SUDOMO: PEJABAT JANGAN ASAL NJEPLAK, TANYA DULU KALAU ADA MASALAH
Jakarta, Pelita
Pejabat dan tokoh masyarakat kalau belum tahu duduk persoalannya jangan asal njeplak (asbun). Periksa dahulu permasalahannya, dengarkanlah pihak-pihak yang terkait, jangan hanya mendapat masukan dari satu pihak, terus ngomong.
MenkoPolkam Sudomo mengatakan hal itu menjawab pertanyaan wartawan, Sabtu pagi sehubungan dengan beberapa kasus yang akhir-akhir ini sempat ramai di masyarakat.
Di ruang kerjanya, Sudomo setelah menerima Panitia Pertemuan Nasional Fokus Maker IT, yang di pimpin Ketua Panitia Posma Radjaguguk dan Syarifuddin Sinaga, lebih lanjut mengatakan, jika ada satu masalah, pejabat atau siapa saja jangan cepat-cepat bicara. Tanyakan dulu pada pihak lain. Kalau bisa dimusyawarahkan, kenapa tidak dilakukan. Bila perlu kasus tersebut bawa kepengadilan.
Karena itu, ujar Sudomo, kalau ada masalah cepat bentuk tim untuk melakukan pemeriksaan. Cek duduk persoalan baru keluarkan statement. Kalau tidak mengerti duduk persoalan, bilang tidak tahu. Jangan karena gengsi takut dibilang tidak berbobot, terus ngomong, yang malah bikin resah.
Berkaitan dengan kasus lapangan golf di Cimacan, Jawa Barat, dijelaskannya, semua pihak hendaknya di dengar. Sehingga persoalannya menjadi jelas. Bila ada unsur pemaksaan dalam pembangunan lapangan golf tersebut, periksa semua unsur yang terlibat.
Perlu Definisi
Sebagai Presiden PGI sejak dahulu, Sudomo tidak setuju pembangunan lapangan golf di atas tanah pertanian. Karenanya dalam pembangunan suatu industri hendaknya lingkungan di ikuti serta, sehingga mereka merasakan hasil dan kehadiran industri tersebut (community development). Lapangan golf, menurut Sudomo, adalah paru paru kota.“Kalau tidak ada lapangan golf Jakarta tidak ada hujan,” ujarnya.
Menjawab pertanyaan Sudomo mengatakan, masalah kebebasan atau keterbukaan perlu definisi yang jelas. Kebebasan atau keterbukaan merupakan salah satu aspek dari demokrasi. Kebebasan untuk menyampaikan pendapat.
Diakui Sudomo bahwa pejabat tidak ada keterbukaan. Tetapi jangan pula diartikan keterbukaan itu bebas mau ngomong apa saja.
Keterbukaan terhadap informasi yang ada, dan juga terbuka terhadap pelayanan masyarakat. Di dalam keterbukaan hendaknya selalu disampaikan dengan sopan santun, jangan menyinggung masalah pribadi, baru obyektif, dan jangan menyampaikan pendapat yang akan meresahkan masalah dan masyarakat. “Sebab itu merupakan proses sosial dissosiatif,” ujar Sudomo. Boleh mengritik dengan tata krama yang baik.
Selama ini parpol dan ormas banyak mencari konsesus tentang keterbukaan. Oleh sebab itu, perlu kita rumuskan dahulu tentang keterbukaan itu.
Budaya Bisik-Bisik
DPR selama ini tidak mempergunakan haknya untuk menyampaikan pendapatnya. “Padahal mereka punya hak itu. Ini kembali soal mutu,” tegas Sudomo.
Sementara Riswan Helmi Nasution, Wakil Ketua Umum BPPH ipmi mengatakan, selama ini kalau ada keterbukaan informasi tentu tidak perlu terjadi adanya penggusuran. Pemerintah hendaknya menyampaikan kepada masyarakat, daerah mana saja yang akan dibangun. Akhimya masyarakat tentu tidak akan melanggar tata kota yang sudah direncanakan itu.
Selama ini, menurut Riswan, budaya keterbukaan informasi itu adalah budaya bisik-bisik. Informasi sangat mahal, para pejabat harus penyampaikan perencanaan di bidangnya masing-masing dan masyarakat memperoleh itu.
Sumber : PELITA(31/07/1989)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XI (1989), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 267-269.