UNDANG-UNDANG PARPOL & GOLKAR

UNDANG-UNDANG PARPOL & GOLKAR [1]

 

Jakarta, Merdeka

Kepala Negara menyatakan lega dengan diundangkannya RUU Parpol dan Golkar. Barangkali agak kecewa mengingat namanya. Tapi di lain pihak menunjukkan, pembahasannya berjalan demokratis dan mencerminkan betapa berat dan pentingnya masalah ini dalam usaha menumbuhkan demokrasi berdasarkan Pancasila.

Dengan selesainya UU ini terang dan pastilah “aturan permainan” dan arah pertumbuhan dan pembinaan organisasi politik dan golongan karya. Disamping itu, UU ini merupakan hasil yang kita capai dalam pembangunan di bidang politik, yang sekaligus memperkuat ketahanan dibidang politik.

Pemilu 1977

Tugas nasional yang erat hubungannya dengan pembinaan ketahanan di bidang politik adalah pelaksanaannya Pemilihan Umum yang baru diselenggarakan dalam tahun 1977. Makin banyak usaha-usaha penyempurnaan yang harus dilaksanakan agar pelaksanaan Pemilu makin demokratis, makin menjamin diwakilinya semua lapisan masyarakat dan makin dapat memperkuat persatuan nasional. “Karena itu kitapun sekarang sudah harus menyiapkan diri, baik secara fisik maupun secara mental, untuk makin memperbaiki pelaksanaan Pemilihan Umum yang akan berlangsung pada tahun 1977 nanti.”

Kepala Negara mengatakan perlu memperbaiki UU Pemilu yang RUU-nya telah disampaikan kepada DPR dan agar penyelesaiannya tidak terlalu lama.

Majelis Ulama

Menyinggung ketahanan nasional di bidang sosial budaya, Kepala Negara mengatakan masalahnya berkisar pada usaha kita membina kehidupan yang rukun dan tetap berkepribadian dalam masyarakat kita yang majemuk. “Bhinneka Tunggal Ika” adalah gambaran yang lengkap mengenai wujud masyarakat, semangat dan sekaligus cita-cita kita. Kita harus memelihara kerukunan hidup di antara kita yang memang berbeda-beda, dan harus memperkokoh kerukunan dan persatuan tadi.

Terbentuknya Majelis Ulama merupakan usaha nyata bagi semakin kuatnya kerukunan diantara ummat Islam sendiri. Tetapi lebih dari itu, kerukunan demikian jelas memperkokoh kerukunan dalam keluarga besar Bangsa Indonesia dan sekaligus pendorong yang lebih besar bagi kelancaran pembangunan. Dengan terbentuknya Majelis Ulama ini diharapkan makin mudah dan efektiflah pembinaan kerukunan hidup antara ummat beragama yang berbeda-beda melalui satu wadah konsultasi umat beragama.

Rakyat & ABRI

Kepala Negara menekankan “sistem kesenjataan sosial” ketika menyinggung masalah ketahanan nasional di bidang Hankam. Ketahanan nasional di bidang ini dikatakan tidak mungkin terwujud jika seluruh rakyat tidak mengambil bagian di dalamnya, namun peranan dan tanggungjawab Angkatan Bersenjata sungguh besar dan menentukan. ABRI rnerupakan kekuatan pokok dan inti dari kekuatan Hankam kita yang dengan dukungan dan bersama-sama dengan kekuatan seluruh rakyat hams mampu mengatasi ancaman bahaya yang ada.

Kita harus dapat mengembangkan secara serasi antara sistim senjata teknologi dan sistim senjata sosial. Sejarah kita dan sejarah bangsa-bangsa lain menunjukkan dengan keunggulan senjata teknologi saja, perang tidak akan dimenangkan.

“Oleh karena itu, sistim senjata sosial harus dikembangkan sehingga bersama-sama sistim senjata teknologi kita dapat mempertahankan keutuhan. wilayah, kesatuan Bangsa dan kedaulatan Negara kita”.

Sistim senjata sosial ini, kata Kepala Negara, makin lebih cocok bagi kita yang sedang membangun yang belum mampu membuat AB yang besar dan mutakhir. Wilayah Tanah Air yang luas memang memerlukan AB yang besar, tetapi pembangunan AB harus disesuaikan dengan kemungkinan bahaya yang datang dan disesuaikan dengan kemampuan-kemampuan bangsa. Saat ini kita belum memerlukan pembom-­pembom raksasa, yang lebih kita perlukan adalah AB yang mampu bergerak cepat untuk segera menumpas gangguan terhadap keamanan dan terhadap keutuhan wilayah negara dengan menggunakan kekuatan senjata.

