jakarta, setelah berhenti di Bandara Abu Dhabi untuk mengisi bahan bakar. (N-1)
Sumber: SUARAKARYA (l5/03/1995)
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVII (1995), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 138-142.