Siap Jadi Pagar Hidup

Solo, 28 Oktober 1998

Kepada

Yth. Pak Soeharto

di Ndalem Jakarta

SIAP JADI PAGAR HIDUP [1]

Assalamu’alaikum wr. wb.

Sejak saya mengikuti penataran P4 dan latihan kepemimpinan Nasional XXII di Cibubur tahun 1990 (tepatnya ketika saya membaca Prasasti di pintu gerbang kantor Menpora), sering saya berupaya untuk secara langsung melihat Bapak dari dekat. Terakhir, keinginan tersebut bisa terlaksana ketika Bapak membuka Muktamar NU tahun 1994 di Ponpes Cipasung, Tasikmalaya. Itu adalah cerita mengenai keinginan seorang anak bangsa yang sangat-sangat ingin bertemu dengan Presidennya.

Keinginan yang demikian besar ini belum terlaksana, tiba-tiba saya dikejutkan oleh langkah Bapak pada tanggal 21 Mei untuk mundur. Saat itu saya mbregidik/merinding/bergetar, serasa tak percaya. Dan puncaknya ketika tanggal 22 Mei Bapak dihujat oleh orang-orang yang mengatasnamakan reformis. Saya hanya bisa (maaf) menangis. Emosi saya yang seperti ini saya lampiaskan dengan menghubungi Pak Sriyanto (lewat telepon) di Ndalem Kalitan. Saat itu saya menangis sampai-sampai saya katakan siap mati sebagai pagar hidup Bapak (istrisaya yang ada di sebelah menangis atas ucapan saya tadi, karena kami memang keluarga muda yang baru memiliki satu anak berumur 5 bulan).

Itulah cara saya dalam menemani Bapak di pertengahan Mei 1998. Sejak saat itu saya sering menelepon ke Pak Sriyanto. Niatan saya untuk mengirim khabar kepada Bapak oleh Pak Sriyanto disarankan lewat surat saja, asal jangan panjang-panjang.

Hormat saya kepada Bapak sampai saat ini masih tetap seperti dulu. Saya masih sangat-sangat ingin dekat dengan Bapak, saya ingin belajar banyak dari Bapak. Doa saya, semoga Allah SWT senantiasa memberi kesehatan, kebijaksanaan, kekuatan, kerendahan hati, ketabahan, kesabaran yang lebih kepada Bapak dan keluarga. Amin.

Mohon maaf atas kelancangan saya, semoga Bapak berkenan, terima kasih. (DTS)

Hormat saya,

Ir. Mohd. Harisudin, M.Si

Solo

[1]  Dikutip langsung dari dalam sebuah buku berjudul “Empati di Tengah Badai: Kumpulan Surat Kepada Pak Harto 21 Mei – 31 Desember 1998”, (Jakarta: Kharisma, 1999), hal 107-108. Surat ini merupakan salah satu dari 1074 surat  yang dikirim masyarakat Indonesia dari berbagai pelosok, bahkan luar negeri, antara tanggal 21 Mei – 31 Desember 1998, yang menyatakan simpati setelah mendengar Pak Harto mengundurkan diri. Surat-surat tersebut dikumpulkan dan dibukukan oleh Letkol Anton Tabah.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.