……..1998
Kepada
Yth. Bapak Haji Muhammad Soeharto
di tempat
TIDAK MENYERET -NYERET ORANG LAIN [1]
Assalamu’ alaikum,
Segala puji bagi Allah SWT, Zat yang mengatur segala kejadian. Salam dan salawat kepada baginda Nabi Muhammad SAW. Alhamdulillah, Bapak baik-baik saja. Di akhir-akhir jabatan Bapak sebagai presiden, Nanda pernah berkirim surat kepada Bapak.
Waktu itu Nanda percaya akan niat baik Bapak, Nanda percaya akan ketulusan Bapak. Ternyata Nanda tidak keliru, beberapa waktu kemudian Bapak lengser, tanpa berusaha sedikit pun mempertahankan kedudukan.
Padahal segalanya mungkin saja bila Bapak mau. Setelah Bapak lengser, hujatan semakin menjadi jadi, fitnah merajalela, nafsu angkara murka berhamburan. Mereka berusaha menimpakan kesalahan kepada Bapak. Di antara mereka itu banyak orang “tidak tahu diri” karena mereka sempat mereguk kenikmatan sewaktu pemerintahan Bapak.
Di tengah-tengah semua itu Bapak kini berada, dengan kesendirian yang dalam, di saat usia semakin senja. Namun Bapak tetap tegar. Dalam posisi yang kurang menguntungkan, Bapak kembali memberi pelajaran besar kepada bangsa ini, tentang “bagaimana menghadapi hujatan”.
Mereka tentu kesal melihat Bapak tenang-tenang saja. Dengan keyakinan tinggi dan ketenangan luar biasa, sebagai seorang yang pernah memimpin bangsa ini selama lebih dari tiga dasawarsa. Bapak menghadapi segala cemoohan seorang diri, tanpa menyeret-nyeret orang lain. Betapa sebuah pelajaran besar bagi semua orang termasuk mereka yang paling nyaring “teriakannya”.
Sebagai anak bangsa, saya tetap menghargai Bapak. Bagaimanapun juga Bapak berjasa besar dalam membangun negeri ini.
Nanda berdoa semoga Bapak tetap tabah, sampat akhirnya semuanya berlalu. Semoga. (DTS)
Wassalamu’alaikum wr. wb.
Hormat Nanda
Muhammad Soekardi
Bandung
[1] Dikutip langsung dari dalam sebuah buku berjudul “Empati di Tengah Badai: Kumpulan Surat Kepada Pak Harto 21 Mei – 31 Desember 1998”, (Jakarta: Kharisma, 1999), hal 145-146. Surat ini merupakan salah satu dari 1074 surat yang dikirim masyarakat Indonesia dari berbagai pelosok, bahkan luar negeri, antara tanggal 21 Mei – 31 Desember 1998, yang menyatakan simpati setelah mendengar Pak Harto mengundurkan diri. Surat-surat tersebut dikumpulkan dan dibukukan oleh Letkol Anton Tabah.