SELAMAT DATANG 

SELAMAT DATANG [1]

Jakarta, Media Indonesia

ALHAMDULILLAH. Berkat doa segenap bangsa Indonesia, Presiden Soeharto dan Ibu Tien Soeharto mengakhiri lawatannya selama enam jam di Sarajevo dengan selamat. Lawatan itu selain bersejarah juga dinilai banyak pihak sebagai langkah yang amat berani. Lega rasanya, hila pagi ini Pak Harto dan rombongan menjejakkan kaki di Bandara Halim Perdanakusuma. Sebelumnya terus terang kita semua was-was. Benar, hidup dan hati kita serahkan sepenuhnya kepada Tuhan. Tapi ketika menyaksikan dari layar kaca, Presiden Soeharto berada di atas kendaraan berlapis baja, hati kita bercampur antara kebanggaan dan keharuan. Demi ikut mewujudkan perdamaian dunia sebagaimana diamanatkan UUD 1945, pemimpin bangsa kita mempertaruhkan nyawa di negara orang. Saat lawatan berlangsung, bumi Sarajevo masih panas. Masih terjadi penembakan oleh penembak gelap terhadap warga sipil. Sehari sebelum kunjungan Presiden Soeharto, pesawat utusan khusus Sekjen PBB Yasushi Akashi terkena tembakan saat akan mendarat di Bandara Sarajevo. Pasukan UNPROFOR (United Nations Protection Force) pun tak berani terbang setelah insiden penembakan pesawat rombongan Akashi itu. Yang juga melegakan, adalah hasil yang dicapai dalam lawatannya itu. Dalam pertemuan dengan Presiden Bosnia-Herzegovina Alija Izetbegovic di Sarajevo, Presiden Soeharto menyampaikan kesediaan Indonesia menjadi fasilitator untuk perundingan-perundingan secara langsung antara pihak-pihak yang bertikai, bagi penyelesaian secara damai, langgeng dan menyeluruh dalam krisis Bosnia-Herzegovina yang telah berlangsung beberapa tahun.

Kesediaan yang sama juga disampaikan kepada Presiden Kroasia. Memang kita tidak ingin dipuji negara lain karena lawatan bersejarah Presiden Soeharto itu. Kita yakin semuanya itu dilakukan Pak Harto secara tulus dalam kapasitas sebagai pemimpin bangsa yang cinta damai maupun sebagai Ketua Gerakan Non Blok. Lebih dari itu Pak Harto ingin menunjukkan keprihatinan sekaligus solidaritas terhadap sesama warga dunia. Sudah barang tentu harapan kita, mudah-mudahan kunjungan Presiden Soeharto itu-yang ditandai dengan kesediaan Indonesia menjadi fasilitator pertemuan antar pemimpin kedua bangsa itu -pada akhirnya menjadi rintisan terciptanya perdamaian yang langgeng di bumi Sarajevo. Perundingan-perundingan langsung antar para pemimpin sebagaimana yang disarankan Presiden Soeharto menjadi kenyataan.

Kesediaan Indonesia menjadi fasilitator, sebagaimana dikemukakan Menlu Ali Alatas, juga mempunyai arti yang sangat strategis. Dengan menjadi fasilitator, isi kesepakatan dan model pertemuan diserahkan sepenuhnya kepada mereka yang bertikai. Kita menilai sebuah tawaran yang sangat arif dan tidak bemuansa untuk turut campur terlalu jauh. Bagi kita, langkah yang diayunkan Presiden Soeharto, tidak perlu mendapat pujian, apalagi tepukan tangan secara gempita dari bangsa lain. Yang kita perlukan adalah kesamaan persepsi dan semua bangsa, bahwa perdamaian di Bosnia memang mutlak perlu diwujudkan. Sudah cukup banyak nyawa yang dikorbankan, tetesan darah dan segala penderitaan telah diberikan. Perdamaian yang langgeng, hidup berdampingan dalam kesederajatan/bagaimana pun lebih baik ketimbang pertikaian berkepanjangan. Sejarah kiranya akan mencatat keberanian berkorban putra Indonesia untuk mewujudkan cita-cita bangsa setelah 50 tahun Indonesia merdeka. Kita rentangkan tangan, menyambut hangat kehadiran Pak Harto, Ibu Tien dan segenap rombongan di negeri tercinta ini.

Sumber:MEDIA INDONESIA (13/03/ 1995)

____________________

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVII (1995), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 112-113.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.