RIWAYAT HIDUP PRESIDEN TERPILIH

RIWAYAT HIDUP PRESIDEN TERPILIH [1]

 

Jakarta, Suara Karya

Selain Serangan Umum Yogyakarta 1 Maret 1949, ada beberapa hal yang cukup menonjol dalam karier Kepala Negara ini sebagai militer. Tanggal 1 Maret 1961, disamping tugasnya sebagai Deputy I Kepala Staf Angkatan Darat, beliau ditetapkan menjadi Panglima Korps Tentara I Cadangan Umum Angkatan Darat, disingkat KORRA I CADU AD, dan Panglima Pertahanan Udara Angkatan Darat, disingkat KOHANUDAD. Kita tahu bahwa berhasil tidaknya suatu kesatuan melaksanakan tugas negara, disamping kemampuan yang dimilikinya, tergantung pula dari kepemimpinan seorang Komandan atau Panglima yang memimpin kesatuan tersebut. CADUAD yang merupakan kesatuan “siap tempur” dibentuk berdasar dua gagasan pokok.

Pertama banyak peristiwa yang sebagian besar merupakan pemberontakan dengan kekuatan bersenjata, yang mau memaksakan agar ideologinya dijadikan Dasar Negara. Dengan demikian ideologi Pancasila dan UUD’ 45 terancam. Kedua saat itu kesatuan2 militer masih bersifat territorial. Situasi dan kondisi politik diplomasi kita waktu itu ditujukan untuk mengembalikan Irian Barat ke pangkuan fuu Pertiwi R.I. Ini bukan tugas territorial (kedaerahan) lagi. Ini sudah menjadi suatu tugas nasional.

Orang merasa perlu untuk mengembangkan kekuatan militer Angkatan Darat sebagai Cadangan umum Angkatan Darat yang bersifat mobil (mudah bergerak) dan combat ready (siap tempur), walaupun dalam keadaan darurat. Presiden Soeharto, yang waktu itu berpangkat Brigjen, duduk dalam StafUmum sebagai Panglima. Dengan kepemimpinan beliau yang ulet dan tekun disertai intuisi yang tajam, organisasi dan kekuatan KORRA I CADU AD sedikit demi sedikit dikembangkan dan disujudkan, walaupun menghadapi berbagai kesulitan dan hambatan.

Panglima Mandala dalam Operasi PEMIMBAR

Bunyi TRIKORA (Tri Komando Rakyat) masih hangat dalam benak kita. Terbayang kembali kota Yogyakarta, tanggal19 Desember 1961. Hari itu hujan lebat. Didengungkan waktu itu:

  • Gagalkan/bubarkan pembentukan negara Papua.
  • Kibarkan Merah Putih di Irian Barat.
  • Ber-siap2lah untuk mobilisasi umum.

Dalam operasi Pembebasan Irian Barat (PEMIMBAR) ini Mayjen TNI Soeharto diangkat sebagai Panglima Mandala. Tugas pembebasan Irian Jaya tidaklah ringan. Tetapi pembebanan tugas kepada beliau itu, pada dasarnya mernpakan ungkapan kepercayaan Pimpinan Angkatan Darat dan Negara akan kemampuan Pengemban Tugasnya untuk dapat melaksanakan tugas tersebut dengan berhasil. Dunia intemasional tahu bahwa semboyan tempur kita adalah: “Tiada rotan akarpun jadi”. Semboyan itupun dipakai lagi dalam pembebasan Irian Jaya. Tak usah ditutupi bahwa Angkatan Perang kita saat itu amat terbatas kemampuannya.

Opini duma saat itu: R.I. tentu akan menggunakan cara2 inkonvensional (tidak lazim). Tetapi cara semacam itu tentu tak akan membawa hasil, sekali lagi disini sepak terjang Pang lima Mandala mengejutkan dunia luas seperti halnya beliau telah mengejutkan dunia pada 11 Maret Tempo Doeloe.

