SEMUA KEKURANGAN PEMBANGUNAN PERTANIAN DAPAT DIATASI
Kalau Petani Mengelompok dalam KUD
Semua kekurangan dalam pembangunan pertanian saat ini dapat diatasi bila petani mengelompokkan diri dalam wadah yang telah disetujui dan direstui Pemerintah, seperti koperasi unit desa (KUD), dan para pamong, tokoh masyarakat desa, ulama, guru dan lain-lain mendampingi KUD dalam wadah Badan usaha unit desa (BUUD).
Demikian antara lain sambutan Presiden Soeharto dalam acara temu wicara dengan para kontak tani Kabupaten Subang, Karawang, Purwakarta dan lain-lain di Jabar Utara, bertempat di desa Timurgintung, Kabupaten Subang.
Presiden mengakui bahwa KUD yang pada hakekatnya milik penduduk desa sendiri, saat ini belum menjadi milik penduduk desa, sehingga banyak masalah dalam pembangunan pertanian ini yang kurang menguntungkan petani. Misalnya terlambatnya pembelian gabah petani oleh KUD pada saat panen, kesulitan pemasaran produksi petani dan lain-lain.
Pada dialog tersebut beberapa kontak tani dari beberapa desa melaporkan keterlambatan KUD dalam membeli (mengangkat harga) gabah petani. PPL (penyuluh pertanian lapangan) Sumurgintung malah menerangkan kepada Kompas, sampai saat ini sekitar 640 petani desa Sumurgintung yang menjadi anggota Intensifikasi khusus (lnsus), yaitu Insus I sampai dengan IV, sama sekali belum menjadi anggota KUD yang letaknya sekitar tujuh kilometer dari desa ini.
Ketua Insus Harapan Jaya II yang dikunjungi Presiden itu bernama Amadi, mengatakan bahwa panen besar saat ini sudah berlangsung sekitar 20 hari, namun KUD belum mulai membeli.
Adapun gabah petani dijual kepada para tengkulak dengan harga Rp. 8000,-/kuintal, meskipun menurut tabel rafaksi gabahnya setaraf dengan harga Rp. 8600.-/kuintal (jadi pembelian itu berada di bawah harga dasar). Para tengkulak mendatangi rumah petani dan membeli gabah yang sudah dijemur sekitar dua hari.
Menurut Presiden, seharusnya jauh sebelum panen tiba, petani yang menjadi anggauta KUD itu telah mengadakan musyawarah untuk menyiapkan rencana pembelian produksi petani oleh KUD, supaya harganya tidak jatuh di bawah harga dasar yang ditentukan Pemerintah. Saat panen sudah diketahui, demikian juga jumlah panenan nanti sehingga seharusnya KUD benar-benar bisa menyiapkan dana maupun cara kerjanya untuk menghadapi panen besar tersebut. Namun karena KUD memang belum menjadi milik rakyat, semua itu belum terjadi, sehingga petani terpaksa menjual panenannya kepada para tengkulak.
Pelita III mutlak
Presiden Soeharto menjelaskan bahwa penyusunan ekonomi bangsa Indonesia adalah atas dasar pasal 33 UUD 45 yaitu atas usaha bersama dan kekeluargaan, dan ini berarti tak lain koperasi.
Diakui oleh Presiden bahwa koperasi saat ini memang kurang menarik dan masih perlu dibenahi. Namun koperasi mutlak, harus dibentuk, oleh karena itu, Pemerintah mengutamakan pembentukan BUUD/KUD. Ini dalam jangka jauhnya hanya untuk melindungi rakyat, supaya rakyat kecil bisa didukung dan dibantu oleh koperasi. Dalam Pelita III ini pembangunan BUUD/KUD mutlak.
Beberapa desa administrasi digabungkan untuk bersama-sama membentuk KUD, yaitu suatu unit ekonomi yang bisa bergotong-royong. Pemerintah akan melengkapi dengan sarana-sarananya, memberi kredit dan lain-lain sehingga KUD mampu menampung, mengolah dan memasarkan produksi petani.
Ditegaskan oleh Presiden, tidak hanya program Bimas/lnmas saja yang harus didukung petani. Sebaliknya KUD juga harus didukung petani. Sebaliknya KUD juga harus mendukung semua kegiatan petani khususnya program intensifikasi. Oleh karena itu bila belum ada KUD, harus segera dibentuk dan semua orang harus menjadi anggota KUD.
