Tajuk Rencana: KABINET SELESAI MASA BHAKTINYA [1]
Jakarta, Merdeka
Masa bhakti Kabinet Pembangunan Indonesia selesai sudah. Selama lima tahun para pembantu Presiden Soeharto telah melakukan segala daya upaya untuk menunaikan tugasnya masing-masing sesuai dengan fungsinya.
Tentu saja berbagai kalangan masyarakat ada yang menilainya telah berhasil. Tetapi tidak kurang juga ada sementara penilaian secara perseorangan bahwa para pembantunya itu belum berhasil atau kurang berhasil.
Namun demikian secara keseluruhan tentunya penilaian tersebut akan terpulang kepada Presiden sendiri sebagai Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Dan apakah penilaiannya itu positif atau agak negatif, selayaknya ditunggu sampai sidang umum MPR nanti dilangsungkan.
Tetapi yang terpenting sekarang ini hendaknya sorot pandang kita diarahkan kemasa-masa selanjutnya. Biarlah yang lalu berlalu sudah. Biarlah kita jadikan pelajaran dan catatan sejarah saja. Yang penting, bagaimana nanti.
Dalam menyongsong hari esok, minimal selama lima tahun mendatang, adakah Presiden yang memiliki hak prerogatif sudah mengevaluasi siapa-siapa yang bakal menjadi pembantunya? Dan apakah seluruh pembantunya masih berada dalam lingkungan jajaran birokrasi atau ada sebagian yang di luar jajaran birokrasi sekarang ini. “?
Pertanyaan-pertanyaan seperti ini banyak menggamit setiap pikiran banyak kalangan, baik yang kini masih menduduki posisi para pembantu Presiden maupun yang berada di luar jajaran tersebut. Mereka pada umumnya selalu mempertanyakan teka-teki itu.
Siapakah yang bakal diangkat atau yang dipilih Presiden dalam penyusunan kabinet yang paling memiliki nilai historis, sentral dan strategis nanti? Adakah masih ada sebagian dari mereka yang menjadi pembantunya kini? Atau sama sekali merupakan wajah-wajah baru stok lama? atau wajah-wajah baru stok baru?
Dalam rangka sumbang saran sebagai anak-anak jaman Indonesia sekarang, kiranya setiap pandangan atau persepsi kita semua hendaknya selalu mengacu kepada tanda-tanda jaman atau tuntutan sejarah. Bagaimana kira-kira sejarah atau jaman yang akan terjadi dalam lima tahun ini?
Adakah bangsa Indonesia akan menghadapi terpaan dan tantangan berat, baik politik, ekonomi maupun sosial budaya militer? Adakah tantangan-tantangan itu sudah bisa di identifikasi sejak dini? Misalnya, seperti mengenai angin topan perubahan global yang maha cepat dan mendasar selama ini.
Dengan mengacu kepada identifikasi tantangan dan fenomena-fenomena baru yang bakal dihadapi nanti, kiranya segala sesuatu pilihan dan tindakan akan bisa terbantu. Kini yang menjadi pertanyaan mendasar, apakah bentuk-bentuk tantangan yang bakal kita hadapi itu?
Hampir semua kalangan memperkirakan pada lima tahun nanti, dunia termasuk Indonesia niscaya bakal menghadapi tantangan kesenjangan sosial ekonomi antar negara maju dan negara berkembang yang kian meluas. Dan karenanya tidak mustahil kondisi sosial ekonomi seperti itu akan menimbulkan berbagai “pertempuran perdagangan”.
Dengan kondisi sosial ekonomis global seperti itu, layak pula kalau nantinya banyak negara lebih mempertimbangkan kepentingan nasionalnya ketimbang kepentingan solidaritas antar bangsanya. Bahkan secara nasional, tidak mustahil pula setiap etnis akan lebih memperhatikan kepentingan-kepentingannya ketimbang seluruh bangsanya.
Dari sisi sosial politis, orientasi serba negara (state oriented) jelas akan lebih mengemuka ketimbang orientasi non etatisme. Konsekuensi logis dari kondisi politis seperti itu tentunya akan kian menyemarakkan tumbuh berkembangnya iklim nepotis (kekerabatan), monolit serta elitisisme.
Belum lagi dari perkembangan sosial budaya nasional akan kian tumbuh berkembang pula alam yang selalu serba agamis sektoral. Embrio sosial etnis akan juga tercermin dari muatan-muatan agamis tadi. Sehingga yang mencuat ke permukaan tentunya yang sangat menyolok adalah masalah-masalah yang ada kaitannya dengan etnis dan agama.
Kalau perkiraan identifikasi tantangan-tantangan di masa depan itu benar seperti tadi, maka suka atau tidak bagaimana pun Presiden terpilih yang memiliki hak prerogatif hendaknya selalu berupaya menyusun kabinet sesuai dengan tantangan-tantangan tersebut. Itu berarti di dalanmya harus terkandung muatan-muatan kekuatan nasionalis, agamis serta kerakyatan. Dengan kemajemukan tokoh-tokoh yang sesungguhnya merupakan isi gua garba kebangsaan Indonesia selama ini, niscaya susunan kabinet mendatang akan sangat relevan dengan tuntutan-tuntutan jaman dan tantangan tantangan sejarah. Pada akhirnya suka atau tidak, semua kita harus benar-benar menghayati apa isi kekuatan-kekuatan arus bawah bangsa Indonesia selama ini.
Sumber: MERDEKA(04 /02/1993)
_________________________________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XV (1993), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 72-74.