Yang juga kita perlukan adalah sistim dimana kita segera tahu tempat dan wujud gangguan yang muncul. Dalam rangka ini kemampuan rakyat untuk menjaga sendiri keamanan di lingkungan harus merupakan kekuatan pertama. Harus kita kembangkan pembinaan teritorial. lni adalah bagian penting dari hidup dan matinya bangsa dan negara. Ini adalah masalah pemerintah, masalah AB dan masalah rakyat.

“Karena itu persatuan ABRI dan rakyat, kekompakan ABRI sendiri, dan persatuan antara rakyat bukanlah kata-kata kosong dan sama sekali bukan sekedar alat propaganda.”

Luar Negeri

Kepala Negara menegaskan sejak semula politik luar negeri kita adalah bebas dan aktif. Bebas, dalam arti kitajalankan apa yang kita anggap baik bagi kita sendiri maupun bagi kebaikan seluruh umat manusia. Bukan mengekor begitu saja kepada orang lain, walau yang melakukan itu kekuatan besar dunia. Kita juga tidak melakukan sesuatu hanya karena “angin sedang mengarah kesana.” Politik luar negeri kita yang bebas itu mencerminkan wujud keluar daripada hakiki negara yang berdaulat.”

Namun demikian, bangsa kita tidak dan tidak boleh tinggi hati. Politik luar negeri kita yang bebas itu bermoral, yang bersumber dari pandangan hidup kita.

“Moral Pancasilalah yang membimbing politik luar negeri kita yang bebas itu.”

“Apabila kita sekarang memperingati 30 tahun Indonesia merdeka, maka politik luar negeri yang bebas aktif itu merupakan salah satu hasil bangsa kita yang besar!”.

Kepala Negara mengatakan politik luar negeri bebas aktif itu oleh bangsa-bangsa lain makin disadari kebenarannya.

“Tampaknya dalam masa yang akan datang politik luar negeri yang bebas aktif akan menjadi pola hubungan luar negeri antar bangsa.”

Tata Ekonomi

Kepala Negara mengatakan sudah waktunya timbul kesadaran bahwa semua bangsa sekarang dan seterusnya akan hidup dalam jaman dimana tali temali dan jalin menjalinnya kepentingan menjadi demikian erat, yang belum pernah teIjadi dalam sejarah manusia sebelumnya. Eratnya saling hubungan bertambah terasa sejak teIjadinya berbagai krisis-krisis yang melanda dunia.

Apa yang tampak dan terasa akibat krisis itu adalah hanya sebagian dari persoalan besar yang lebih mendasar yang bersumber pada tata lama dari hubungan2 ekonomi dan politik yang tidak menjamin keadilan dan kemerataan pembangunan semua bangsa. “Karena itu yg penting adalah kemauan dan keputusan semua bangsa untuk bersama2 mengatasi masalah ini demi keselamatan dan kesejahteraan bersama pula. Bukannya saling berhadap2an atau saling menyalahkan, yg hanya akan membuat keadaan semakin parah.”

Apabila sekarang orang mulai menyatakan betapa perlunya dibangun Tata Ekonomi Dunia Baru, itu berarti harus pula ada keberanian untuk membuat tata hubungan politik dan ekonorni antar bangsa yang baru pula dgn semangat dan tujuan2 baru. Yaitu, menempatkan semua bangsa duduk sama rendah, berdiri sama tinggi dalam bersama2 menggalang kemauan dan usaha besar untuk mengatasi masalah2 yang dihadapi oleh manusia dan kemanusiaan.

Beberapa negara mungkin masih harus memainkan peranan sebagai pemberi bantuan dan lainnya penerima bantuan namun, hubungan tadi harus benar2 atas dasar saling hormat menghormati dan saling pengertian. Dengan begitu lambat laun akan tiba saatnya semua negara mampu mengurus masa depan dan nasibnya sendiri.

“Karena itu semboyan yang harus dikumandangkan adalah: saling membutuhkan dan kerjasama, bukannya permusuhan dan adu senjata!”.

ASEAN

Saling percaya dan saling hormat menghormati, kata Kepala Negara telah dimulai antar negara bertetangga dengan membentuk ASEAN delapan tahun yl. Mencerminkan ketetapan hati bangsa, anggotanya untuk bersama2 mengurus dan menentukan masa depan wilayah ini sesuai dengan arah yang ditentukan sendiri, dan tidak membiarkan masa depan itu digariskan oleh kekuatan atau kepentingan dari luar.

