Wasiat Kebangsaan Presiden Soeharto (24): POLITIK LUAR NEGERI
Dikumpulkan Kembali Oleh: Abdul Rohman
Jangan kita lupakan bahwa Pembukaan UUD ’45 memberi amanat kepada kita untuk ikut melaksanakan ketertiban dunia, yangg berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial —Presiden Soeharto, Sarasehan Kebangsaan, 09-05-1994
***
Sementara kita sibuk degan mengatur rumah tangga sendiri dan memajukan pembangunan, perhatian kita tidak boleh lepas dari perkembangan dunia —Pidato Kenegaraan, 16 Agustus 1980
***
Dunia serba tidak menentu, penuh tantangan & segala kemungkinan. Mengharuskan kita waspada, perkuat ke dalam & perkokoh ketahanan nasional —Pidato Kenegaraan, 16 Agustus 1980
***
Indonesia lebih suka menamakan politik luar negerinya “bebas dan aktif”, karena bagi Indonesia non-alignment bukanlah suatu politik yang steril, mati, ataupun bertopang dagu. —“Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya”, 1989:480
***
Sejak semula politik luar negeri Indonesia adalah bebas dan aktif yang menolak adanya pakta-pakta militer—“Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya”, 1989:480
***
Bagi Indonesia, politik luar negeri nonalignment, tidak sama dengan non-involvement. —“Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya”, 1989:480
***
Non-alignment Indonesia bukanlah didasarkan pada prinsip oportunitas, tetapi telah merupakan sebagian dari identitas bangsa dan negara Indonesia —“Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya”, 1989:332
***
Indonesia melaksanakan politik luar negeri yang bebas dan aktif dengan tepat, dinamis dan berinisiatif serta tetap tidak menggantungkan diri kepada negara mana pun di dunia ini —“Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya”, 1989:479-480
***
Berdasarkan politik luar negeri yang bebas aktif itu, kita lakukan apa yang kita anggap baik tanpa begitu saja mengekor apa yang dilakukan negara lain —Presiden Soeharto
***
Moral Pancasilalah yang membimbing politik luar negeri kita yang bebas aktif itu. —Presiden Soeharto
***
Dunia yang lebih aman, damai, adil dan makmur merupakan tujuan politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif, —Presiden Soeharto, menerima surat kepercayaan dari Duta Besar Trinidad, 19-04-1980
***
Pelaksanaan politik luar negeri hanya akan sukses jika ada dukungan dari keberhasilan kita di dalam negeri. Dan keberhasilan di dalam negeri itu terutama tergantung pada keberhasilan kita didalam melaksanakan pembangunan untuk meningkatkan kemajuan dan kesejahteraan rakyat, —Presiden Soeharto, Pelantikan Para Duta Besar, 13-04-1983
***
Dengan keteguhan menjalankan politik luar negeri bebas dan aktif, Indonesia menggunakan setiap kesempatan untuk maju dalam usaha menciptakan perdamaian dunia antara bangsa-bangsa, khususnya perdamaian dan ketertiban regional Asia Tenggara —Presiden Soeharto
***
Dengan bangsa-bangsa di dunia kita berpegangan pada prinsip “hidup berdampingan secara damai”. Saling menghormati kedaulatan masing, tidak mencampuri urusan dalam negeri, dan kerjasama yang saling menguntungkan —“Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya”, 1989:418
***
Perbedaan dalam sistem ekonomi dan politik saya kira tidak apa-apa, asal kita saling menghormati kedaulatan dalam negeri masing-masing dan berupaya mengusahakan kerjasama yang saling menguntungkan, tanpa turut campur urusan dalam negeri masing-masing. —“Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya”, 1989:418
***
Mencari perdamaian (dalam politik luar negeri) itu harus dijauhkan adanya sikap konfrontasi, karena sikap itu bukan saja tidak akan menghasilkan apa yang kita harapkan, malahan akan mendatangkan salah pengertian dan bencana —Presiden Soeharto
