UTANG RI MEMBENGKAK, PERLU NEGOSIASI DENGAN JEPANG[1]
Jakarta, Antara
Cicilan utang luar negeri Indonesia kepada Jepang diperkirakan tahun ini akan membengkak sehubungan apresiasi yen atas dolar AS yang sejak Januari sampai medio Agustus naik 21 persen atau rata-rata 2,7 persen per bulan.
“Dari Rp16,5 triliun utang kita yang jatuh tempo tahun ini, 43,2 persen atau Rp7,1 triliun harus dibayar dengan yen , karena itu kini pemerintah perlu menghidupkan kembali negosiasi menyangkut dampak apresiasi yen terhadap utang Rl,”kata anggota DPR Drs. Bomer Pasaribu, H di gedung DPR Jakarta, Jumat.
Menteri Keuangan Mar ‘ie Muhammad sebelurnnya mengatakan, apresiasi yen atas dolar AS akan mengakibatkan Indonesia membayar lebih banyak dalam bentuk rupiah pinjaman luar negerinya kepada Jepang, baik pokok pinjaman maupun bunganya.
Bomer berpendapat , Presiden Soeharto beberapa waktu lalu telah dua kali melakukan pertemuan dengan Jepang mengenai utang luar negeri berkaitan dengan apresiasi yen.
“Negosiasi semacam itu perlu dibuka kembali untuk merevisi perhitungan utang dan pembayaran cicilannya, karena penyebabnya berada di luar jangkauan kedua negara,” ujarnya.
Dia berpendapat, nilai tukar mata uang kedua negara berkaitan dengan pembayaran utang tersebut hendaknya tidak sepenuhnya dikaitkan dengan apresiasi yen.
“Kalau mungkin dihitung berdasarkan kurs tetap, sehingga apabila terjadi fluktuasi nilai tukar yen-dolar tidak mempengaruhi perhitungan cicilan utang,”katanya.
Buka Perundingan
Bomer mengatakan, pemerintah hendaknya membuka perundingan karena ada kecenderungan menguatnya nilai tukar yen terhadap dolar, yang kini mencapai sekitar 100 yen per dolar, akan terus berlanjut, sehingga diperkirakan utang RI kepada Jepang akan menjadi kurang lebih Rp19 triliun dalam tahun ini.
“Memang kita mempunyai cadangan anggaran pembangunan (CAP) Rp3,6 triliun. Tapi sayangjika CAP digunakan hanya untuk membayar utang, “katanya.
Bomer mengatakan, di sisi lain, perolehan devisa Indones ia dalam perdagangannya dengan Jepang mungkin meningkat, termasuk dari sektor ekspor komoditi non-Migas.
“Hanya saja, kenaikan pendapatan itu direguk oleh swasta, bukan pemerintah,” ujarnya.
Bomer berpendapat, apresiasi yen merupakan basil rekayasa AS dalam rangka mengatasi defisit perdagangannya dengan Jepang, yang gagal dan menemui kesulitan ketika diusahakan oleh Presiden Ronald Reagan, George Bush dan kini Bill Clinton.
Kebetulan sekarang ekonorni Jepang sedang mengalarni resesi, sehingga upaya AS dengan melepas mata-uang dolar nya dalam jumlah besar itu berhasil menyeret apresiasi yen.
Untuk mengatasi kecenderungan apresiasi yen, Jepang di bawah PM Morihiro Hosokawa, Karnis membentuk Dewan Darurat yang ditugasi mengambil langkah guna memacu perekonomian dari resesi. (U-Jkt.001/15:35/EU06)
Sumber:ANTARA(20/08/1993)
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XV (1993), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 567-568.