TERTIBKAN PUNGUTAN YANG GANGGU LALULINTAS PANGAN DI DAERAH
INTRUKSI PRESIDEN :
Semua peraturan daerah tentang pungutan retribusi yang dapat mengganggu lalu lintas bahan pangan, harus segera ditertibkan.
Instruksi Presiden Soeharto itu dikeluarkan di Bina Graha Selasa kemarin setelah menerima laporan Gubernur NTT Ben Mboi mengenai tata niaga pangan di daerah Nusa Tenggara Timur.
Salah satu kelemahan tata niaga pangan di NTT selama ini, kata Ben Mboi yakni terlalu bergantung pada Badan Urusan Logistik (Bulog).
Padahal menurut Presiden, kata Gubernur mengutip Kepala Negara, hal ini tidak benar. Sebab Bulog bukan menangani masalah pangan di suatu tempat secara khusus saja, tetapi secara nasional.
Karena itu penanganan tata niaga pangan di suatu daerah seyogyanya dikerjakan oleh koperasi unit desa (KUD) dengan Puskud (pusat koperasi unit desa) setempat.
Bahwa selama ini tata niaga pangan di daerah tertentu terlalu bergantung pada Bulog, menurut Ben Mboi, hal ini karena tidak jarang suatu daerah seperti kabupaten malah menyulitkan instansi non-Bulog ikut serta dalam tata niaga pangan, lewat pungutan biaya retribusi yang terlalu tinggi.
Kepada Presiden, Gubernur Ben Mboi melaporkan berbagai keadaan terakhir di daerah NTT, khususnya yang berkaitan dengan program Delapan Sukses, termasuk bidang sukses pertanian/pangan.
Dikatakan, tahun ini proyeksi pangan di NTT cukup cerah, dalam arti secara makro ada kecukupan pangan. Meski demikian lima dari 12 kabupaten NTT, diperkirakan mengalami kekurangan pangan. Penyebabnya karena daerah yang bersangkutan memang tidak punya potensi untuk mencukupi kebutuhan pangannya sendiri.
Ke lima kabupaten tersebut adalah Kupang, Timur Tengah Selatan (TTS), Belu, Alor dan Kabupaten Flores Timur.
Untuk mengatasi kekurangan, di lima kabupaten akan diusahakan peningkatan daya beli masyarakat dengan mengubah struktur pertanian ke arah komoditi yang lebih cocok. Misalnya di daratan Timor melalui usaha peternakan serta tanaman umur panjang seperti kemiri dan lain-lain.
Menurut Ben Mboi, Presiden Soeharto mengarahkan supaya kepada para petani dapat diberikan kredit melalui KUD, sementara kelompok tani diharapkan menjadi anggota KUD dan membina hubungan baik dan saling percaya antara anggota KUD dengan kelompok tani dan antara kelompok tani dengan KUD.
Minta Transmigrasi
Selain masalah pangan, kepada Kepala Negara juga dilaporkan masalah kependudukan di NTT, soal tenaga kerja di Flores Timur dan masalah SIAP NTT.
Dijelaskan, dari sekitar 4.000 desa di propinsi NTT, sekitar 1.700 berada dalam kawasan hutan. Di antaranya 150 berada dalam, kawasan hutan lindung yang cenderung rusak keseimbangan ekologinya karena sistem pertanian tradisional penghuninya.
Berdasarkan kenyataan ini NTT mengajukan lamaran untuk dapat menjadi pengirim transmigrasi. Terutama dari daerah kabupaten Ende, Sikka dan beberapa kabupaten di Timor yang menurut Ben Mboi, kepadatan penduduknya telah mencapai 500 sampai 800 jiwa/km2.
Presiden Soeharto meminta gubernur supaya menghubungi Menteri KLH agar meneliti apakah kepadatan dan kepenghunian penduduk tadi memang sudah berada pada tingkat membahayakan lingkungan. Kalau benar demikian, boleh saja penduduknya ditransmigrasikan.
Menurut gubernur, di NTT sekarang hanya 15 persen saja daerah hutan yang masih tertinggal. Sekitar 300.000 penduduk mendiami kawasan hutan lindung dan hutan suaka alam.
Tenaga Kerja ke Sabah
Mengenai masalah tenaga kerja di Flores Timur, Ben Mboi menjelaskan sekitar 20.000 sampai 25.000 rakyat Flores Timur sekarang berada di daerah Sabah (Kalimantan Timur), bekerja di sana. Banyak dari mereka yang masuk secara ilegal.
Besarnya minat masyarakat ke daerah Malaysia terutama karena secara historis masyarakat Flotim sudah mengenal daerah Malaysia itu sejak dulu. Ditambah lagi oleh sifat masyarakatnya yang suka merantau serta kenyataan di daerahnya sendiri banyak yang menganggur.
Jumlah 20.000 sampai 25.000 orang yang kini berada di daerah Sabah merupakan setengah dari angkatan kerja di Flores Timur. Sehingga dampaknya terhadap kegiatan pembangunan daerah Flotim sendiri sangat terasa.
Guna mengatasi larinya tenaga kerja dari Flores Timur ke Sabah, maka Presiden Soeharto memberi petunjuk supaya “Operasi Larantuka” yang pernah diciptakan Menteri Tenaga Kerja Sudomo beberapa waktu lalu, lebih diarahkan kepada penciptaan lahan pertanian yang baru dengan sistem terasering dan lamtoronisasi, serta menggiatkan tanaman berumur panjang. Selain menciptakan lapangan kerja, langkah ini pun bisa meningkatkan pendapatan petani.
Siap NTT
Mengenai Sisa Anggaran Pembangunan (SIAP) daerah NTT, Ben Mboi mengakui cukup tinggi. SIAP tahun 1981/82 sampai 84/85, baik yang sektoral maupun lnpres sekitar Rp 60 milyar.
Namun, tambahnya, besarnya SIAP tersebut jangan dilihat sebagai sesuatu yang aib. “Sebab selain karena soal manajemen, besarnya SIAP diakibatkan pula oleh lingkungan ekonomi setempat yang memang tidak mendukung, sehingga daya serap proyek-proyek pun tidak sebanding dengan besarnya dana yang tersedia,” demikian Ben Mboi. (RA)
…
Jakarta, Kompas
Sumber : KOMPAS (22/05/1985)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku VIII (1985-1986), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 291-293.