Tanah Bapak Seluas Jakarta

Empati ditengah badai, jakarta, anton tabah,

Sidoarjo, 15 Juni 1998

Kepada

Yth. Bapak H.M. Soeharto

di Cendana Jakarta

TANAH BAPAK SELUAS JAKARTA [1]

Assalamu’alaikum wr. wb.

Sebelumnya ananda mohon samudra kemaafan Bapak, apabila surat perdana ini mengganggu aktivitas Bapak. Ananda baru tamat SMU Negeri. Dan ananda ingin melanjutkan kuliah, tapi apa daya, keadaan orangtua tidak memungkinkan.

Padahal ayahanda adalah seorang pejuang ’45 yang berpangkat, tapi tidak pernah menerima uang pensiun sepersen pun. Maklumlah Pak, ayahanda sangat kolot sekali. Setiap disuruh mengurus surat perjuangannya beliau selalu mengatakan bahwa perjuangannya membela bangsa dan negara harus karena Allah swt, bukan karena uang. Dan status saya adalah sama dengan anak-anak Bapak yakni ibunda saya sudah almarhumah. Demikianlah perkenalan pribadi ananda.

Ananda memberanikan diri menulis surat kepada Bapak karena dorongan hati nurani ananda sebagai pecinta sekaligus pengagum Bapak. Pada waktu Bapak membaca teks pengunduran diri sebagai pemimpin negara, tiba-tiba air mata ananda berlinang dengan sendirinya. Apalagi akhir-akhir ini begitu gencarnya hujatan bahkan tuduhan yang tidak enak didengar telinga. Tapi saya yakin seyakin-yakinnya bahwa semua itu tidak benar. Dan semoga saya tidak salah mengagumi orang seperti Bapak Soeharto. Suatu hari saya pernah membaca salah satu media massa bahwa tanah yang dimiliki oleh Bapak Soeharto adalah seluas Jakarta. Apa itu benar, Pak’? Semoga semua itu tidak betul.

Sejak kecil ananda berharap dan memimpikan bisa mencium telapak tangan Bapak Soeharto, betapa bahagianya ananda ini. Tapi ananda sadar sepenuhnya, bahwa ananda adalah rakyat biasa yang tak mungkin mimpin itu bisa terwujud.

Tapi ananda masih menaruh harapan, sudilah kiranya Bapak membalas surat ananda ini dengan tangan mulya Bapak sendiri. Dan itu merupakan mu’jizat tersendiri bagi saya. Saya selalu berdoa selesai Shalat, semoga Allah senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya walaupun Bapak tidak lagi menjabat sebagai Presiden, tapi kekaguman saya terhadap kepribadian dan kepemimpinan Bapak tidak akan pernah luntur. (DTS)

Wassalamu’alaikum wr. wb.

Hormat ananda,

Nur Qoilun

Jawa Timur

[1]       Dikutip langsung dari dalam sebuah buku berjudul “Empati di Tengah Badai: Kumpulan Surat Kepada Pak Harto 21 Mei – 31 Desember 1998”, (Jakarta: Kharisma, 1999), hal 156-157. Surat ini merupakan salah satu dari 1074 surat  yang dikirim masyarakat Indonesia dari berbagai pelosok, bahkan luar negeri, antara tanggal 21 Mei – 31 Desember 1998, yang menyatakan simpati setelah mendengar Pak Harto mengundurkan diri. Surat-surat tersebut dikumpulkan dan dibukukan oleh Letkol Anton Tabah.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.