T0PIK: TEPAT, PAK HARTO KEAUSTRALIA[1]
Oleh T.Taufiqulhadi
Jakarta, Media Indonesia
WAJAHNYA tampan dan selalu diiringi senyum ramah jika berbicara. David, 32, yang salah satu kakinya tidak sempurna karena terserang penyakit sernasa kecil, rnengabaikan segala “kemungkinan kendala” fisiknya-demi mernenuhi keinginan tabu saya-ia mengantar saya ke luar Canberra untuk menyaksikan Kangguru. Ketika saya tertawa rnenyaksikan seekor anak Kanggum yang terus-menerus gagal masuk ke kantong ibunya karena terburu-buru sebab takut kepada kami, David tersenyum puas, “Besok kita lihat koala,” katanya. Keesokannya, seseorang gadis belia, Tricia, namanya, muncul di hotel saya ia mengatakan, David ada keperluan mendadak, jika bersedia ia akan mengantar melihat koara. Saya mengangguk, maka kami pergi lebih jauh ke arah barat ke luar Canberra,
bersama gadis yang bisa berbahasa Lndonesia dengan fasihnya ini Ia bercerita, sebagai mahasiswa, ia sempat tinggal di sebuah perkampungan, di provinsi Jambi, selama enam bulan pada seorangjanda baik hati. “Kini saya rindu pada ibu Rukiyah dan padi menguning menjelang panen,” katanya, seraya matanya menatap jauh. Di Jakarta saya berkenalan dengan puhi mantan gubemur Jenderal Australia, yang telah tinggal di Jakarta selama beberapa tahun dan sudah menganggap Indonesia seperti negerinya sendiri. Saya bertemu terakhir ketika ia tengah mengunyah tahu seraya menggigit cabe hijau.
“Mau,” ia menawarkan tahu kepada saya. Saya menggeleng. “Ah, mentang mentang orang Sumatra,”katanya dengan bahasa Indonesia medok Jawa. Saya tertawa. Dari ketiga anak muda ini, saya berupaya-mungkin terlalu simplistis-memahami Australia baik sisi karakter orangnya maupun pandangan personal mereka terhadap Indonesia.
David, keturunan Irlandia yang tidak ada hubungan emosional dengan Indonesia, mewakili sosok generasi muda Australia yang tengah berubah sangat ramah-jauh dari citra moyangnya yang keras kepala. Tricia mewakili kebanyakan mahasiswaAustralia ,yang semakin suka menjadikan Indonesia , karena alamnya penuh keunikan, sebagai tempat menyalurkan hobi bertualang dan romantisme muda mereka. Sementara putr mantan gubernur jenderal ini, adalah tipikal generasi muda Australia yang memiliki minat di bidang politik praktis. Persentuhan fisik dan non-fisik bertahun-tahun dengan Indonesia, diyakininya sebagai bekal baik menjadi politisi Australia yang sungguh-stmgguh di masa mendatang. PM Paul Keating dan Menlu Gareth Evans, adalah dua personifikasi Australia yang respek terhadap Indonesia baik secara personal maupun dari pandangan politiknya. kendati keduanya tidak memiliki kesempatan yang sama seperti ketiga anak muda di atas. Tapi Keating mencamkan, hubungan inti Australia di Asia adalah Indonesia.
“Tidak ada negara mana pun yang lebih penting bagi Australia, kecuali Indonesia,” tegasnya di depan para pelaku bisnis Australia. Maka, ia pun dua kali datang ke Jakarta serta membina hubungan pribadi dengan Presiden Soeharto.
Wakil Presiden Indonesia Try Soetrisno mengunjungi Canberra September tahun lalu. Kunjungan tersebut, dengan penekanan pembicaraan keamanan regional, dinilai sangat berhasil dan Keating mengumumkan dengan bangga “hubungan kedua negara kini berkembang pesat.”
Tapi lazimnya hubungan antara tetangga, sebaik-baiknya menjaga sikap, sekali kali tetap berbenturan. Itu karena, dalam setiap “rumah” terdiri dari banyak anggota, bukan kepala rumah tangga saja. Blunder diplomatik dan politik, seharusnya suatu yang sudah diperkirakan antara dua negara bersahabat. Tapi jangan menjadikannya sebagai dasar saling membenci baru dan menghancurkannya segala jerih-payah yang pernah tercapai. Penolakan HLB Mantiri bukan dasar untuk menilai semua sikap Australia bermuka dua terhadap Indonesia. Dan, DPR jangan mem-fait accomply kepala negara dengan memintanya untuk menghentikan rencana kunjungannya ke Canberra. Presiden adalah personifikasi seluruh karakter Indonesia. Presiden Soeharto adalah simbol kebesaran, keramahan dan sikap pemaaf bangsa Indonesia. Sebagai pribadi besar dan simbol Indonesia, Pak Harto tidak akan menyakiti siapa pun, kendati mereka orang tak terkenal seperti David, Tricia atau putri seorang tokohAus tralia tadi -karena mereka juga cinta Indonesia.***
Sumber: MEDIAINDONESIA ( l5/07/1995)
____________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVII (1995), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 246-248.