Dalam hal ini Presiden minta kesadaran rakyat, sebab saat inilah waktunya untuk membangun dasar bagi tegaknya koperasi sebagai soko guru ekonomi nasional.
Untuk mengumpulkan modal koperasi harus menggunakan sistem menabung. Pemerintah akan menjamin bahwa di masa depan tidak akan menggunakan kebijaksanaan moneter menggunting uang. Sebab ini hakekatnya minta pajak secara paksa kepada rakyat. Demikian kebijaksanaan Pemerintah yang dijelaskan oleh Presiden Soeharto kepada ribuan petani di desa Sumurgintung.
KUD Menurut Petani
Sampai beberapajauh pengertian BUUD/KUD di kalangan petani yang sudah sukses melaksanakan program intensifikasi itu? Dalam temuwicara dengan Presiden di gubuk tengah sawah Insus Harapan Jaya II, Arnadi dan kawan-kawannya melaporkan, sebelum ikut Insus, produksi sawahnya hanya sekitar 4,5 ton padi kering pungut per hektar.
Namun setelah ikut Insus, bisa rnencapai 7,5 ton/ha dan diharapkan panen saat ini bisa mencapai lebih 9 ton/ha. Bahkan seorang petani di Subang pernah bisa mencapai produksi 15 ton per hektar.
Manfaat Insus memang sangat besar sekali, sebab petani bisa bergotong-royong mengerjakan, usaha tani secara serentak, dan dengan penuh melakukan panca usaha tani.
Namun sayang, KUD I sampai saat panen itu belum melakukan pembelian, baik langsung maupun lewat pedagang pengumpulnya Lurah Sumurgintung mengatakan, sebenarnya pembentukan KUD sudah lebih tiga tahun yang lalu (sebelum lurah ini menjabat). KUD ini merangkum tiga desa yaitu Gunung Sembung, Gunung Gembor dan Sumurgintung di Kedudukan KUD di desa.
Gunung Sembung kira-kira tujuh kilometer dari desa Sumurgintung, ternyata meskipun sudah berumur lebih tahun, menurut lurah ini, masih kekurangan. Kontak tani adalah petani teladan di desanya dan dari petani peserta Insus, sekitar 75 persen adalah kontak tani. Namun menurut PPL Sumurgintung, 640 petani peserta Insus di desa ini belum jadi anggauta KUD.
Apakah petani-petani ini tidak mempunyai kesadaran berkoperasi? Ternyata memang tidak! Menurut keterangan PPL, di Insus Harapan Jaya I yang telah memenangkan Iomba Insus, telah terbentuk suatu kegiatan pra koperasi.
Mereka telah mempunyai kegiatan simpan-pinjam, pengadaan benih bersama bahkan lumbung paceklik yang dikelola secara koperatip. Artinya gabah dikumpulkan dari anggauta untuk kemudian dipinjamkan kepada anggauta yang kekurangan pangan, dikembalikan pada saat panen, sedang bagian lainnya diputar sebagai modal jual beli gabah/beras. Kegiatan ini juga diikuti oleh Insus-insus lainnya. Sekarang ini sudah ada 15 Lumbung Sejahtera (lumbung paceklik) dengan padi simpanan sekitar 10 ton.
Selain kerjasama koperatip, usaha tani ini juga berkembang dengan hasil pengadaan kios desa untuk mensuplai pupuk dan pestisida dengan sebuah gudang nya, penangkar benih sembilan hektar, regu pemberantas hama dan lain-lain.
Ketua Insus Harapan Jaya L. Arnadi mengatakan kepada Kompas, kesulitannya adalah bahwa dalam penentuan harga gabah petani selalu kalah dengan tengkulak.
Keinginan untuk memperbesar sistem lumbung paceklik sehingga menjadi usaha prekoperasi untuk mengumpulkan produksi petani dan memasarkan bersama kepada KUD atau pedagang yang mau membeli dengan harga baik, belum bisa terlaksana karena tidak punya modal.