Dalam ragam yang berbeda2, stabilitas dan pembangunanlah yang merupakan dua masalah pokok yang dihadapi bangsa2 diwilayah ini. Dan justru untuk memperkuat stabilitas dan mempercepat laju pembangunan itulah ASEAN dibentuk, bukan untuk menghadapi kekuatan lain atau bangsa lain.

Untuk makin mengkonsolidasikan ASEAN, kata Kepala Negara, semua negara2 anggota ASEAN bersatu pendapat mengenai perlunya diselenggarakan konperensi puncak di antara mereka. “Konperensi yang penting bagi masa depan bangsa2 di wilayah kita itu diharapkan dapat berlangsung dalam bulan2 yang akan datang ini. Sementara ini langkah2 persiapan terus dimatangkan, agar konferensi itu benar2 berhasil.”

Indocina

Kepala Negara mengatakan menyambut baik berakhirnya peperangan di Indocina. Apapun yang terjadi di sana kita tetap menghormati kehendak rakyat2 di kawasan itu dalam menentukan masa depannya. Kita harapkan dan ikut berusaha agar berakhimya peperangan di sana sekaligus merupakan kesempatan bam bagi bangsa2 di kawasan itu memelihara stabilitas dan membangun bagi kesejahteraan rakyat masing2.

Bagi kita tidak ada halangan sedikitpun untuk bersahabat dan bekerjasama dengan bangsa2 lain yang menganut sistim politik yang berbeda dengan kita. ‘Tentulah sikap yang sama harus berlaku timbal balik terhadap kita. Karena itu, kendatipun Bangsa kita tidak menghendaki adanya komunisme disini, namun itu tidak berarti bahwa kita bermusuhan dengan bangsa2 lain yang menganut pandangan hidup itu.”

RRC

Kepala Negara selanjutnya mengatakan kita tidak menghendaki dan kita melarang adanya partai komunis di Indonesia, karena PKI telah dua kali memberontak dan bertujuan untuk merobah Pancasila dengan kekerasan.

“Negara lain yang terus melindungi bekas tokoh pemberontak PKI di negeri ini kita anggap sebagai tindakan yang mencampuri urusan dalam negeri kita dan bersikap tidak bersahabat. Dalam rangka inilah harus kita lihat mengapa sampai sekarang hubungan diplomatik kita dengan Republik Rakyat Cina masih sulit dicairkan.”

Timor Portugis

Kepala Negara juga mengatakan bahwa kita menolak dalih “perang pembebasan” jika itu berarti pemberontakan yang terselubung terhadap negara yang sah. Namun proses dekolonisasi dimanapun sejak semula kita sokong sepenuhnya.

Dalam rangka ini kita menyambut baik pelaksanaan dekolonisasi oleh Pemerintah Portugal terhadap jajahan2nya, khususnya Timor Portugis yang berbatasan langsung dengan Indonesia. Terang, bahwa kehendak rakyat mengenai masa depan mereka sendiri adalah mutlak. Kita menginginkan agar proses dan hasil dekolonisasi itu tidak akan menimbulkan gangguan stabilitas, yang mau tidak mau akan mempengaruhi stabilitas kita khususnya dan Asia Tenggara umumnya.

“Justru karena berbatasan wilayah, maka kita membuka pintu bagi rakyat Timor Portugis untuk mengintegrasikan diri dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia, apabila penggabungan itu yang menjadi kehendak mereka. Namun perlu kita tegaskan kepada diri kita sendiri dan kepada dunia bahwa kita sarna sekali tidak mempunyai ambisi teritorial.”

IT & Palestina

Kepala Negara juga menyinggung masalah Timor Tengah dan Palestina dengan mengatakan segala bentuk penindasan dan merebut wilayah negara lain selalu kita tentang. Karena itu sejak semula kita berdiri bersama2 dengan negara2 di Timur Tengah dan rakyat Palestina dalam perjuangannya untuk memperoleh penyelesaian yg adil melawan agresi Israel.

Kita menyarnbut hangat langkah2 perdamaian yang tampak diusahakan walaupun sumbu peperangan disana belum sepenuhnya dilenyapkan. Juga menyambut dibukanya kembali Temsan Suez dan mengharapkan tindakan Mesir ini mendorong semua pihak kearah pengurangan ketegangan dan akhirnya mencapai landasan perdamaian yang langgeng.

