Tajuk Rencana: HINDARI KEBIJAKAN YANG MEMBERATKAN

Tajuk Rencana: HINDARI KEBIJAKAN YANG MEMBERATKAN[1]

 

Jakarta, Suara Pembaruan

MEMANG benar pendapat sementara kalangan DPR yang menghendaki agar Pemerintah menghindari kebijakan-kebijakan yang menambah beban rakyat dalam rangka menanggulangi kemiskinan. Pendapat beberapa legislator dari tiga fraksi, yaitu F-KP, F-PP dan F-PDI menanggapi Instruksi Presiden kepada empat belas menteri untuk menanggulangi kemiskinan itu, diungkapkan hari Kamis (15/4) pekan lalu (Pembaruan, 17/4/93).

Pembenaran pendapat tersebut diberangkatkan dari tujuan utama pembangunan nasional, yang pada hakekatnya adalah meningkatkan kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat. Sedangkan kesejahteraan masyarakat tercermin antara lain pada kemampuan atau daya beli sehingga mereka bisa mencukupi kebutuhan hidup dari penghasilan yang diperolehnya. Dengan demikian, kebijakan-kebijakan yang diambil oleh Pemerintah dalam hal apa pun, seharusnya mengarah pada terwujudnya tujuan utama pembangunan nasional tersebut.

Kenyataan memang menunjukan, pembangunan nasional selama lima Pelita dan kini sudah memasuki tahun pertama Pelita VI, telah menunjukkan keberhasilan di berbagai sektor. Akan tetapi, dengan keberhasilan itu bukan berarti, tujuan utama pembangunan nasional kemudian seolah dilupakan. Keberhasilan pembangunan nasional itu, seharusnya justru memicu berbagai upaya yang selama ini dilakukan oleh Pemerintah sehingga kemapuan atau daya yang antara lain mencerminkan terwjudnya kesejahteraan masyarakat, bisa lebih ditingkatkan.

SEIRING dengan pelaksanaan nasional, perkembangan teknologi berbagai disiplin ilmu sekarang ini begitu melejit. Penggunaan berbagai macam peralatan yang pada umumnya cenderung serba otomatis dan canggih, misalnya, mencerminkan melejitnya teknologi tersebut. Di antaranya adalah sistem telekomunikasi menggunakan satelit yang mengangkasa di atas bumi dalam ketinggian tertentu. Begitu pula halnya sistem kerja menggunakan komputer dengan peralatan-peralatannya yang serba canggih. Dalam era globalisasi yang sekarang ini tampaknya tidak mungkin dielakkan, pelaksanaan pembangunan nasional agaknya pun tidak bisa “melepaskan diri” dari penggunaan peralatan yang serba otomatis dan canggih tadi. Otomatisasi pada hakikatnya merupakan output penggunaan peralatan yang serba cangih. Dengan adanya otomatisasi karena penggunaan peralatan yang serba canggih, berarti jumlah tenaga manusia yang digunakan kemudian menjadi berkurang.

Dengan demikian, otomatisasi seharusnya bisa menekan biaya pekerjaan yang dihasilkan sehingga biaya menjadi lebih murah dibandingkan dengan biaya apabila otomatisasi tidak digunakan. Akan tetapi, Prof. Dr. Ir. Andi Hakim Nasoetion sehubungan dengan hal tersebut, dalam tulisannya mengungkapkan sinyalemen bahwa otomatisasi di Indonesia mengakibatkan biaya pekerjaan yang dihasilkan melalui otomatisasi itu menjadi mahal (Pembaruan, 17/4/93).

Otomatisasi menggunakan berbagai macam peralatan serba canggih dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional tapi mengakibatkan biaya menjadi mahal ,juga akan menambah beban dan memberatkan masyarakat. Bertolak dari pemikiran itu, kebijakan mengenai otomatisasi agaknyapun merupakan sebagian dari kebijakan yang perlu dihindari. Kalaupun kebijakan mengenai otomatisasi itu diterapkan, kebijakan tadi seharusnya mengarah pada terwujudnya tujuan utama pembangunan nasional, yang antara lain tercermin pada meningkatnya kemampuan atau daya beli masyarakat.

KEBIJAKAN yang perlu dihindari karena menambah beban sehingga memberatkan masyarakat, terutama adalah kebijakan yang secara langsung maupun tidak langsung menyangkut hajat hidup orang banyak, baik kebijakan dalam rangka penerapan otomatisasi maupun kebijakan yang bukan dalam rangka penggunaan peralatan serba canggih itu. Hal itu terasa lebih perlu dihindari apabila diperhatikan, sebagian besar dari masyarakat pada umumnya belum begitu tersentuh oleh keberhasilan pembangunan nasional.

Masih adanya sekitar 27 juta jiwa yang kehidupannya sampai sekarang ini diakui oleh Pemerintah di bawah garis kemiskinan, misalnya, merupakan contoh yang menopang pemikiran untuk menghindari kebijakan yang menambah beban dan memberatkan masyarakat, terutama yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Kebijakan yang memberatkan sehingga menambah beban masyarakat, adalah tidak sejalan dengan tujuan utama pembangunan nasional, yaitu meningkatkan kesejahteraan yang antara lain tercermin pada meningkatnya daya beli masyarakat.

Di samping itu, kebijakan yang perlu dihindari tadi juga bukan hanya bertolak belakang dengan berbagai kebijakan lainnya sehubungan dengan upaya dalam rangka menanggulangi kemiskinan. Lebih dari itu, tidak tertutup kemungkinan bahwa kebijakan dimaksud bisa memicu kerawanan sosial yang pada gilirannya dapat mengganggu stabilitas nasional.

Sumber: SUARA PEMBARUAN (21/04/1993)

_____________________________

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XV (1993), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 406-408

.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.