***
Kerjama sama luar negeri saling menguntungkan (yang) harus kita pegang teguh. (Kerjasama luar negeri) tidak (boleh) mencampuri urusan rumah tangga kita, apalagi mengorbankan kedaulatan bangsa —“Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya”, 1989: 238-239
***
Indonesia mencurahkan usaha keras mendorong terciptanya landasan bagi terwujudnya “tata ekonomi dunia baru” —Presiden Soeharto
***
Membangun tata dunia baru yang adil dan saling menguntungkan bukanlah (hanya untuk) kepentingan negara-negara sedang membangun saja. Akan tetapi juga (untuk) kepentingan negara-negara industri maju sendiri. Lebih dari itu, (tata ekonomi dunia baru yang lebih adil) adalah kepentingan semua umat manusia demi keselamatan bersama. —Presiden Soeharto
***
Negara-negara maju mempunyai tanggungjawab dan kemampuan untuk memberikan kesempatan kepada negara-negara yang sedang membangun untuk maju dalam rangka menggalakkan pembangunan ekonomi dunia yang lebih adil dan merata—“Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya”, 1989: 4
***
Daripada kemampuan dan modal yang besar yang tersedia (di negara-negara maju) digunakan untuk adu kekuatan senjata yang menjerumuskan kehidupan dan kemanusian ke dalam kesengsaraan dan penderitaan, lebih baik dipergunakan untuk memenuhi tanggung jawab itu (memajukan negara-negara berkembang). Dengan begitu, akan dapatlah terwujud satu tata hubungan dan kerjasama internasional yang mendatangkan keadilan sosial yang merata di seluruh dunia, tujuan yang menjadi idam-idaman kita semua, idam-idaman umat manusia. —Presiden Soeharto
***
Sangat dibutuhkan timbulnya suatu pandangan baru dalam kerjasama ekonomi internasional. Yaitu didasarkan pada pengakmin bahwa dalam dunia yang saling bergantung, harus ada pembagian yang adil. Tidak saja dari beban-beban yang harus dipikul, tetapi juga dari basil pembangunan global. Hal ini hanya dapat dicapai jika lembaga-lembaga internasional dapat bekerja secara merata dan dengan demokratisasi hubungan-hubungan antar-negara —“Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya”, 1989: 485
***
Politik luar negeri yang bebas dan aktif harus kita abdikan kepada kepentingan nasional, yaitu pelaksanaan pembangunan secara bertahap yang harus dapat meningkatkan kesejahteraan kita bersama (Pelantikan Duta Besar, 24 Februari 1979)
***
Politik luar negeri yang bebas dan aktif itulah yang akan membimbing kita untuk memantapkan kemerdekaan nasional kita, yaitu: merdeka di lapangan politik dan merdeka di lapangan ekonomi (Pelantikan Duta Besar, 11 April 1981)
***
Usaha memperkuat perdamaian dunia harus disertai dengan perjuangan menjembatani jurang pemisah antara negara maju dan negara yang sedang membangun (Presiden Soeharto, Pelantikan Duta Besar, 27 Oktober 1984)
***
Seorang duta besar tidak hanya mewakili bangsa, melainkan menterjemahkan kepribadian Indonesia, menggambarkan cita-cita dan aspirasi rakyat Indonesia, sehingga dikenal dan dipahami oleh rakyat dan negara dimana ia ditempatkan (Presiden Soeharto, Pelantikan Duta Besar, 7 April 1974)
***
Dalam dunia yang bergerak dengan penuh dinamika, maka seorang duta besar harus menjalankan tugasnya dengan penuh dinamika pula. Jika tidak, maka dia akan gagal (Presiden Soeharto, Pelantikan Duta Besar, 27 Juli 1974)
***
Diplomasi yang dijalankan Indonesia senafas dengan pola dan tata krama diplomasi internasional; dibekali dengan keteguhan hati dan kepercayaan pada diri sendiri, dan tidak bersikap “gagah-gagahan” atau “radikal-radikalan”. Kita harus mampu melakukan diplomasi yang aktif dan dinamis (Presiden Soeharto, Raker Deplu, 3 Maret 1977)
***
Tata internasional baru untuk perdamaian yang lebih langgeng, keadilan sosial dan kemakmuran bersama tidak akan tercapai jika PBB tidak segera disesuaikan dengan perkembangan zaman (Presiden Soeharto, KTT ASEAN, 14 Desember 1995)
***