Dunia cemas jangan2 sengketa tsb. meluas menjadi sengketa Intemasional. Ini berarti keberhasilan operasi yang dipimpin untuk mempercepat usaha diplomasi yang sebenarnya adalah kelanjutan dari peperangan dengan cara yang berbeda. PSB turnn tangan Akhirnya 3 pokok usul Bunker ditandatangani di Markas Besar PBB pada tanggal 15 Agustus 1962, Bendera Merah Putih dapat berkibar dengan megah di Irian Jaya dan Irian dapat dikembalikan ke Pangkuan Ibu Pertiwi RI.

Panglima Mandala terbukti dapat memenuhi harapan dan kepercayaan yang telah ditumpahkan kepadanya.

Panglima Komando Strategi Angkatan Darat

KOSTRAD memiliki sesanti “Yudha Nirbaya Bhakti” yaitu berperang untuk melenyapkan musuh2 negara baik datangnya dari dalam maupun dari luar yang berarti pula pengabdian KOSTRAD terhadap bangsa dan negara.

Mayjen TNI Soeharto setelah berhasil melakukan operasi di Kawasan Indonesia Timur tersebut, menyampaikan teladan kepada KASAD dengan persoalan : perlu tidaknya CADUAD dimasa yang akan datang dan bagaimana organisasi serta hubungan organisatoris CADUAD. Beberapa bulan berikutnya KORA I/CADU AD dilebur menjadi Komando Strategis Angkatan Darat (KOSTRAD) dan May. Jen. TNI Soeharto menjabat sebagai Pang lima yang pertama dari KOSTRAD.

Sepak terjang beliau yang bersesantikan “YUDHA NIRBAYA BHAKTI” itu kelihatan menyolok sewaktu Gestapu/PKI meletus. Hanya dalam tempo satu hari Panglima KOSTRAD yang pertama berhasil mengatasi kekalutan dan ketidak menentukan dalam kehidupan negara akibat kudeta berdarah tadi. RRI pusat dapat dikuasai kembali. Sesudahnya Pangkalan Udara Halim dapat diamankan kembali. Sebab apa beliau dapat bergerak secepat itu ? jawaban tak lain kecuali bahwa beliau mampu menilai keadaan dengan tepat, berpendirian tegas, bijaksana dan cekatan dalam tindakannya.

Pengemban SP 11 Maret

G30S telah menimbulkan kegoncangan2 dan kevakuman lebih2 dipus at Pemerintahan Negara tanggal3 Oktober 1965 beliau ditugaskan untuk memulihkan Keamanan dan Ketertiban. II hari kemudian ia diangkat pula sebagai MenPangad sekaligus dinaikkan pangkatnya menjadi Letnan lenderal. Apa ini artinya? Kepercayaan dan harapan masyarakat kepadanya semakin besar. Kecakapannya, keuletannya dan keberaniannya mengambil tindakan yang tepat bagi keselamatan bangsa sekali lagi diuji oleh harapan orang yang tertumpah kepadanya. Suasana semakin menjadi kritis. Harga terus membumbung tinggi walaupun sudah diganti dengan mata uang baru, bentrokan fisik terjadi dimana mana.

Sementara itu TRITURA semakin tak tertahankan dan tidak dapat dibungkam, walaupun KAMI telah dibubarkan, dalam suasana kemelut itulah SP II Maret keluar memberikan pelimpahan kuasa exsekutif yang besar kepada pengembannya : Letjen Soeharto. Esok harinya jam 06.00 setelah semalaman berapat dengan Panglima Tertinggi pejabat teras AD, AL, AK, dan sementara tokoh parpol dan Ormas, Pelaksana Pemulihan Keamanan dan Ketertiban membubarkan PKI beserta segala mental ORMASnya.

Secara formil mulai dari tanggal 12 Maret 1966 PKI serta Ormas2nya, doktrinnya tak mempunyai hak untuk berexsistensi di negri ini. Pengemban SP II Maret telah memancangkan tonggak baru dalam sejarah Republik dan meluruskan arah negara sesuai dengan Konstitusi dan UUD 45′.

Rakyat lega karena tepatnya keputusan yang diambilnya tgl. 21 Juli SUPERSEMAR dikukuhkan oleh MPRS menjadi Ketetapan MPRS, meskipun begitu semua dapat dijadikan saksi bahwa beliau hanya menggunakan wewenang itu satu kali saja yakni membubarkan PKl terlihat disini bahwa Pengemban SP 11 Maret ini tidak mau menyalahgunakan kelimpahan kuasa exsekutip yang diberikan kepadanya, meskipun mudah baginya.

