SANG PEMIMPIN[1]
Jakarta, Republika
Seorang pemimpin adalah sebuah enigma. Teka-teki. Tidak ada suatu rumusan pun yang selalu pas untuk menentukan calon pemimpin, sebab kata orang bijak setiap jaman memilih pemimpinnya sendiri. Setiap bangsa dan negara pun memilih pemimpinnya sendiri, sesuai tantangan dan keperluan masing-masing.
Maka ada pertanyaan abadi Are leaders born or made? Dilahirkankah seorang pemimpin, ataukah dipersiapkan. Jawaban paling netral dan mungkin paling mengena-adalah gabungan dari keduanya dilahirkan dan dipersiapkan. Pemimpin adalah mereka yang secara alami memang menyirnpan bakat, lalu ditempa dengan pendidikan dan pengalaman.
Dalam konteks Indonesia saat ini, soal pemimpin adalah salah satu bahan percakapan hangat. Bakal macam apakah pemimpin bangsa ini mendatang?
Pak Harto, InsyaAllah, bakal memimpin bangsa ini lagi untuk masa lima tahun mendatang. Suara-suara dari Senayan mengisyaratkan demikian. Yang mulai berkembang menjadi perbincangan adalah siapa sang pemimpin pasca Soeharto, sekiranya dalam periode kemudian memang telah ada suksesi.
Tak seorang pun berani terang-terangan menyebut nama seseorang yang dianggap paling tepat menerima tongkat estafet itu. Juga tak seorang pun berani menerka apakah sang pemimpin mendatang akan dipersiapkan dulu menjadi orang “nomor dua” atau tanpa melalui jalur itu. Kultur kita memang agak menabukan berbicara terus terang menyebut nama. Kita memang masih cenderung berbicara tentang kriteria daripada menyebut nama seseorang.
Pak Harto sendiri tak hendak menyebut nama “putra mahkota,” karena katanya pada Republika dalam wawancara khusus Senin (18/ 1) siang itu menyalahi konstitusi. MPR-lah yang berhak memilih pemimpin bangsa ini. Tugas Pak Harto, sebagai Presiden, disebutnya hanya membuat pengondisian agar para bakal pemimpin berprestasi untuk nanti dinilai sendiri oleh rakyat Hanya persyaratan umum yang sempat disinggungnya. Yakni bahwa pemimpin haruss berani di depan, memberi contoh. Sebagaimana ajaran Ki Hajar Dewantoro Ing Ngarso Sung Tulodo, Jng Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani. Pemimpin harus menguasai ilmu pengetahuan lahiriah dan bathiniah.
Pertanyaannya kemudian, siapa saja yang telah dikondisikan Pak Harto agar dinilai sendiri oleh rakyat untuk menjadi pemimpin mendatang? Tak ada jawaban yang pasti. Yang ada hanya dugaan yang didasarkan pada berbagai faktor yang mungkin diperlukan untuk masa mendatang.
Rekaan pertama, sang pemimpin nantinya haruslah seorang yang compatible dengan perkembangan jaman. Seyogyanya ia memahami persis kemana arah perkembangan dunia, dan bagaimana mengantisipasinya. Ia tahu masa depan, dan dapat membawa bangsa ini ke posisi terhormat dalam peta masyarakat dunia.
Rekaan kedua, globalisasi yang terjadi juga mempunyai dampak negatif bagi persatuan dan kesatuan negara yang multi rasial dan multi agama. Seperti yang terjadi di bekas Uni Soviet dan Yugoslavia. Pemimpin kita seyogyanya adalah seorang kuat, serta menguasai perangkat untuk menjaga persatuan dan kesatuan Negara Republik Indonesia.
Idealnya, dua kemampuan itu menyatu dalam diri sang pemimpin mendatang. Bila tidak, dua karakter itu bisa saling bahu-membahu. Atau muncul seseorang yang dapat menghimpun dua orang yang memiliki dua kemampuan yang saling melengkapi dan diperlukan bagi bangsa ini.
Sumber :REPUBLIKA (21/01/1993)
____________________________________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XV (1993), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 54-55.