Riau, 10 JuIi 1998
Kepada
Yth. Bapak Soeharto
di Kediaman lstimewa
TERIMA KASIH ATAS BALASAN
SURAT [1]
Assalamu’alaikum wr. wb.
Bagaimana keadaan Bapak sekarang? Mudah-mudahan Bapak selalu diberi kesehatan baik jasmani maupun rohani. Pak, saya sangat takut akan terjadi yang tidak kita inginkan. Lebih baik kita berdoa saja, mudah-mudahan negara Indonesia lekas berlalu dari kejadian yang tidak diinginkan.
Setelah saya menerima surat dari Bapak Soeharto berisi selembar foto keluarga dan satu buah bulfen dari istana merdeka RI, saya senang sekali.
Pak, sekarang ini keluarga kami rasanya tidak sanggup lagi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Keadaan orangtua saya sudah tidak memungkinkan untuk membiayai sekolah dan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Jadi saya harus bagaimana? Apakah saya harus stop sekolah? Kemarin saya mengusulkan agar saya bisa mendapatkan “beasiswa” tapi surat saya tidak pernah dibalas. Dan saya hanya dapat bertumpu kepada Bapak Soeharto saja, karena hanya inilah jalan satusatunya untuk menyelesaikan permasalahan saya, padahal mengenai “beasiswa” saya rasa saya dapat, karena saya di kelas selalu mendapatkan “sepuluh besar” maksudnya nilai yang bagus. Dan beberapa hari lagi kami masuk sekolah, entah bagaimana dengan keadaan saya, sudahlah baju sekolah harganya naik, dan celananya ya Allah Pak …!! Sangat mahal … bagai-mana dengan keadaan saya.
ltulah permasalahan yang menyelubungi pikiran saya, entah sampai kapan akan hilang. Memang saya sudah berusaha keras untuk memperolehkan pekerjaan. Agar bisa mengongkoskan sekolah saya tapi hasilnya nihil.
Apakah saya harus berdiam diri? Itu tidak mungkin. Dan saya sangat heran. Di tempat kami sangat mudah sekali menaikkan harga barang-barang tanpa melihat keluarga yang miskinlkecil pada jaman sekarang ini saya harus berusaha untuk bisa melanjutkan cita-cita saya dan kedua orangtua, entah bagaimana caranya untuk menghadapi semua ini, pada jaman “Reformasi” saat sekarang ini.
Dan pada saat-saat sekarang ini, mudah-mudahan “Krisis Moneter” akan cepat berlalu agar keluarga kami yang kurang mampu bisa bernafas untuk memenuhi kebutuhan kami sehari-hari.
Nah Pak Soeharto, inilah goresan yang kedua kalinya dari saya, kalau ada kata-kata yang kurang berkenan atau menyinggung perasaan Bapak, saya minta maaf sebanyak-banyaknya.
Mudah-mudahan Bapak Soeharto memaklumi akan keadaan saya sekarang dan bisa untuk membantu memecahkan permasalahannya. Nah akhirnya saya aturkan dengan mengucapkan terima kasih. (DTS)
Sembah sujud dari saya,
Heriyanto
Riau
[1] Dikutip langsung dari dalam sebuah buku berjudul “Empati di Tengah Badai: Kumpulan Surat Kepada Pak Harto 21 Mei – 31 Desember 1998”, (Jakarta: Kharisma, 1999), hal 899-900. Surat ini merupakan salah satu dari 1074 surat yang dikirim masyarakat Indonesia dari berbagai pelosok, bahkan luar negeri, antara tanggal 21 Mei – 31 Desember 1998, yang menyatakan simpati setelah mendengar Pak Harto menyatakan berhenti dari kursi Kepresidenan. Surat-surat tersebut dikumpulkan dan dibukukan oleh Letkol Anton Tabah.