Pejabat Presiden dan Presiden

Tentangnya OG. Roeder dalam bukunya The Smilling General menulis : “Orang yang tidak putus asa pada tanggal 30 September pagi 1965 itu telah mencapai tingkat tertinggi dalam pemerintahan dalam waktu kurang dari dua tahun. Anak petani yang menjadi Jenderal dan memasuki kehidupan politik itu bukan dikarenakan oleh rasa haus kekuasaan ataupun anjuran2 ajaran2 sucinya, ia maju secara realistis dan pragmatis.

Tanggal 12 Maret 1967 sidang istimewa MPRS memilih beliau sebagai pejabat Presiden dengan suatu Ketetapan MPRS. Rasanya tidak perlu lagi mengungkapkan analisa Soeharto waktu itu tentang adanya dualisme dalam pemerintahan. Yang terang seperti dikatakan Roeder ia memang maju secara realistis dan pragmatis. Tanggal27 Maret 1968 Sidang Umum V MPRS memilih Pemegang TAP IX ini sebagai Presiden RI untuk masa jabatan 5 tahun. Dan kini temyata rakyat memilihnya kembali untuk menjadi Presiden dan Bapak Rakjat Indonesia untuk masa jabatan 5 tahun lagi.

Kemusuk Argomulyo, Godean, Yogya

Soeharto memang anak petani ia lahir tanggal 8 Juni 1921, di desa Kemusuk, Kelurahan Argomulya di Godean, sebelah barat kota Yogya. Sejak kecil berpisah dengan ayahnya seorang Mantri Ulu-ulu yaitu pengatur dan pembagi air untuk sawah. Hidup kecilnya katakanlah ikut sana ikut sini, ia bersekolah di sekolah “Angka Lora” (Angka Dua). Kemudian melanjutkan di H.I.S. Muhammadiyah. Selesainya dari situ ia beketja di Bank Kecil beberapa bulan. 1 Juli 1940 karena besarnya minat menjadi “serdadu” (tentara”) la mengikuti Pendidikan Dasar Militer, dan dalam bulan Desember mengikuti Pendidikan kader Militer. Tahun 1941 ia dilantik menjadi kopral ditugaskan di batalion XIII-Rampal Malang. la dinaikkan pangkat menjadi Sersan setelah mengikuti suatu kursus di Gombong.

Tanggal 1 Nopember 1942 menjadi Keibuho atau Polisi jaman Jepang di Yogya. Tahun 1943 ia ikut aktip dalam barisan PETA (Pembela TanahAir) Tanggal 8 Oktober 1943 ia menjadi Shodentjo. Setelah mendapatkan pendidikan perwira di Bogor ia diangkat jadi Tjudantjo pada tahun 1944 setahun kemudian ia ditugaskan di Madiun.

Tahun 1945 Semangat kemerdekaan memenuhi jiwa pemuda Indonesia termasuk Soeharto. Tanggal 5 Oktober 1945 yang kini kita peringati sebagai hari ABRI. Soeharto menjadi Deputy Komandan batalion didalam barisan, keamanan Rakyat/tentara Keamanan Rakyat.

Bertemu “First Lady”

Perjuangan terus betjalan walaupun begitu kisah “dua remaja” saling mencinta tidak pernah diabaikan orang juga dalam saat gawat, ditengah-tengah masa peperangan itu, Pak Harto sempat mengenal dan mencintai seorang gadis aktivis perjuangan yang kini lazim disebut : Bu Tien. Mereka berdua menikah pada tanggal 26 Desember 1947. Menjadi temanten baru dalam masa revolusi memang mempunyai romantikanya tersendiri, lebih2 lagi temanten barn aktivis perjuangan masuknya tentara Belanda ke Kota Yogya memaksa mereka berpisah. First lady di dalam kota sedang sang suami di luar kota. Tanggal 28 Januari bayi pertama lahir tanpa ada “body-guard” yaitu sang ayah/suami. Baru empat bulan kemudian sang ayah dapat mencium wajah lembut anaknya. ltupun dilakukan dengan sembunyi2 di Kraton; Ndalem Perbeo.

ltulah bayi Siti Hardiyanti Hastuti yang kini bernamaNy. Tutut Indra Rukmanadan telah mempunyai seorang putra.