Akibatnya harapan pendapatan meningkat dengan harga bagus, belum pernah dinikmati meskipun produksi terus meningkat. Apakah KUD belum pernah memberi penerangan? Arnadi menjawab siapa pengurusnya pun baru beberapa hari yang lalu dilihatnya.
"Apakah KUD mampu melayani tiga desa tersebut?" tanya Kompas. Seorang kontak tani menjawab, yang sudah terjadi adalah KUD menggunakan pedagang pengumpul.
Tentu saja pedagang pengumpul ini cari untung dari dua pihak, minta upah KUD dan mencari untung dari peristiwa membeli gabah petani. Jadi petani tetap mendapat harga pembelian di bawah harga dasar. Lagi pula pengurus KUD cenderung untuk tidak memperbanyak petugas/pegawai KUD pengumpul gabah yang beroperasi di desa-desa, sebab ini berarti ongkos pengelolaan bertambah dan juga risiko kebocoran meluas.
Lehih baik kerjasama dengan para tengkulak atas dasar huhungan dagang dan mencari untung pada selisih pembelian KUD dan penjualannya kepada Dolog. Kalangan petani memang merasakan adanya jarak pemisah antara kelompok usaha tani Insus dengan KUD ini, namun kontak tani ini tidak tahu bagaimana Pemerintah akan mempertemukannya atau menjembataninya.
Berapa Saja Dibeli
Presiden Soeharto dalam dialog dengan petani tersebut menyatakan bahwa Pemerintah akan membeli berapa saja gabah yang berada di bawah harga dasar asal memenuhi persyaratan.
Persyaratan tentang kadar air hampa dan kotoran ini penting sehah gabah itu akan disimpan dan dijual kepada rakyat Indonesia lainnya. Jadi Pemerintah juga harus menjamin kualitas yang cukup hagus hagi rakyat konsumen itu.
Untuk pelaksanaannya, para petani harus menyadari dan mengerti pangan Pemerintah yang dilaksanakan lewat Bulog/Dolog, KUD dan Team Tugas Khusus Petani hendaknya tidak tergesa-gesa menjual gabahnya dan sedapat mungkin diproses dulu. Sehingga memenuhi persyaratan dan memperoleh harga yang baik.
Suatu keanehan terjadi, ketika Kompas menanyakan kepada pengurus Insus Harapan Jaya ll sebelum dialog dengan Presiden, apakah petani menjual gabahnya segera setelah panen atau menunggu sampai harga membaik.
Dijawab, kalau bisa, memang menunggu, tetapi kalau tidak bisa dielakkan, ya terpaksa dijual segera. Dan memang banyak yang tak bisa mengelak. Ketika ditanya Presiden tentang hal yang sama, dijawab bahwa penjualan padi petani dilakukan sebulan sekali panen. Padahal peserta Insus ini rata-rata petani kecil, yaitu dengan tanah garapan rata-rata 0,85 hektar.
Menurut Presiden Soeharto, Swasembada pangan hukan masalah lagi, sebab dari empat juta hektar sawah dengan pengairan teknis ternyata hanya separo yang benarbenar punya saluran tersier, sehingga hisa menanam padi dua kali setahun. Sehingga bila pembangunan irigasi sudah selesai, luas panen akan meningkat delapan juta hektar ditamhah tiga juga hektar sawah tadah hujan.
Bila yang berpengairan teknis bisa memproduksi empat ton beras perhektar, produksinya sudah 32 juta ton beras, belum ditambah dari produksi sawah tadah hujan.
Oleh karena itu, Presiden minta supaya semua petani berusaha melaksanakan panca usaha tani secara penuh dan meningkatkan usaha tani berkelompok Insus.
Mengenai pembangunan jaringan irigasi, Presiden minta kesadaran para petani, bila sebagian kecil areal sawahnya diminta Pemerintah untuk membangun saluran tersier. Sebab pembangunan saluran itu nantinya juga untuk kesejahteraan petani dan anak cucunya dikemudian hari.
Pertemuan dengan para petani Subang yang diawali dengan Presiden memotong padi petani ini, diikuti oleh Menteri Pertanian Prof. Ir. Soedarsono Hadisapoetro, Menmud Urusan Produksi Pangan Ir. A Affandi, Dirjen Pertanian Tanaman Pangan Ir. Wardojo, Gubernur Jabar Aang Kunaefi, Sesdalopbang Solichin GP, dan pejabatpejabat daerah lainnya.
