1989-09-13 Presiden Soeharto Menyampaikan Keterangan Pers dari Perjalanan Moskow-Jakarta

Presiden Soeharto Menyampaikan Keterangan Pers dari Perjalanan Moskow-Jakarta [1]

 

RABU, 13 SEPTEMBER 1989 Presiden dan Ibu tiba kembali di tanah air sore ini. Pesawat DC-10 Garuda yang ditumpangi Presiden dan rombongan, mendarat di bandar udara Halim Perdanakusuma tepat pada pukul 15.00.

Didalam penerbangan siang ini, Presiden Soeharto memberikan konferensi pers kepada para wartawan yang menyertai kunjungannya ke Yugoslavia dan Uni Soviet. Kepala Negara antara lain menegaskan kembali bahwa dalam melaksanakan politik luar negeri bebas aktif, kita senantiasa memperhitungkan situasi dan kondisi di dalam negeri. Sebab, demikian Presiden, tanpa memiliki kemampuan yang mantap, maka kita tidak akan dianggap apa-apa dan hanya ngomong saja. Karena itulah didalam mengambil peranan, kita harus tahu diri. Sebab apa yang kita kemukakan atau lemparkan dalam politik luar negeri akan sangat tergantung pada kemampuan kita di dalam negeri.

Untuk itulah pembangunan di dalam negeri kita tingkatkan melalui Pelita demi Pelita, sehingga kita sekarang menjadi berbobot. Sekarang tidak hanya bicara, tetapi kita diminta untuk bicara dan apa yang kita sarankan tidak hanya didengar, tetapi juga dipatuhi. Dalam hubungan ini Kepala Negara mengambil contoh pernyataan PM Lee Kuan Yew bahwa Asia Tenggara akan makmur kalau Indonesia mengalami kemajuan dalam pembangunan. Dikatakan oleh Presiden bahwa pemyataan PM Lee itu bukan karena dirinya, melainkan karena sukses yang dicapai Indonesia.

Dibagian lain keterangannya, Presiden membantah anggapan yang mengatakan bahwa tidak ada keterbukaan pemerintah mengenai kebijaksanaan yang diambil. Dikatakan oleh Kepala Negara bahwa ia mempunyai menteri-menteri yang menyampaikan segala kebijaksanaan pemerintah kepada masyarakat. Keterbukaan itu sudah ada melalui penjelasan dari para menteri tersebut. Ditegaskannya bahwa kalau orang-orang yang sekarang gandrung pada keterbukaan, minta supaya ia terus memberikan penjelasan, maka hal itu tidak mungkin. Barangkali, demikian Kepala Negara, orang-orang itu menghendaki ia lekas diganti sebagai kepala negara.

Sehubungan dengan itu ia mengatakan bahwa untuk mengganti kepala negara adalah mudah, karena setiap saat bisa diganti asalkan melalui konstitusi. Namun diingatkannya bahwa kalau usaha penggantian itu dilakukan secara tidak konstitusional, maka akan “digebuk”. Ditandaskannya bahwa siapa saja, termasuk pimpinan organisasi politik atau jenderal, akan digebuk, karena ia harus menjalankan aturan konstitusi. (DTS)

[1] Dikutip dari buku “Jejak Langkah Pak Harto 21 Maret 1988 – 11 Maret 1993”, hal 211-212. Buku ini ditulis oleh Team Dokumentasi Presiden RI, Editor: Nazaruddin Sjamsuddin dan diterbitkan PT. Citra Kharisma Bunda Jakarta Tahun 2003

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.