Ibu Negara “First Lady”, Nyonya Tien Soeharto dilahirkan pada tanggal 23 Agustus 1923, Nama lengkapnya: Siti Soehartinah, putri kedua dari sembilan orang bersaudara. Ayahnya almarhum bemama K.R.M.T.H. Soemohardjomo, pegawai Mangkunegaran Sala.

Sedari kecil ia seorang akti vis gerakan2 permasyarakatan. Semula ia aktif dalam gerakan kepanduan J.P.O. di Mangkunegaran, Solo. Pada zaman Jepang ia memasuki gerakan wanita Barisan Pemuda Putri Indonesia. la aktif juga dalam siaran2 acara kebudayaan di Pusat Kebudayaan (Keimin Bunka Shidosho), dan memajukan seni budaya Indonesia di Solo dibawah pimpinan alm. Darmosugondo.

Setelah Proklamasi ia terjun ke P.M.I. dan Laskar Putri. Dalam masa “clash II” tahun 1948 kontak2 antara pejuang2 dalam kota dengan gerilya, termasuk pengutusan kurir2 Pak Harto, dilakukan melalui dia.

Tidak aneh bila seorang pejuang mencari seorang pejuang sebagai teman hidupnya. Sebab mahligai perkawinan, kata Catilina, haruslah “to want and to don’t wont the same” (menginginkan yang sama dan tidak menghendaki yang sama). Pak Harto dan Bu Tien telah dapat hidup bersama, saling bahu membahu lebih2 dalam situasi yang gawat. Tidak malu2 Pak Harto menerangkan bahwa Bu Tien bukan hanya seorang isteri. la juga adalah seorang pembantu setia dan sumber kekuatan moril pada saat2 yang kritis dalam hidupnya. Menyadari betapa berperannya seorang istri ABRI bagi berhasilnya tugas yang dipercayakan kepada suaminya, Pak Harto sewaktu menjabat sebagai Panglima KOSTRAD, tidak segan memberikan bintang jasa kepada isterinya sendiri.

Soeharto sendiri dari tahun 45 sampai dengan 1949, semakin terlibat dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan. la menjadi Komandan Resimen waktu menghadapi “Aksi Polisionil” dari Belanda. Prestasi menyolok adalah sewaktu ia memimpin Serangan Oemoem 1 Maret 1949. Berkat kerjasamanya yang erat dengan Sultan Hamengkubuwono IX yang ada di kota, Komandan Gerilya Brigade ill Letnan Kolonel Soeharto berhasil menduduki Yogyakarta, ibukota Republik selama waktu 6jam.

Sukses tadi membuat beliau selalu dibebani tugas yang berat. Tahun 1950, ia ditunjuk menjadi Komandan Brigade Garuda Mataram yang mernimpin expedisi ke Sulawesi Selatan. Tanggal 15 Nopember 1951 ditarik kembali ke Jawa Tengah sebagai Komandan Brigade Pragola dari Sub Teritorial IV. Tanggal 1 Maret 1953 ia diangkat menjadi Komandan Resimen Infanteri 15 dari Sub-Teritorial IV, 3 tahun sesudahnya sebagai Perwira Menengah ia diperbantukan kepada Kepala Staf Angkatan Darat untuk mengikuti Planning Staf Umum Angkatan Darat. Kemudian pada tanggal 1 Maret 1956 ia ditugaskan sebagai Kepala Staf Teritorial IV IDivisi Diponegoro, pada tanggal 3 September tahun yang sarna ia ditugaskan menjadi Pejabat Panglima Divisi Diponegoro.

Pangkatnya dinaikkan menjadi Kolonel Sementara pada 1 Nopember 1956 dan Kolonel Effektif pada tanggal 1 Januari 1957. Tanggal 1 Nopember 1957 ia harus merangkap menjadi Dewan Kuartor A.M.N. (Akademi Militer Nasional- sekarang AKABRI).

