“SAFARI” KE LIMA NEGARA PERERAT PERSAHABATAN DAN KERJASAMA (5)

“SAFARI” KE LIMA NEGARA PERERAT PERSAHABATAN DAN KERJASAMA (5)

 

 

Jakarta, Antara

REPUBLIK Senegal, di pantai Barat Afrika merupakan negara terakhir yang dikunjungi Presiden Soeharto dalam lawatan ke luar negeri 19 November-11 Desernber Ialu. Senegal, berpenduduk 5,8 juta orang. Delapan puluh persen memeluk agama

Islam, lima persen Kristen/Katolik dan sisanya masih menganut kepercayaan anirnisme. Orang Senegal umumnya bertubuh langsing dan jangkung. Bahasa Prancis digunakan sebagai bahasa resmi, tetapi bahasa Wolof paling banyak dipakai di Senegal.

Kacang-kacangan merupakan hasil pertanian yang diandalkan Senegal, selain shorgum,jagung dan ubi jalar. Industri perikanannya juga rnaju dan nilai ekspornya sekitar 180 juta dolar setahun.

Hasil tambangnya berupa biji besi, fosfat dan titanium. Negeri ini mengimpor tekstil, kendaraan bermotor (sepeda motor dan mobil terutarna buatan Eropa), mesin­ mesin dan hasil-hasil industri minyak.

Negeri ini yang pernah menjadi propinsi Prancis, merdeka Agustus 1960. Presiden pertamanya adalah Leopold Senghor dan 31 Desember 1980, diganti Abdu Diof hingga sekarang.

Dakar, ibukota Senegal, yang dihuni sekitar satu juta manusia merupakan kota bisnis strategis di pantai barat Afrika. Kota ini terletak di semenanjung Verde memiliki pelabuhan laut yang baik, dan juga bandara internasional Yoff yang menjadi tempat persinggahan penerbangan dari Amerika Utara ke Afrika bagian Selatan dan dari Eropa ke Amerika Selatan.

Kondisi dan situasi di Kota Dakar seperti fasilitas hotel, taksi, telekomunikasi, jalan-jalan raya, jumlah gedung bertingkat yang modern masih jauh lebih baik ketimbang Harare, ibukota Zimbabwe maupun DarEs Salam, ibukota Tanzania. Kota Dakar menjadi terkenal karena penyelenggara reli mobil Paris Dakar.

 

KTT OKI

Pesawat DC- 10 Garuda yang membawa Presiden Soeharto dan rombongan tiba di Bandara angkatan udara Senegal Minggu Sore 8 Desember setelah terbang Sembilan jam dari DarEs Salam, ibukota Tanzania, melintas di padang-padang savanah di sejumlah negara Afrika.

Presiden Senegal, Abdou Diof (36 thn) yang selalu “stand by” di bandara, menyambut resmi kedatangan Presiden Soeharto untuk menghadiri Konperensi Tingkat Tinggi (KTT) Organisasi Konferensi Islam (OKI) ke-6 yang berlangsung 9-12 Desember. Ini merupakan pertama kali Presiden Indonesia menghadiri KTT OKI. KTT-KTT OKI sebelumnya dihadiri oleh waki l Presiden Rl antara lain KTT OKI ke-5 di Kuwait tahun 1967.

Presiden Soeharto memimpin delegasi Indonesia terdiri dari Menlu Ali Alatas, Menteri Agama Munawir Sjadjali dan Mensesneg Moerdiono. Pidato Presiden pada KTT OKI ke-6 dinilai sangat tepat mengingat negara-negara anggota OKI terpecah akibat meletusnya Perang Teluk. Presiden berkata, “Sekarang kita harus memusatkan perhatian pada pembinaan persatuan dan solidaritas umat Islam dalam menghadapi berbagai masalah dan akibat perang, termasuk berbagai aspek kemanusiaan.”

Di ingatkan agar mengesampingkan permusuhan dan rasa saling tidak percaya serta mengerahkan segala upaya untuk membina kembali kerukunan sesuai dengan semangat Ukhuwah Islamiyah. Di bidang ekonomi, Presiden menekankan pentingnya pemupukan kerjasama dan solidaritas anggota OKI.