Kepala Negara juga menyarnbut dengan penuh harapan hasil Pertemuan Puncak di Helsinki baru2 ini, karena politik luar negeri Indonesia diarahkan kepada terciptanya perdamaian dunia yang langsung dan pembangunan bangsa2. Setidaknya, kata Kepala Negara, di Helsinki disuarakan keinginan untuk bersarna2 membangun dunia yang lebih damai.

Disamping usaha2 memupuk saling pengertian dan kerjasarna dengan tetangga2 di Asia Tenggara khususnya di Asia, demikian Kepala Negara, pandangan dan penantian juga banyak tertuju pada tetangga2 kita disebelah lain yaitu Australia, Selandia Baru dan Papua Nugini yang akan merdeka bulan September yad.

Kepala Negara mengatakan dengan negara tetangga ini telah semakin baik, mempunyai dasar pemikiran, pengertian sikap-sikap bersama terhadap dengan masalah Asia Pasifik. Dengan tetangga muda yg baru, Papua Nugini saling pengertian yang dalam juga telah mulai bersama2 diletakkan landasan2nya.

Jangan “Nggege Mangsa”

Kepala Negara juga mengulangi kembali bahwa landasan masyarakat adil makmur berdasarkan Pancasila baru akan tercapai setelah melaksanakan 5 – 6 kali Repelita. Ini bukan hal yang mengecilkan hati. Banyak bangsa lain yang telah mencapai tingkat kemakmuran yang tinggi setelah membangun puluhan tahun.

“Karena itu jangan kita “nggege mangsa!”

Jangan kita mengharapkan sesuatu yg sekarang belum mungkin dan jangan memaksa diri apabila hal itu diluar kemampuan. Tetapi satu hal pokok, bahwa pembangunan yang kita kerjakan merupakan terjemahan nyata daripada wujud masyarakat yang kita cita2kan, mewujudkan suatu konsep dasar kehidupan yang kita anggap baik.

Kepala Negara mengatakan, bermacam2 masalah sosial dan politik yang berkembang diberbagai negeri yang selama ini dianggap sebagai model masyarakat yang stabil, telah mengusik ahli2 poor dan pemuka2 masyrakat untuk mengadakan pemikiran ulang konsep2 dasar mengenai kebebasan dan hak-hak asasi.

Kenyataan ini menunjukkan, tidak ada satu model pembangunan yang mungkin telah berhasil dalam menjawab persoalan2 kehidupan suatu bangsa, juga dapat diterapkan begitu saja pada bangsa lain. Karena itu masalah2 ekonomi, sosial, politik, hankam dan pembangunan pada umumnya harus dikembangkan diatas kerangka dasar pandangan yang mencerminkan cita2 yang dianggap baik oleh sesuatu bangsa.

Pancasila

Karena itulah, kata Kepala Negara, sejak tahun lalu telah mengajak kita semua menyatukan tafsir mengenai Pancasila dan pengetrapannya dalam segala bidang penghidupan, baik perorangan maupun dalam hidup bermasyarakat. “Tetapi ajakan saya ini jangan disalah tafsirkan!”

Kita tidak mempersoalkan Pancasila, tidak menyangsikan seujung rambutpun. Ajakan saya, kata Kepala Negara, adalah menjabarkan Pancasila itu dalam rumusan2 yang sederhana dan jelas untuk dipakai sebagai pedoman sikap hidup manusia Pancasila. Jangan terulang lagi misalnya, Pancasila itu berubah menjadi “nasakom” yang membawa bencana.

Pancasila sebagai dasar falsafah dan ideologi negara dan pandangan hidup masyarakat Indonesia akan selalu memberi bimbingan kepada segala gerak kegiatan kita, negara, masyarakat dan manusia Indonesia. Dengan demikian gerak dan arab pembangunan kita harus tetap dijiwai Pancasila.

“Artinya, pembangunan itu bukan saja menghasilkan kemakmuran, tetapi juga hams menjamin keadilan sosial, bukan saja berisi bidang2 yang kebendaan lahiriah, tetapi juga dalam keseimbangan dengan bidang kejiwaan rokhaniah.”

Pancasila dengan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa mencerminkan sifat masyarakat kita yang percaya adanya kehidupan lain di masa nanti. Ini yang mendorong kita untuk mengejar nilai2 luhur yg akan membuka jalan bagi kehidupan yang baik di masa nanti.

Dalam hubungan ini taqwa kepada Tuhan menurut agama dan kepercayaan masing2 adalah mutlak. Semua agama menghargai manusia dan karenanya semua ummat beragama selalu harga menghargai satu terhadap yang lain. Karena itu kita juga harus menghormati agama serta ibadah agama yang dianut orang lain.