Presiden Soeharto dalam acara ini menunjukkan kebolehannya berpidato tanpa teks, seluruhnya lebih 2,5 jam pada tiga tempat di tengah sawah, di tengah jalan yang diberi tenda dan di halaman sekolah.
Dialog yang dilangsungkan dengan intim, sehingga meskipun semula para petani agak gemetar namun menjadi berani dan lancar karena penerimaan Presiden yang penuh kekeluargaan dan terbuka.
Gegap Gempita
Seorang petani dari Cimalaya Karawang malah tanpa takut-takut mengajukan permintaan yang bernada memerintah, sehingga membuat pertemuan menjadi gegap gempita oleh ketawa.
"Bapak Presiden, dengan Insus produksi bisa ditingkatkan dari rata-rata hanya 7,3 ton padi kering pungut per hektar menjadi sekitar 11 ton per hektar. Tetapi Bapak Presiden, sawah kami terancam olah bahaya busuk dan yang menurut petugas petani, penyebabnya karena kurang KCL
Oleh karena itu, atas nama petani Cimalaya, “saya minta selekas mungkin didrop KCL. Demikian juga selekas mungkin didrop Furadan sebab kupu-kupu banyak berterbangan, Karena jalan-jalan di daerah kami banyak yang rusak, maka kepada Bapak atas nama pemerintah (Hadirin ketawa) Bupati supaya jalan-jalan segera diperbaiki," katanya.
Seorang petani dari Subang H. Soleh, malah berani mengkritik Presiden yang dinilai pilih kasih, karena telah memberi para kontak tani wanita seuntai buah anggur, sedang kontak tani pria hanya menonton saja, Presiden kontan tertawa terbahak-bahak dan menyerahkan untaian besar buah anggur kepada Haji Soleh ini.
Permintaan H. Soleh adalah kredit traktor untuk petani Subang, Presiden mengatakan sudah menyediakan kredit tersebut dan akan diberikan secara selektif sesuai situasi dan kondisi desa bersangkutan.
Seorang kontak tani wanita mengeluh gemetaran ketika berbicara karena biasanya hanya menghadapi camat atau paling banter Menmud. Permintaannya adalah bulldozer untuk membuat lapangan olah raga di desa yang berbukit-bukit di kaki gunung Tangkuban Perahu.
Jawab Presiden, hal ini sangat bagus, pertanda bahwa petani sudah mengembangkan perhatiannya kepada bidang sosial budaya, bukan hanya pembangunan pertanian saja. Dan Presiden menganjurkan kepada petani supaya usaha ini dilaksanakan sesuai dengan keadaan di desa, kalau tak bisa membuat lapangan sepak bola, buatlah lapangan volley, badminton, pingpong, bahkan terutama atletik.
Sebab "regu sepak bola kita kalah karena kurang landasan atletiknya," kata Presiden.
Pada akhir pidatonya di sekitar sawah yang menguning itu. Presiden mengatakan;
"Saya hanya mau mengajukan satu pertanyaan tetapi harus dijawab dengan sejujurjujurnya. Kami sudah berusaha sekuat tenaga melaksanakan pembangunan yang relatif baru 10 tahun, sekalipun masih jauh dari harapan, kalau mendengar penilaian dari beberapa pemimpin, kemudian diulas lagi dalam surat kabar, bahwa pembangunan pada saat ini hakekatnya hanya membawa kemelaratan dan menimbulkan jurang pemisah antar yang kaya dan miskin. Berarti menimbulkan kesengsaraan pada rakyat, apa ya benar? Padahal terutama pembangunan di desa yang diutamakan ?”
Jawab rakyat secara spontan" "Tidak benar"
Presiden berjanji akan melanjutkan pembangunan selama rakyat masih mempercayainya. Spontan secara kosekwen Presiden akan melaksanakan terus pembangunan, tetapi tak ada artinya pembangunan tanpa partisipasi rakyat. Presiden mengajak seluruh rakyat untuk bekerja keras dan menikmati hasil pembangunan secara wajar. (DTS)
…
Timurgintung, Subang, Kompas
Sumber: KOMPAS (27/03/1980)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku V (1979-1980), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 931-936.