SEDJARA AKADEMIS DJUMLAH PARPOL TIDAK MENENTUKAN [1]
Djakarta, Berita Buana
Menanggapi gagasan Presiden Soeharto mengenai penjederhanaan kepartaian jang telah diterima baik oleh Parpol2, Dr. Alfian dari Leknas mengemukakan pendapatnja, bahwa ditindjau setjara akademis jumlah parpol dalam suatu negara tidak menentukan. Ada negara dgn sistim dua partai jang kehidupan politiknja tidak stabil dan tidak dinamis, sehingga kurang membantu lantjarnja pembangunan itu jalah Filipina negara jang memakai lebih dari dua itu, misalnja Djepang dgn 2 parpol, djuga keadaan disana cukup baik buat pembangunan.
Demikian Dr. Alfian jang selandjutnja menegaskan, bahwa ditindjau dari segi pengetahuan ilmu politik, permasalahannja memang tidak terletak pula berapa jumlah parpol.
Dr. Alfian menjatakan, bahwa ideal adalah dua partai tapi realisasi tidak demikian. Sebab masjarakat Indonesia adalah pluralistis. Djalan menudju ke dua partai memerlukan waktu lama, jaitu melalui proses pendidikan politik. Inipun mungkin sekali djika sudah berdjalan, tidak lagi dua partai. Sebab dalam permainan politik, selain tjita2 dan perlu mempeladjari politik jang ada.
Setelah sistim politik bisa melahirkan partai majoritas dalam pemilu, maka masalahnja bagaimana supaja partai lain punja arti dalam politik, jaitu sebagai kekuatan kontrole terhadap Penguasa. Ini diperlukan agar dalam masjarakat, dan sejumlah partai itupun tidak terlalu banjak, sehingga berani dan dapat keras mementingkan kepentingan masjarakat.
Sedjalan Dengan Hasil Pemilu
Apa jang diandjurkan oleh Presiden tentang penjederhanaan kepartaian itu, menurut Dr. Alfian adalah sedjalan dengan hasil Pemilu. Sekalipun ada segi2 jang perlu diperbaiki, antaranja adalah pengelompokan2 jang dipandangnja tidak begitu relevant. Sebab, menilik tingkah-laku parpol2 selama ini, maka djelas ada parpol jang bisa saling kerdja-sama, tapi ada pula jang tidak. Karena itu bisa diambil bentuk lain, jakni dengan tiga wadah itu diserahkan kepada masing2 untuk menentukan pilihannja.
Namun oleh Kepala Penelitian Perkembangan Politik dari Leknas tsb. diakui, bahwa ada ketjenderungan di negara2 berkembang untuk dapat membangun kekuasaan Eksekutif jang kuat, jang mampu melaksanakan program pembangunan tanpa mengalami oposisi jang tidak perlu. “Sebab sebagai mana diketahui” demikian Dr. Alfian. “oposisi kadang2 merupakan barang lux jang sangat mahal buat masjarakat”.
Dalam hubungan itu ketjenderungan selandjutnja ialah membentuk partai jang kuat jang mendukung Pemerintah, seperti Golkar di Indonesia. Ini akan membantu lantjarnja proses pembangunan ekonomi.
Dr. Alfian tidak merasa chawatir akan timbulnja polarisasi dalam penjederhanaan kepartaian itu, selama dasarnja bukan program ideologi politik, tetapi program pembangunan. Bahkan dgn program pembangunan tsb. akan memudahkan anggota masjarakat untuk berpindah dari satu “bendera” ke “bendera” jg lain.
Dalam pada itu dinjatakan pula bahwa kalau tiga bendera jg ditudju, maka bentuk kepartaian di Indonesia akan berubah. Sehubungan dengan ini, apa jang pernah dikatakan oleh Pangdam VII/Diponegoro tentang tidak perlunja ada kepengurusan parpol ditingkat desa, adalah sesuai dengan keadaan kepartaian sekarang.
Sebab sistim kepartaian sekarang bisa mengatjaukan. Tapi dengan tiga kelompok partai, djustru sangat diperlukan adanja komunikasi langsung dengan rakjat. Sebab soalnja terletak pada tjara berkomunikasi jang perlu diperbaiki. Demikian Dr. Arlian. (DTS)
Sumber : BERITA YUDHA (12/10/1971)
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku II (1968-1971), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 907-909.