SAFARI KE LIMA NEGARA PERERAT PERSAHABATAN DAN KERJASAMA

SAFARI KE LIMA NEGARA PERERAT PERSAHABATAN DAN KERJASAMA

 

 

Jakarta, Antara

MOMENTO, momenta senor (tunggu, tunggu sebentar, tuan) merupakan ungkapan yang paling sering didengar jika berurusan dengan orang-orang Venezuela di Caracas. Ucapan ini biasanya ditambah lagi dengan kata, “mannana, mannana” (baca: manyana yang artinya besok).

Menurut seorang pejabat KBRI di Caracas, gaya kerja orang Venezuela memang santai. Masuk kerja pukul 8.30 pagi sampai pukul 12.00 siang. Kemudian istirahat makan hingga pukul 15.00.

Selama ”niesta time” tiga jam dimanfaatkan oleh karyawan untuk pulang ke rumah kumpul dengan anak istri sambil santap siang. Yang tak punya istri dan anak pergi ke bar, restoran atau berdisko. Pukul 15.00 masuk kantor lagi hingga pukul 19.00. Caracas berpenduduk sekitar 2,5 juta jiwa. Udaranya sejuk karena kota ini berada 900 meter diatas permukaan laut. Gunung dan bukit mengitari kota yang berpanorama indah.

Di pusat kota berdiri gedung-gedung bertingkat dengan arsitektur modern. Namun jalan-jalan sekitamya banyak dikotori sampah plastik, kaleng bekas minuman yang belum diangkut truk dinas kesehatan.

Dibanding dengan kota Meksiko yang sumpek, Caracas ratu kecantikan sejagad, merdeka pada tahun 1831 dari jajahan Spanyol. Dewasa ini penduduknya 20 juta jiwa. Berpendapatan per kapita 2.800 dolar AS karena hasil minyaknya yang paling tinggi di Amerika Latin.

Sejak menjadi republik yang independen tahun 1930 hingga akhir abad ke-19, negeri ini dilanda berbagai krisis.

Pada awal abad ke 20 hingga 1935, Venezuela mengalami masa pemerintahan diktaktor dan korupsi mengganas dibawah Juan Vicente Gomez. Junta militer silih berganti sampai tahun 1952. Pada 1958 Romulo Betancourt terpilih sebagai Presiden pertama Venezuela.

Ia seorang demokrat yang membentuk pemerintahan demokratis di negeri itu. Suksesi kepemimpinan nasional tiap lima tahun sekali dilangsungkan sejak 1963 hingga sekarang.

Simon Bolivar dikenal dengan “liberator”, yang bercita-cita mempersatukan Venezuela, Kolombia, Ekuador, Peru dan Bolivia dalam suatu “Gran Colombia”. Namun negara-negara itu cekcok satu sama lain hingga akhimya Venezuela membentuk republik sendiri.

Fransisco de Miranda disebut pula sebagai “sesepuh” gerakan kemerdekaan di Amerika Selatan. Simon Bolivar tidak hanya terkenal di Amerika Selatan tetapi ke seluruh dunia. Tidaklah mengherankan bila bandara Caracas dan mata uang Venezuela dinamakan Simon Bolivar, nama seorang prajurit pejuang yang makamnya dikunjungi Presiden Soeharto ketika berada di Caracas.

 

Kerjasama

Presiden dan Ibu Tien Soeharto tiba di bandara Simon Bolivar Caracas dari Cancun, Meksiko, Minggu sore (24/11) waktu setempat untuk memulai kunjungan kenegaraan (bilateral) ke Venezuela sampai 27 November sebelum menghadiri KTT Kelompok-15 hingga hari Jum’at.

Kunjungan ke Venezuela ini merupakan yang pertama kali dilakukan Presiden Soeharto ke sebuah negara di bagian utara Amerika Selatan.

Hubungan diplomatik Venezuela-Indonesia selama 30 tahun terakhir ini dinilai Presiden Venezuela Carlos Andres Perez berlangsung normal dan baik. Namun diakuinya, kedua pihak kurang memperhatikan peningkatan hubungan kerjasama karena letak geografis yang berjauhan.

Tetapi sekarang, katanya dalam wawancara dengan ANTARA dan Suara Pembaruan sehari sebelum kedatangan Presiden Soeharto, Venezuela berkeinginan meningkatkan hubungan kerjasama yang lebih nyata dengan Indonesia dalam segala bidang.

Perez menilai peningkatan hubungan dengan Indonesia sangat perlu karena merupakan negara penting di bidang politik dan ekonomi di kawasanAsia-Pasifik.

Presiden Perez dan Presiden Soeharto sepakat agar kedua negara meningkatkan ketjasama nyata untuk mengembangkan potensi ekonomi masing-masing dalam waktu dekat.

