Saya Kecewa Bapak Berhenti

Jakarta, 3 Juni 1998

Kepada

Yth. Bapak Soeharto

di Rumah

SAYA KECEWA BAPAK BERHENTI [1]

Assalamu’alaikum wr. wb.

Pertama-tama saya mohon maaf kalau surat ini mengganggu Bapak. Maksud saya menulis surat ini, semata-mata karena memang dari dulu sewaktu Bapak menjadi Presiden, saya ingin menulis surat. Tapi saya takut disangka mencari muka atau menyanjung Bapak, karena Bapak seorang Presiden. Tapi dengan keadaan sekarang ini, saya merasa “wajib” untuk menulis surat kepada Bapak.

Pak, saya sedih sekali dengan keadaan di Indonesia sekarang ini. Apalagi sewaktu Bapak mundur dari jabatan Presiden, dalam keadaan ekonomi Indonesia sekarang. Mengapa sih Bapak dengan cepat menyatakan mundur? Saya kecewa sekali Pak.

Karena saya tahu, cuma Bapak yang punya pengalaman lebih banyak untuk mengatasi Ekonomi Indonesia. Bapak kan bisa saja memilih orang-orang tertentu sebagai pembantu Bapak untuk mengatasi Ekonomi masalah ini. Yah, tapi semua sudah terjadi.

Bapak dipaksa, disuruh turun oleh orang-orang yang menganggap asal reformasi di segala bidang, kita bisa keluar dari masalah ini. Tapi nyatanya mana, semua bisanya ngomong gede, ujung-ujungnya: Mencalonkan diri jadi Presiden.

Bapak ….

Gimana dengan kesehatan Bapak sekarang ini. Saya setiap shalat selalu berdo’a: Semoga Bapak sehat-sehat selalu (sungguh Pak, saya sampai shalat Tahajud untuk mendo’akan Bapak). Saya trenyuh, sedih, melihat perlakuan orang-orang yang tidak berfikir jernih, bisanya cuma kejelekan saja yang dilihat.

Saya mengerti kenapa putra-putri Bapak disuruh buka usaha ini itu. Karena mereka tahu, dengan fasilitas sebagai anak Presiden nanti usaha mereka lancar, padahal belum tentu semua perusahaan punya putra-putri Bapak. Yah, Pak sering-sering berdo’a, tahajud mohon kesabaran.

Bapak harus banyak sabar, dan dekatkan diri pada Allah semoga Bapak selalu tabah. Kalau Bapak stress, nanti penyakit akan datang, Asal bapak tahu, tidak semua orang membenci Bapak. Saya, suami dan keluarga besar tetap menghormati Bapak, karena saya tahu, tanpa Bapak Indonesia tidak maju seperti sekarang ini.

Pak, kalau Bapak butuh dokter, suami saya bersedia untuk dipanggil, gratis kok Pak.

Asal jangan hari Senin dan Sabtu, karena suami saya bekerja di Rumah Sakit Swasta (Dokter Jaga – Dokter Umum). (DTS)

Hormat saya,

Inna M. Ichsan

Cilincing – Jakarta

[1]       Dikutip langsung dari dalam sebuah buku berjudul “Empati di Tengah Badai: Kumpulan Surat Kepada Pak Harto 21 Mei – 31 Desember 1998”, (Jakarta: Kharisma, 1999), hal 419-420. Surat ini merupakan salah satu dari 1074 surat  yang dikirim masyarakat Indonesia dari berbagai pelosok, bahkan luar negeri, antara tanggal 21 Mei – 31 Desember 1998, yang menyatakan simpati setelah mendengar Pak Harto mengundurkan diri. Surat-surat tersebut dikumpulkan dan dibukukan oleh Letkol Anton Tabah.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.