Yogyakarta, 28 September 1998
Kepada
Yth. Bapak H. M. Soeharto
di Jakarta
TERNYATA BAPAK TABAH [1]
Assalamu’ alaikum wr. wb.
Puji syukur kepada Allah atas rahmat dan karunia-Nya yang telah diberikan kepada Bapak, amien. Saya terharu dan senang melihat Bapak di televisi. Senyuman Bapak yang khas membuat hati saya senang. Saya berpikir, dengan berbagai cobaan yang diberikan oleh Allah. Bapak akan jatuh sakit atau bagaimana. Ternyata Bapak seorang yang tabah dan tawakal.
Bapak saya adalah keturunan PB II Surakarta, dengan nama KRMHT Poerbodiningrat. Beliau seorang pejuang Ex TP B 17 Solo dengan pangkat Sersan. Beliau selalu bercerita jaman perjuangan dulu. Dan saya selalu setia mendengarkan. Dengan bekal itu pula Bapak saya bekerja pada Kejaksaan. Tanpa gelar sarjanapun Bapak saya bisa menjadi Jaksa hingga dipensiunkan pada usia 58 thn Tuhan telah berkehendak, Bapak yang begitu saya cintai telah berpulang ke rahmatullah satu tahun yang lalu dan dimakamkan di TMP Kusumanegara Yogyakarta.
Kini hanya tinggal ibu saya yang masih sugeng. Ibu yang mantan satu-satunya Lurah I di Kodya Yogyakarta, dan pemah menjadi ibu teladan se-Indonesia th 70-an (Lurah wanita I di Kodya). Sampai kini foto ibu saya yang bersama Ibu Tien Soeharto dan bersama-sama ibu yang lain masih ada. Kami membenci orang-orang yang penuh kesombongan dan menyatakan dirinyalah yang benar dan orang lain salah. Kami semua selalu berdoa, semoga Allah membukakan pintu hati mereka.
Saya kira cukuplah sekian, semoga hati Bapak bertambah lega setelah membaca surat ini. Percayalah, masih ada banyak yang setia kepada Bapak. (DTS)
Wassalamu’ alaikum wr. wb.
Hormat saya,
Ny. Yuli Misniwati, SH
Depok, Sleman
[1] Dikutip langsung dari dalam sebuah buku berjudul “Empati di Tengah Badai: Kumpulan Surat Kepada Pak Harto 21 Mei – 31 Desember 1998”, (Jakarta: Kharisma, 1999), hal 690-691. Surat ini merupakan salah satu dari 1074 surat yang dikirim masyarakat Indonesia dari berbagai pelosok, bahkan luar negeri, antara tanggal 21 Mei – 31 Desember 1998, yang menyatakan simpati setelah mendengar Pak Harto menyatakan berhenti dari kursi Kepresidenan. Surat-surat tersebut dikumpulkan dan dibukukan oleh Letkol Anton Tabah.