1976-09-18 Presiden Soeharto: Tugas Duta Besar Mengenalkan Hati, Pikiran, Dan Wajah Indonesia

Presiden Soeharto: Tugas Duta Besar Mengenalkan Hati, Pikiran, Dan Wajah Indonesia

 Menerima Surat Kepercayaan Dubes Soviet dan Lantik Enam Dubes Baru[1]

 

SABTU 18 SEPTEMBER 1976 Bertempat di Istana Merdeka, pada pukul 09.00 pagi ini Presiden Soeharto menerima surat kepercayaan dari Duta Besar Uni Soviet baru, Ivan Fadeavic Shpedko. Dalam balasannya kepada Duta Besar Shpedko, Kepala Negara mengatakan bahwa dengan tetap mempertahankan dasar-dasar dan arah kami sendiri, dalam membangun masa depannya, Indonesia membuka diri dan ingin menggunakan setiap kesempatan untuk mengembangkan kerjasama dengan dunia luar. Oleh karena itu Indonesia menyambut baik keinginan Uni Soviet, untuk mengembangkan hubungan baik dengan Indonesia atas dasar saling menghormati kedaulatan, persamaan hak, saling menguntungkan, dan tidak mencampuri urusan dalam negeri masing-masing.

Setelah menerima surat kepercayaan dari Duta Besar Uni Soviet, selanjutnya, bertempat di Istana Negara, Presiden Soeharto melantik enam orang duta besar baru Indonesia. Mereka  adalah Duta Besar RIBN Djayadiningrat (Untuk Uni Soviet dan Mongolia), Duta Besar Mayjen. Nurmathias (untuk Australia), Duta Besar RM Sunarso Wongsonegoro (untuk Vatikan), Duta Besar HRP Mohammad Noer (untuk Prancis), Duta Besar Raden Heman Benny Mochtan (untuk Selandia Baru), dan Duta Besar Mayjen. (Pol.) Awaludin Djamin (untuk Jerman Barat).

Dalam amanatnya, Kepala Negara meminta para duta  besar yang baru itu untuk tangkas dalam melaksanakan tugas, membela dan menjunjung tinggi martabat bangsa dan negara kita di luar negeri. Juga dimintanya agar mereka menajamkan pandangan dan pendengaran sehingga apa yang salah dikira oleh orang luar tentang Indonesia dapat segera dijelaskan seperti keadaan sebenarnya di sini.

Pada kesempatan itu, secara singkat tetapi tepat, Presiden merumuskan tugas seorang duta besar Indonesia di luar negeri. Menurut Presiden, tugas penting duta besar adalah “mengenalkan hati, pikiran, dan wajah Indonesia yang  sebenamya”.(AFR).



[1] Dikutip dari buku “Jejak Langkah Pak Harto 27 Maret 1973-23 Maret 1978”, hal 394-395. Buku ini ditulis oleh Team Dokumentasi Presiden RI, Editor: G. Dwipayana & Nazarudin Sjamsuddin dan diterbitkan PT. Citra Kharisma Bunda Jakarta, Tahun 2003.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.