TAJUK RENCANA: KUNJUNGAN PRESIDEN KE SARAJEVO[1]
Jakarta, Suara karya
MENURUT RENCANA, perjalanan Presiden Soeharto ke luar negeri kali ini yang dimulai Rabu malam, 8 Maret lalu, berakhir Selasa, 14 Maret kemarin, ketika Kepala Negara meninggalkan Kroasia (di bekas Yugoslavia) pukul l2 .00 waktu setempat atau pukul 18.00 WIB. Dijadwalkan, Presiden dan rombongan akan tiba kembali di tanah air Kamis pagi 16 Maret pukul 08.25 WIB.
Perjalanan Presiden selama lebih kurang sepekan ini, menurut hemat kita mempunyai arti yang tidak kalah pentingnya dari kunjungan-kunjungan ke luar negeri sebelumnya. Malah, dengan konsepsi yang dibeberkan Presiden di depan KTT Pembangunan Sosial di Kopenhagen 11-12 Maret lalu seperti disinggung kemarin dalam kolom ini, dan kunjungan ke Serbia dan Bosnia, khususnya Sarajevo, perjalanan Presiden kali ini mengandung, makna yang jatuh lebih penting.
KHUSUS mengenai kunjungan ke Sarajevo, tidak hanya kita bangsa Indonesia yang merasa was-was mengenai keselamatan Kepala Negara, tapi juga pihak PBB yang bertugas di wilayah itu. Ini terbukti antara lain, dengan dimintanya Presiden beserta rombongan yang ikut ke Sarajevo, untuk menandatangani pernyataan bahwa PBB tidak bertanggungjawab jika selama di Bosnia terjadi sesuatu yang luar biasa. Rasa was-was itu lebih mencekam karena pada hari Minggu, sehari sebelum penerbangan Presiden ke Sarajevo, pesawat yang membawa utusan khusus Sekjen PBB untuk masalah Bosnia-Herzegovina, Yashuki Akashi, ditembaki oleh penembak gelap yang belum diketahui identitasnya. Menurut juru bicara Pasukan Perlindungan PBB (UNPROFOR) Michael Williams, kunjungan Presiden ke Sarajevo langkah yang berani karena pasukan PBB (UNPROFOR) tidak berani bertanggungjawab. Apalagi, rencana kunjungan Presiden Turki, Suleyman Demirel, akhir Februari lalu terpaksa dibatalkan setelah beberapa pesawat PBB yang sebelumnya terbang ke Sarajevo ditembaki oleh pihak Serbia. Setelah berkunjung ke ibukota Bosnia itu sekitar enam jam, pada sore harinya Presiden dan rombongan kembali ke Zagreb, ibukota Kroasia. Selasa kemarin pukul l2 .00 waktu setempat atau pukul l8.00 WIB Presiden dan rombongan bertolak kembali ke tanah air. KITA mengutip gambaran suasana mencekam dalam kunjungan Presiden ke Sarajevo. Karena dengan itu sebagai Ketua GNB, Presiden Soeharto, menurut kesan kita, ingin menunjukkan betapa besamya keprihatinan beliau terhadap perpecahan dan pertengkaran bersenjata di bekas Yugoslavia, salah satu negara pendiri GNB itu.
Keprihatinan ini, menurut hemat kita makin mencekam lagi karena pertumpahan darah yang terjadi di wilayah tersebut diwamai oleh pertentangan etnis yang dikaitkan dengan perbedaan agama sehingga cenderung menimbulkan fenomena yang mengingatkan kita pada zaman jahiliah dulu. Menghadapi kecenderungan itu, kita khawatir takkan ada pihak luar yang dapat memberi bantuan untuk mengakhiri pertumpahan darah, kecuali jika mereka yang saling membunuh itu menyadari bahwa mereka telah menggelindingkan suatu proses pelecehan perikemanusiaan-terungkap dari kekejaman-kekejaman yang terjadi-yang sulit mencari tandingannya pada zaman modern ini.
AKHIRNYA, sambil mengucapkan selamat kembali ke tanah air kepada Presiden dan rombongan, maka hasil pantauan dari dekat Kepala Negara di bekas Yugoslavia yang penuh lumuran darah itu seyogyanya makin memperkukuh tekad kita sebagai bangsa yang serba majemuk untuk makin memperkuat ketahanan menghadapi kemungkinan timbulnya ancaman melalui apa yang disebut SARA (suku, agama, ras, antargolongan).
Sumber: SUARAKARYA(I5 /03/ 1995)
____________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVII (1995), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 142-143.