Demokrasi Pancasila

Pancasila dengan sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan menjamin dihargainya hak2 orang seorang. Juga menjamin adanya demokrasi yang penggunaannya harus diabdikan kepada kepentingan bersama umum, Bangsa dan Negara, bukan “demokrasi, untuk demokrasi”.

Penggunaan hak demokrasi harus selalu disertai dgn rasa tanggung jawab. Demokrasi yang demikian itulah yang memberikan ciri pada demokrasi Pancasila, demokrasi yang mengutamakan musyawarah untuk mencapai mufakat, demokrasi yang dijiwai oleh rasa kekeluargaan.

“Justru karena itu maka Pancasila tidak menghendaki adanya Pemerintahan totaliter atau diktatur apapun.”

Demokrasi Pancasila atau demokrasi yg berisi dan berasaskan kekeluargaan itu perlu kita kembangkan dalam kehidupan masyarakat moderen baik dilapangan politik, ekonomi maupun sosial. Dengan demokrasi Pancasila dijaminlah adanya keselarasan antara kepentingan perorangan dan kepentingan masyarakat. Kelompok yang besar maupun kecil secara sadar menundukkan diri pada kepentingan bersama dan keputusan bersama yang diambil setelah bermusyawarah untuk mencapai mufakat.

“Karena itu, sikap hidup manusia Pancasila adalah: bahwa kepentingan pribadinya akan diselaraskan dengan kewajibannya sebagai anggota masyarakat dengan pengertian bahwa kewajibannya terhadap masyarakat hendaknya lebih diutamakan daripada kepentingan pribadinya. Kepentingan pribadi akan berakhir untuk memulai melaksanakan kewajiban sebagai anggota masyarakat.”

Kepala Negara juga menyatakan apabila Pancasila tidak menyentuh kehidupan nyata, tidak kita rasakan wujudnya dalam kehidupan sehari2, maka lambat laun pengertiannya akan kabur dan kesetiaan kita kepada Pancasila, lebih2 generasi yg akan datang, akan luntur. Apabila ini tetjadi, maka segala dosa dan nada akan melekat pada kita yang hidup dimasa ini, pada generasi yang telah begitu banyak berkorban untuk menegakkan dan membela Pancasila.

Makin kuat keyakinan kita terhadap nilai luhur akan makin kuat tekad untuk mempertahankan dan mewujudkannya. Pada tingkat tertinggi, kita akan rela berkorban untuk mempertahankannya. Ini merupakan benteng Pancasila yg tidak mungkin diruntuhkan oleh kekuatan apa pun.

Karena ideologi nasional kita sendiri benar2 marnpu mewujudkan kehidupan seperti yang kita cita2kan sendiri, maka tidak mungkin kita akan berpaling kepada ideologi lain. Dengan demikian sekaligus kita akan memiliki ketahanan di bidang ideologi sebagai bagian penting dari ketahanan nasional.

“Ketahanan nasional merupakan faktor yang sangat penting dalam pembangunan bangsa, merupakan bagian penting dari usaha untuk terus membangun diri menjadi bangsa yang kokoh, memiliki kepercayaan pada diri sendiri dan sanggup membangun masa depannya sendiri.”

Ketua DPR

Ketua DPR-RI Dr. K.H Idham Chalid dalam pidato pembukaannya mengemukakan bahwa selama tahun sidang 1974/1975, DPR berhasil menyelesaikan dua buah RUU menjadi UU yaitu RUU ttg Perobahan dan Tambahan APBN 1974/1975 serta RUU ttg Partai Politik dan Golongan Karya.

Dikatakan selanjutnya oleh Ketua DPR bahwa untuk tahun sidang 1975/1976 telah sampai kepada DPR dua RUU masing-masing RUU tentang Perobahan UU No. 15/thn 1969 tentang Pemiludan RUU tentang Perobahan UUNo.16/thn 1969 tentang Kedudukan MPR, DPR dan DPRD.

Kedua RUU tsb akan mulai dibahas pada tgl 25 Agustus 1975 setelah mendengarkan Keterangan Pemerintah atas kedua RUU tsb.

Dalam Sidang Pleno DPR-RI ini, disamping para Menteri serta korps diplomatik juga hadir delegasi Senat Iran, para guru, pelajar dan para lurah teladan. (DTS)

Sumber: MERDEKA (18/09/1975)

 

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku III (1972-1975), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 670-678.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.