Dalam hubungan ini kedua pihak sepakat agar diskusi dan saling kunjung­mengunjung di antara para pejabat dan swasta lebih ditingkatkan agar kedua pihak saling kenai potensinya masing-masing.

Venezuela lebih berpengalaman dalam pertambangan khususnya alumina, sementara Indonesia di bidang produksi pangan. Venezuela juga ahli dalam membuat vaksin lepra, sementara Indonesia berpengalaman dalam program KB. Kerjasama dan tukar menukar pengalaman di bidang-bidang inilah yang perlu digalakkan.

Kesepakatan kedua negara itu tertuang dalam perjanjian ketjasama ekonomi dan tehnik yang ditandatangani oleh Presiden Venezuela Andres Perez dan Presiden Soeharto di Istana Miraflores.

Penandatangan perjanjian kerjasama itu merupakan puncak acara kunjungan kenegaraan Presiden Soeharto ke Venezuela, sebelum menghadiri KTT Kelompok-15 (K-15).

“Dengan penandatangan persetujuan itu diharapkan dalam waktu dekat akan ada persetujuan-persetujuan lanjutan di berbagai bidang,” kata Menlu Alatas serta menambahkan bahwa di bidang politik hubungan Indonesia dengan Venezuela sangat akrab.

 

KTT K-15

Walau hanya 11 kepala negara/pemerintahan yang hadir, KTT G-15 tetap berlangsung dalam penjagaan keamanan yang cukup ketat.

Ke-11 kepala negara/pemerintahan yang hadir itu ialah Presiden Soeharto, PM Mahathir Mohammad (Malaysia), PM Narashima Rao (India), Presiden Carlos Saul Menem (Argentina), Presiden Senegal Abdou Diouf, Presiden Zimbabwe Robert Mugabe, Presiden Aljasair Cladli Benjedid, Presiden Mexico Carlos Salinas de Gortari, Presiden Peru Alberto Fujimori, Presiden Yugoslavia Bratislav Joviac dan tuan rumah Presiden Perez.

Pada waktu upacara pembukaan KTT Rabu sore hanya sembilan kepala negara yang hadir, karena Presiden Argentina dan Presiden Yugoslavia baru datang esoknya.

Empat negara lainnya yakni Mesir, Jamaika, Brazil dan Nigeria hanya mengirimkan wakil-wakilnya pada tingkat menteri termasuk wakil PM Mesir Boutros Ghali yang waktu itu calon Sekjen PBB.

KTT ini diliput oleh sekitar 300 wartawan dalam dan luar negeri. Paling banyak wartawan dari Venezuela sendiri yang sebagian besar adalah wanita.

“Dari seluruh wartawan/reporter di negeri ini, 60 persen adalah wanita,” kata petugas Humas dari kantor Presiden Venezuela tanpa menjelaskan mengapa kaum Hawa lebih berminat bekerja di media massa.

 

Isu Global

KTT G-15 tidak hanya membahas peningkatan kerjasama Selatan Selatan, tetapi juga isu-isu global seperti sistem perdagangan internasional, masalah hutang luar negeri, lingkungan hidup dan demokratisasi PBB.

Presiden Soeharto menegaskan pada KTT G-15 itu bahwa jika ingin membangun suatu tatanan internasional yang baru, maka tatanan itu hendaknya dibangun berdasarkan semua aspek, bukan hanya kekuatan ekonomi atau militer dari suatu negara atau kelompok negara.

Diingatkannya, kelangsungan kemajuan ekonomi negara maju tidak mungkin terpelihara tanpa pertumbuhan ekonomi negara berkembang, karena ketergantungan timbal balik antara Utara dan Selatan asas ini tidak mungkin dihindari, karena itu dialog Utara-Selatan makin mendesak.

Dalam jumpa pers hari Jumat mengakhiri KTT G-15 yang dihadiri para kepala negara kecuali Presiden Meksiko yang sudah pulang lebih dulu ke negerinya, ditegaskan oleh Presiden Venezuela bahwa KTT G-15 berhasil menetapkan program program nyata bagi peningkatan kerjasama Selatan-Selatan.

“Kita juga siap untuk ikut dalam dialog dengan mitra kita dari negara negara maju dalam waktu dekat mendatang ini,” demikian salah satu pernyataan dalam komunikasi bersama KTT kedua Kelompok K-15 di Caracas.

Satu usul baru Indonesia yang diterima baik oleh semua peserta pada KTT iniialah pertumbuhan yang berkelanjutan dan mandiri (promotion of self propelling growth scheme) sebagai bagian dari program kerjasama Selatan-Selatan.

Program ini sebagai pola untuk mengembangkan usaha rakyat kecil secara koperatif yang sudah dan terus digalakkan di Indonesia selama ini.

 

 

Sumber : ANTARA (01/01/1992)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIV (1992), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 1-4.

 

 

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.