SEKTOR PERTANIAN DIJADIKAN PANGKALAN MEMECAHKAN MASALAH SOSIAL EKONOMI

SEKTOR PERTANIAN DIJADIKAN PANGKALAN MEMECAHKAN MASALAH SOSIAL EKONOMI[1]

Lubukbesar, Kompas

Presiden Soeharto menegaskan, dalam seluruh gerak pembangunan, sektor pertanian, selalu diberi prioritas tinggi. Karena selain merupakan sektor yang menjadi sumber kehidupan bagian terbesar rakyat, sektor pertanian itulah yang dijadikan pangkalan untuk memecahkan masalah-masalah sosial ekonomi yang besar seperti perbaikan mutu makanan rakyat, perluasan kesempatan kerja, peningkatan ekspor, pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan hidup, serta pembangunan pedesaan dan pemerataan.

Hal itu dikemukakan oleh Kepala Negara saat meresmikan pabrik pengolahan kelapa sawit PT Tidar Kerinci Agung (TKA) dan perluasan pabrik teh PT Perkebunan VIII di Desa Lubukbesar, Kabupaten Sawahlunto Sijunjung, sekitar 300 kilometer dari Padang, Sumatera Barat, hari Kamis (7/5)

PT. TKA memiliki areal seluas 27.394 hektar dan sampai bulan Maret lalu sudah ditanami kelapa sawit seluas 15.000 hektar. Presiden komisaris perusahaan ini ialah Prof Dr Sumitro Djojohadiku sumo dengan komisaris Ny. Siti Hediati Prabowo. Direktur Utama pernsahaan itu adalah putra Sumitro sendiri, yakni Hashim S. Djojohadikusumo, sedangkan direkturnya adalah Syamsoel bahri. Pengolahan kelapa sawit yang berkapasitas 30 ton tandan buah segar perjam berikut perkebunannya menelan investasi Rp 115milyar.

Selain proyek pertanian, Presiden Soeharto kemarin siang meresmikan proyek pengembangan fasilitas Pelabuhan Laut Telukbayur di Padang. Secara terpisah, Ny. Tien Soeharto di Padang meresmikan Gedung Wanita Sumbar dan Mesjid Annur, Yayasan Annur Insani Indonesia. Setelah itu. Ny. Tien Soeharto meresmikan Gedung Kebudayaan Abdullah Kamil, Yayasan Genta Budaya.

Harus Didukung

Menurut Presiden Soeharto, pemecahan masalah yang besar tersebut tentu saja tidak rnungkin diselesaikan oleh sektor pertanian sendiri, melainkan harus didukung oleh sektor-sektor lainnya. “Namun, sektor pertanian sungguh besar peranannya,” katanya.

Presiden bersyukur, pembangunan pertanian dapat mencapai kemajuan yang menggembirakan. Swasembada beras dapat dipertahankan meskipun kebutuhan beras terus meningkat. Produksi perikanan dan peternakan yang sangat penting untuk meningkatkan mutu gizi makanan rakyat juga terus bertambah besar. Areal dan hasil perkebunan juga terus bertambah besar.

Dewasa ini, lanjut Kepala Negara, kebutuhan minyak kelapa sawit di dalam negeri sangat meningkat antara lain karena komoditi ini dapat di olah jadi minyak goreng, yang merupakan salah satu kebutuhan pokok rakyat. Minyak kelapa sawit juga menjadi olahan baku utama berbagai produk yang mempunyai pasaran cerah, seperti margarin dan sabun. Permintaan dunia terhadap minyak kelapa sawit juga besar.

Menteri Pertanian Wardojo melaporkan, pengembangan komoditi ini sudah dilakukan sejak tahun 1981. Ini untuk mengimbangi meningkatnya konsumsi yang meningkat dari delapan menjadi 10 kg per kapita per tahun. Produksinya juga meningkat dari 181.000 ton di tahun 1958, menjadi 3 juta ton tahun ini. Areal pertanian kelapa sawit pun kian tersebar di Sumut (41 persen), Riau (21 persen), Aceh dan Bengkulu sekitar 7 persen. Selain dikelola PT. Perkebunan (BUMN) yang memegang andil 51 persen, perkebunan kelapa sawit juga dikelola swasta 33 persen dan perkebunan rakyat 16persen.

