TAJUK RENCANA: LAGI FITNAHAN TERHADAP NEGARA RI

TAJUK RENCANA: LAGI FITNAHAN TERHADAP NEGARA RI

 

 

Jakarta, Angkatan Bersenjata

DIANTARA masalah-masalah yang dibahas dalam rapat koordinasi paripuma bidang Polkam tingkat menteri yang dipimpin Menko Polkam Sudomo, Selasa lalu, adalah tulisan wartawan Steven Erlanger yang menghina dan memfitnah Kepala Negara RI di harian International Herald Tribune dan The Australian Financial Review.

Akibat tulisan di koran-koran asing yang oleh Menpen Harmoko dikategorikan sebagaijumali stik murahan atau jumalistik alkohol itu yang merupakan isapan j empol belaka, wartawan Erlanger yang berpangkalan di Bangkok dilarang masuk Indonesia dan IHT tidak lagi beredar di negeri ini karena penyalur tunggalnya menghentikan kegiatannya mengedarkan koran itu di Indonesia.

Tulisan demikianje las tidak bisa diterima oleh penduduk negeri ini karena Presiden Soeharto adalah tokoh yang dihormati danjadi panutan masyarakat Indonesia berkatja sa-jasanya yang luar biasa kepada bangsa dan negara, terntama dalam menggagalkan G-30-S/PKl, memulihkan keamanan dan ketertiban dalam negeri dan menggerakkan Pelita secara bersinambung di Era Orde Baru ini. Berkat pembangunan itu segala kebutuhan rakyat, baik sandang, pangan dan papan, sampai kepada barang-barang mewah tersedia,jauh berbeda dari masa aneka macam krisis di era pra pembangunan.

Menggerakkan pembangunan nasional selama dasawarsa 80-an waktu sikon perekonomian dunia amat tidak menguntungkan adalah tugas yang maha berat hingga mayoritas negara berkembang 80-an mernpakan dasawarsa pembangunan yang hilang.

Tidak demikian halnya bagi Indonesia. Berkat kepemimp inan Presiden Soeharto kesulitan-kesulitan itu diatasi dengan mengencangkan ikat pinggang , dan dengan mengeluarkan paket-paket deregulasi untuk meningkatkan efisiensi perindustrian Indonesia dengan meniadakan unsur-unsur ekonomi biaya tinggi dan penyederhanaan perizinan. Dengan meningkatkan daya saing produksi Indonesia di pasaran luar negeri ekspor nonmigas meningkat dari tahun ke tahun dan menggantikan posisi migas sebagai penghasil devisa utama.

Sukses ekspor nonmigas itulah yang memungkinkan laju pembangunan dapat dipelihara dari tahun ke tahun, sedang hutang luar negeri yg amat berat dengan DSR mendekati 40% terus pula dicicil,

padahal negara-negara penghutang besar di Amerika Latin dan Afrika sudah lama tidak mampu bayar hutang sehingga menjadi masalah dunia.

Berdasarkan prestasi itu cukup beralasan pujian yang diberikan organisasi-organisasi intemasional seperti Bank Dunia, IMF, BPA, IGGI terhadap sukses pembangunan Indonesia, termasuk di bidang kependudukan!KB, sektor penting yang tidak berhasil dilakukan kebanyakan negara Dunia Ketiga.

Itu semua membuat citra Indonesia menanjak di mata dunia. Itu pula latar belakang sukses kunjungan kenegaraan Presiden Soeharto ke Jepang, RRC dan Vietnam baru-baru ini. RRC menyambut meriah kunjungan beliau ke Beijing untuk memantapkan dan tindak lanjut normalisasi hubungan diplomatik kedua negara setelah beku 23 tahun, yang akan disusul dengan peningkatan hubungan ekonomi, perdagangan dan iptek. Kunjungan ke Vietnam juga berhasil di mana juga dicapai kesepakatan untuk meningkatkan hubungan ekonomi, dagang dan iptek.

Hubungan persahabatan RI-Vietnam sudah berlangsung lama dan di antara negara-negara ASEAN, Indonesialah yang paling baik hubungannya dengan Vietnam, kendatipun sistem pemerintahan dan ideologi berbeda.

Mayoritas penduduk Indonesia mengetahui prestasi yang dicapai pemerintah di bawah Presiden Soeharto itu karena merasakannya sendiri, lagi pula diberitakan secara luas oleh media massa , baik yang tercetak maupun elektronika.

Berita pembangunan memang diutamakan oleh pers Indonesia dan pers negara-negara berkembang sebab lewat pembangunan itulah nasib rakyat dapat diperbaiki. Sayangnya hal-hal positif demikian kurang diberitakan oleh kantor-kantor berita Barat dan oleh pers negara-negara industri. Hal ini sering menimbulkan keprihatinan pemerintah negara­negara berkembang.

Agaknya masih banyak pers Barat yang berpendapat “good news is no news” dan lebih suka memuat berita-berita gossip, sensasi yang tidak berdasar sama sekali, bahkan merupakan pemutarbalikkan fakta, seperti tulisan Erlanger dalam IHT dan AFR itu. Itu adalah kasus pencemaran nama Kepala Negara RI untuk ke sekian kalinya sesudah tulisan David Jenkins dalam Sydney Morning Herald tiga atau empat tahun yang lalu.

Bagi kita berita isapan je mpol yang memfitnah dan merusak nama baik Kepala Negara RI jelas tidak dapat diterima sebab akhimya dapat merusak kesatuan dan persatuan bangsa. Juga tidak dapat diterima kalau pers dalam negeri turut menyebarluaskan tulisan dalam pers asing yang destruktif itu.

Sehubungan dengan itu, pers Indonesia perlu sekali mencamkan permintaan Menko Polkam Sudomo seusai rakor Polkam Selasa lalu. Menko Sudomo meminta kepada surat kabar dan majalah dalam negeri untuk tidak ikut-ikutan dan memanfaatkan tulisan IHR danAFR.Kedua penerbitan asing itu bisa saja nanti untuk tujuan subversi atau untuk mendiskredit-pemerintah Indonesia yang pada akhimya hanya akan menimbulkan destabilisas i dalam negara kita .

Pers Indonesia dimintanya tetap berpegang pada Kode Etik Jurnalistik PWI. Pers dalam negeri harus mampu mengatasi mana berita yang baik dan mana yang tidak baik dimuat demi kepentingan nasional, pintanya. (SA)

 

 

Sumber :ANGKATAN BERSENJATA (29/11/1990)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XII (1990), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 200-203.

 

 

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.