TAJUK RENCANA PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN SOEHARTO

TAJUK RENCANA PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN SOEHARTO [1]

 

Jakarta, Suara Karya

PIDATO kenegaraan yang disampaikan Presiden Soeharto di depan sidang pleno DPR tanggal 16 Agustus yang lalu, pada dasarnya terdiri dari tiga kelompok masalah. Yaitu, pokok-pokok masalah yang mengandung tinjauan ke belakang tentang perkembangan yang kita alami selama 30 tahun kemerdekaan terutama perkembangan-perkembangan yang menentukan sejarah pertumbuhan bangsa ini hingga sekarang. Pokok-pokok masalah tentang apa yang telah dikerjakan, dan pokok-pokok masalah tentang apa yang hendak dilakukan dalam tahun-tahun berikutnya.

Dari semua pokok -pokok masalah sebagai hasil rentetan pengalaman yang positif dan negatif itu, Presiden kemudian mengungkapkan beberapa kesimpulan.

Pertama, kita telah berhasil menegakkan kemerdekaan nasional serta memelihara persatuan dan kesatuan bangsa.

Kedua, kunci pokok keberhasilan kita itu bersumber pada kebulatan tekad dan kesetiaan kita kepada dasar dan tujuan kemerdekaan nasional yang secara padat tersimpul dalam Pancasila dan UUD 45.

Ketiga, Pancasila dan UUD-45 yang telah berulangkali diuji sejarah makin menunjukkan kebenarannya sebagai satu-satunya jawaban terhadap tantangan dan masalah yang kita hadapi. Maka siapa pun dan golongan manapun yang akan merobahnya pasti akan hancur. Keempat, pada saat yang diperlukan bangsa kita mampu menyampingkan kepentingan pribadi dan golongan dan kemudian bersatu dalam tindak bersama untuk menghadapi bahaya apapun, lebih-lebih bahaya terhadap kemerdekaan nasional, keutuhan wilayah, terhadap Pancasila dan UUD’45.

Kelima, pembangunan yang menjamin terwujudnya kemajuan, kesejahteraan dan keadilan benar-benar harus segera terasa hasilnya demi terwujudnya masyarakat yang kita cita-citakan.

Dari lima kesimpulan ini ada dua inti masalah yang terungkap. Pertama, nilai-nilai luhur yang tersimpul dalam Pancasila dan UUD 45 merupakan nilai-nilai yang sesuai dengan hasil ujian sejarah, mampu membina keutuhan, persatuan dan kesatuan kita sebagai bangsa dan negara, karena ia memang mengandung prinsip-prinsip yang kita yakini mampu membawa kita ke tujuan akhir yang kita cita-citakan.

Kedua, kita sadar bahwa keyakinan itu hanya bisa dipertahankan dan dibina terus bila pembangunan yang dilakukan berdasarkan nilai-nilai yang diyakini itu benar -benar segera terasa hasilnya dalam wujud tata kehidupan bermasyarakat, bernegara dan berbangsa yang maju, sejahtera dan adil.

Dalam kaitan inilah penting sekali adanya sikap dasar mawas diri seperti dikatakan Presiden. Mawas diri dalam arti selalu mengadakan penilaian dan koreksi terhadap apa yang telah dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip yang menjadi dasar dan tujuan kemerdekaan kita.

Memang pelbagai tragedi nasional yang teIjadi selama ini pada hakekatnya timbul karena kurang adanya sikap dan keberanian mawas diri. Peristiwa G 30 S/PKI misalnya telah sempat tercetus karena tidak adanya sikap mawas diri sebelum itu. Hal ini menyebabkan lahimya peluang-peluang yang memungkinkan berkembangnya suatu situasi yang nyaris menghancurkan kita.

Dalam memasuki tahun ke-31 kemerdekaan ini perlu keberanian mawas diri dari kita semua agaknya perlu dipertinggi. Ada dua hal yang mengharuskan kita berbuat demikian.

Pertama, pertumbuhan yang kita capai sebagai hasil pembangunan, dalam dirinya selalu mengandung laju pertumbuhan keinginan dan kebutuhan yang jauh lebih cepat dari hasil pembangunan itu sendiri. Dan kedua, pengaruh-pengaruh dari luar yang pada akhirnya akan cenderung mendorong orang tergelitik mengadakan perbandingan-­perbandingan yang tidak proporsionil. Pada gilirannya perbandingan-perbandingan yang demikian itu akan menghadirkan kesimpulan-kesimpulan yang membuka pintu bagi adanya penilaian dan perbuatan yang merugikan.

Betapa pun juga, pidato kenegaraan Presiden Soeharto mengandung hal-hal yang menggugah kita untuk merenungkan masa lampau sebagai bahan untuk menilai masa kini dan bekal menghadapi masa depan. Tinggal sekarang kewajiban kita semua menggunakan bahan-bahan itu dengan sebaik-baiknya demi tercapainya cita-cita kemerdekaan yang hari ini mulai menginjak tahun ke-31. (DTS)

Sumber: SUARA KARYA (18/08/1975)

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku III (1972-1975), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 647-648.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.