Dalam temu wicaranya dengan para petani plasma dan anggota masyarakat lainnya, Presiden Soeharto menegaskan, dengan dibangunnya PT TKA ini berarti pembangunan tidak hanya dilakukan oleh pengusaha besar saja. Kepala negara juga memperoleh jawaban, perkebunan ini jelas telah memberikan manfaat bagi masyarakat setempat.

Sementara Gubernur Sumbar Hasan Basri Durin melaporkan, saat ini terdapat lebih dari 321.000 ha lahan perkebunan di Sumbar, lebih dari 56.000 ha di antaranya berupa perkebunan swasta. Selain itu telah dicadangkan 280.066 ha untuk perluasan perkebunan berbagai komoditi potensial.

Dalam kesempatan itu, Dirut PT. TKA Hashim S. Djojohadikusumo menyerahkan 2,5 persen saham PT. TKA kepada koperasi karyawannya.

Tidak Mudah

Ketika meresmikan Pelabuhan Teluk Bayur, Presiden Soeharto mengingatkan, upaya pengembangan pelabuhan dan membangun pabrik tidaklah mudah dan tidak murah. Untuk itu diperlukan dana, keahlian dan waktu. Karena itu, Presiden minta agar proyek yang telah berhasil dibangun dengan biaya tidak sedikit ini digunakan semaksimal mungkin dan dipelihara sebaik-baiknya, agar dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama. Semua itu dapat diwujudkan jika dalam melaksanakan tugas, semua pihak selalu berusaha sekuat tenaga untukmeningkatkan mutu.”Untuk itu dalam melaksanakan suatu pekerjaan kita harus dapat memberikan yang terbaik,” tegasnya.

Diingatkan pula, pelabuhan ini hanya akan berfungsi secara maksimal jika produksi daerah ini dapat ditingkatkan secara maksimal pula, baik produksi pertanian maupun perindustrian yang dimiliki BUMN, atau swasta maupun koperasi.

“Selesainya pembangunan pelabuhan ini hendaknya merangsang kegiatan berproduk si masyarakat Sumatera Barat maupun propinsi tetangganya,” kata Presiden Soeharto.

Pada bagian lain sambutannya, Kepala Negara juga menyatakan gembira bahwa anjurannya yang dikemukakan sekitar sepuluh tahan lalu agar perantau Minang mengirimkan Rp 1.000 per orang sebulan untuk membangun  kampung halaman kini sudah terwujud melalui Gerakan Seribu Minang.

Diharapkan, gerakan ini merupakan terobosan baru dalam melaksanakan strategi pembangunan nasional dari bawah. Kepada pimpinan berbagai masyarakat daerah lainnya, Presiden menganjurkan agar mempelajari rintisan para perantau Minang ini, baik rencana, keberhasilan, maupun masalah dan hambatannya.

Presiden juga gembira bahwa Gerakan Seribu Minang ini memprioritaskan pembentukan lembaga ekonomi yang menunjang produktivitas masyarakat, seperti Bank Perkreditan Rakyat dan trading house untuk memasarkan produksi.

Turut mendampingi Presiden Soeharto antara lain Menko Ekuin Radius Prawiro, Menteri Pertanian Wardojo, dan Menteri Perhubungan Azwar Anas.

Pembangunan fasilitas Telukbayur menghabiskan sedikitnya Rp.50 milyar, antara lain berupa penambahan panjang dermaga dari 450 meter menjadi 933 meter. Selain itu, dermaga yang semula terbuat dari kayu diganti menjadi beton. Juga dibangun lapangan penumpukan peti kemas, peralatan top leader, penambahan jaringan listrik baru, dan fasilitas lainnya. (sklmdp)

Sumber: KOMPAS (08/05/1992)

_______________________________________

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIV (1992), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 517-519.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.