Tahun 1959 – 1960 Soeharto menjadi anak sekolah lagi. Beliau mengikuti pendidikan kursus C II Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat di Bandung. Pangkatnya dinaikkan menjadi Brigadir Jenderal pada tanggall Januari 1960. Akhir tahun 1960, tanggal 18 Desember 1960 ia diangkat menjadi Deputy Kepala Staf Angkatan Darat, sekaligus merangkap menjadi Ketua Ad Hoc Retooling Departemen Angkatan Darat. 1 Maret 1961 beliau ditetapkan sebagai Panglima Korps Tentara, I CADU AD dan Panglima Pertahanan Udara Angkatan Darat. Tahun itu pula ia mendapat tugas keluar Negeri, untuk mengaclakan hubungan dengan para atase Militer di Beograd, Paris, dan Bonn. 1 Januari 1962 pangkatnya dinaikkan menjadi Mayor Jenderal. Tanggal 23 Januari 1962 disampingjabatannya sebagai deputy Wilayah Indonesia Timur beliau diangkat sebagai Panglima Mandala Pembebasan Irian Barat (kini Irian Jaya), ia berhasil dan tgll Januari 1963 ia mendapatkan kedudukan yang membawanya ke jenjang tertinggi dalam tata pemerintahan R.I yakni Panglima KOSTRAD yang pertama. 1 Januari 1965 memegang Pimpinan SementaraAngkatan Darat dalam menghadapi G.30.S/PKI. 20ktober 1965 beliau mendapatkan tugas sebagai Panglima Pemulihan Keamanan dan Ketertiban. 1 Februari 1966 pangkatnya dinaikkan menjadi Letnan Jendral. Dua puluh hari berikutnya dia diangkat menjadi Menteri/panglimaAngkatan Darat dalam Kabinet Dwikora merangkap kepala staf KOTI.

11 Maret 1966: Seperti telah disebut, la mendapatkan tugas dari Presiden untuk melaksanakan Surat Perintah Presiden tanggal 11 Maret. 1 Juli 1966 pangkatnya naik menjadi jendral. Tanggal25 bulan itu ia mendapat tugas dari MPRS untuk membentuk Kabinet Ampera/Menteri Utama Bidang HANKAM. 12 Maret 1967 dalam Sidang Istimewa MPRS beliau dipilih menjadi Pejabat Presiden. Akhirnya dalam Sidang U mum ke- V MPRS tanggal 27 Maret 1968 beliau sebagai pemegang Tap MPRS diangkat menjadi Presiden R.I utk masa jabatan 5 tahun. Sebagai Presiden, ia membentuk Kabinet Pembangunan dan menjabat juga sebagai Menteri Pertahanan Kearnanan/PANGAB.

Tanda kehormatan yang telah didapat oleh Presiden Soeharto berjumlah 38 buah. Tanda kehormatan dari Republik Indonesia berjumlah 24 buah. Masing2 adalah: Bintang Republik Indonesia Klas- I, Bintang Maha Putera Klas-I, Bintang Jasa Klas­ I, Bintang Sakti, Bintang Dharma, Bintang Gerilya, Bintang Sewindu APRI, Bintang Kartika Eka Paksi Klas-I, Bintang Jalasena Klas-I, Bintang Garuda, Bintang Bhayangkara Klas-I, Satya Lencana (Stl) Teladan, St1.Kesetiaan 16 tho St1.P.K.-l, St1.P.K.-II, GO.M-I, GO.M.-II, GO.M.-III, GO.M.-IV, Stl.Satya Dharma, Stl Wira Dharma, Stl.Penegak, Bintang Yudha Dharma Klas- I. 14 Tanda Kehormatan lainnya diberikan oleh berbagai negara. Tahun 1968 beliau menerima: tanda kehormatan Grand Collier of the order of sheba dari Ethiopia, Grand Collier de L’OrdreNational de L’lndependence dari Kamboja. Tahun 1969 beliau menerima tanda kehormatan The Raja of the Order Sihatuna dari Phjlipina. Setahun sesudahnya beliau menerima The Most Auspicious Orde of the Rajamitrabhorn. (DTS)

Sumber: SUARA KARYA (23/03/1973)

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku III (1972-1975), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 295-301.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.