SEKDJEN NU TENTANG MINTAREDJA [1]
Djakarta, Sinar Harapan
Sekdjen NU Jusuf Hasjim telah mengetjam pidato resmi jang diutjapkan oleh Ketua Umum Parmusi di Tjiandjur baru2 ini.
Jusuf Hasim dengan nada keras mengatakan bahwa menurut adjaran agama Islam, orang jang sudah meninggal harus kita tampilkan kebaikannja. Apalagi kalau diingat bahwa almarhum Wahid Hasjim, Prawoto, Sjahrir, Sidik Djojosukarto, dan Bung Karno menurut ukuran ruang dan waktu itu telah berdjasa bagi negara. Bahkan menurut pendapat Jusuf, mereka tetap merupakan tokoh2 nasional.
Tokoh2 ini menurut Sekdjen NU tsb., sebagai manusia2 tentunja mempunjai sifat2 jang baik dan jang buruk. Tetapi bagaimanapun djuga, “Sebagai seorang Muslim, saja anggap Mintaredja tidak ksatria. Tjelaannja, djelas menundjukkan djiwa ketjil jang tidak mau menghormati pemimpin2 terdahulu. Mintaredja semestinja tahu bahwa kepemimpinan memiliki kontinuitas satu mata rantai jang pandjang. Tidak mungkin Mintaredja dikenal sebagai pemimpin kalau tidak ada rintisan kepemimpinan sebelumnja”. Demikian reaksi Sekdjen N.U. M. Jusuf Hasjim tentang pernjataan Ketua Parmusi Mintaredja SH beberapa hari jl. mengenai diri beberapa pemimpin Islam dan Nasionalis.
Selandjutnja Sekdjen N. U. itu berkata “Pemimpin2 jang ditjela oleh Mintaredja itu adalah pemimpin2 jang mempunjai prinsip jang dipegang teguh. Bahwa ada kekurangan2nja, itu memang persoalan biasa. Mestinja pemimpin Parmusi itu dapat beladjar dari mereka bagaimana konsistent dengan prinsip2”.
Achirnja sambil berkelakar Jusuf Hasjim mengatakan, “memang kalau tjerita Nagasasra Sabuk-inten di-bawa2 kebidang politik bisa sulit”. (DTS)
Sumber: SINAR HARAPAN (25/03/1971)
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku II (1968-1971), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 665-666.