Presiden Soeharto: Islam Agama Kemajuan, Jangan Perlebar Perbedaan
(Melanjutkan Pertemuan dengan Para Menteri Luar Negeri)[1]
SENIN, 18 MEI 1970, Melanjutkan pertemuan dengan menteri Luar Negeri yang menghadiri Konferensi Asia-Pasifik tentang Kamboja, pagi ini di Istana Merdeka secara berturut-turut Presiden Soeharto menerima lima menteri luar negeri. Kelima menteri luar negeri ini adalah masing-masing dari Kamboja, Yem Sambaur, Korea Selatan, Choi Kyu-Hah, Vietnam Selatan, Tran Van Lam, Laos, Khampan Paniya, dan Singapura, S. Rajaratnam. Selain masalah-masalah bilateral, pembicaraan lebih banyak menyentuh masalah Kamboja dan Asia Tenggara pada umumnya.
Malam ini di Istana Negara, Presiden Soeharto turut memperingati hari Maulid Nabi Muhammad SAW. Dalam amanatnya, Presiden antara lain menyarankan agar masyarakat tidak mencari perbedaan yang ada di masyarakat, lebih-lebih yang menyangkut dengan agama, karena hal sedemikian akan menjadi penghalang bagi proses persatuan kita sebagai bangsa. Kepada semua umat beragama, Presiden juga menyerukan agar bersatu dan mempunyai toleransi antar umat beragama. Umat Islam diminta agar tidak berkelompok sendiri-sendiri atau terpecah-pecah di dalamnya. Dikemukakan pula oleh Jenderal Soeharto bahwa Islam itu adalah agama kemajuan, sehingga menjadi kewajiban bagi umat Islam untuk terus menggali ilmu pengetahuan dan teknologi, dengan petunjuk Al-Qur’an dan Hadist Nabi. (AFR)
[1] Dikutip Langsung dari Buku Jejak Langkah Pak Harto 28 Maret 1968-23 Maret 1973, hal. 226.