Mengenai Israel, Presiden antara lain menegaskan, Israel agar menya dari kecenderungan sejarah yang tak dapat dibendung lagi dan mereka harus membulatkan kemauan politik untuk mengesampingkan semua hambatan guna mencapai perdamaian yang adil dan abadi di TimurTengah.

Tidaklah mengherankan bila pidato Kepala Negara Rl ibarat air yang menyejukkan itu mendapat sambutan hangat dari peserta sidang OKI terutama dari Presiden Palestina Yasser Arafat yang langsung menjemput dan merangkul Presiden Soeharto ketika turun dari mimbar pidato. Yasser Arafat bahkan menyebut Presiden Soeharto sebagai salah seorang pemimpin dunia yang berhasil.

 

Diplomat Tingkat Tinggi

Semua wartawan yang mengikuti kunjungan Presiden Soeharto sejak dari Jakarta­Meksiko-Venezuela-Zimbabwe-Tanzania terkejut ketika diberitahukan bahwa jadwal kunjungan Kepala Negara RI di Senegal diperpendek. Walau terkejut namunjuga gembira karena “home sick”, sudah tiga minggu meninggalkan tanah air.

Mensesneg Moerdiono menjelaskan, jadwal kunjungan Presiden ke Senegal diperpendek karena sudah tak ada lagi masalah (resolusi) yang perlu diperdebatkan pada tingkat kepala negara.

Selain itu keberadaan Presiden Soeharto di Jakarta dibutuhkan saat itu untuk menetapkan keputusan-keputusan dalam penyusunan RAPBN 1992/1993.

Belasan kepala negara/pemerintahan pada KTT OKI ingin bertemu dengan Presiden Soeharto, namun karena waktunya terbatas, tidak semua kepala negara peserta OKI diterirna. Satu diantara kepala negara yang diterima Presiden Soeharto adalah Presiden dari Guinea Bissau, Jako Benado Casero Quinea Bissau menyatakan keinginannya membuka hubungan diplomatik dengan Indonesia. Presiden menyetujui keinginan negara bekas jajahan Portugal ini yang sebagian besar penduduknya beragama Islam.

Keinginan sejumlah kepala negara bertemu dengan Presiden Soeharto mencerminkan pentingnya peranan Indonesia dalam hubungan intemasional dewasa ini, apalagi Indonesia dipercaya untuk menyelengarakan KTT Non Blok di Jakarta, September tahun ini.

Penyelengaraan KTT Non-Blok, insiden Dili telah dijelaskan Presiden Soeharto dalam pertemuannya dengan pemimpin-pemimpin negara yang dikunjunginya. Juga diminta sumbangan pikiran bagi KTT Non Blok mendatang.

Kunjungan Presiden Soeharto keAfrika yang merupakan diplomasi tingkat tinggi setidak-tidaknya telah mengubah citra dan pandangan keliru di sejumlah negara Afrika terhadap Indonesia selama ini.

Menteri Luar Negeri Tanzania, Ahmed Hasan Diria menilai kunjungan Presiden Soeharto ke negerinya tidak hanya meningkatkan hubungan bilateral tetapi juga sekaligus mempererat kerjasama Selatan-Selatan dan Asia-Afrika.

Sekitar pukul 22.00 10 Nopember, pesawat DC-10 Garuda dengan F. Sumolang sebagai “pilot in command” meninggalkan bandara Dakar menembus kegelapan malam menuju Jakarta melalui Abu Dhabi.

Satu jam sebelum tiba di Jakarta, Presiden antara lain menjelaskan bahwa dalam kunjungan ke Meksiko, KTT Kelompok 15 dan KTT OKI maupun ke Zimbabwe dan Tanzania telah memberikan sumbangan pikiran pengalaman dan usul nyata bagi perlunya peningkatan hubungan persahabatan dan kerjasama di antara sesama negara berkembang maupun dengan negara maju.

Seusai memberikan keterangan pers, Presiden dengan wajah berseri-seri disertai Ibu Tien Soeharto menyalami semua anggota rombongan dan beberapa menit kemudian pesawat DC-1 0 Garuda mendarat mulus di landasan Halim Perdana Kusumah.

“Kluk, kuluuk, kuluuk” spontan para wartawan berteriak karena sudah tiba dengan selamat di tanah air.

 

 

Sumber : ANTARA (11/01/1992)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIV (1992), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 58-61.

 

 

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.