Jakarta,….1998
Kepada
Yth. Bapak Soeharto
di Ruman Bahagia
TERIRING DOA [1]
Saya ingin berbagi rasa kepada Bapak. Saya pedagang koran yang akhir-akhir ini sangat sulit mencari uang, apalagi setelah krismon melanda. Saat ini usaha saya sekarang bangkrut.
Sebuah hadis berbunyi: “Bala yang menimpa terus menerus tak ada henti-hentinya kepada seseorang, merupakan ujian. Apabila diterima dengan sabar, maka akan menjadi penebus dosa dan kita menghadap Allah nanti dalam keadaan bersih”.
Saya percaya ini adalah ujian dari Tuhan untuk Bapak. Sebab + 32 tahun Bapak telah membawa bangsa dan negara ini berada dalam kedamaian dan kemakmuran.
Saya hanyalah orang yang miskin yang tak tahu politik, tetapi saya bisa menghargai jasa-jasa orang yang telah berbuat baik seperti Bapak Soeharto. Saya benar-benar sedih dan kecewa, kenapa hanya kejelekan Bapak yang mereka bicarakan akhir-akhir ini. Mereka melupakan jasa-jasa Bapak.
Saya hanya bisa berdoa, semoga Allah menerima doa saya. Saya yakin, doa orang miskin dan teraniaya biasanya cepat dikabulkan. Semoga Allah memberikan yang terbaik untuk semua keluarga Bapak Soeharto. Atas perhatian dan kebaikan Bapak Soeharto yang mau menerima surat ini, tak lupa saya ucapkan banyak-banyak terima kasih dan mohon maaf kalau ada kata-kata yang kurang berkenan di hati Bapak.
Wassalam dari Pengagummu, (DTS)
Zul Arifin,
Kebayoran Lama
Jakarta Selatan
[1] Dikutip langsung dari dalam sebuah buku berjudul “Empati di Tengah Badai: Kumpulan Surat Kepada Pak Harto 21 Mei – 31 Desember 1998”, (Jakarta: Kharisma, 1999), hal 233. Surat ini merupakan salah satu dari 1074 surat yang dikirim masyarakat Indonesia dari berbagai pelosok, bahkan luar negeri, antara tanggal 21 Mei – 31 Desember 1998, yang menyatakan simpati setelah mendengar Pak Harto mengundurkan diri. Surat-surat tersebut dikumpulkan dan dibukukan oleh Letkol Anton Tabah.