Krosok, 23 Oktober 1998
Kepada
Yth. Bapak H M. Soeharto
di Jl. Cendana
Jakarta
KINI, MASAK NASI SAJA
SULIT [1]
Dengan segala hormat,
Yang bertanda tangan di bawah ini kami:
Nama : Djoko Sri Wahjuto
Umur : 55 tahun
Agama : Islam
Alamat : Kebonarum Kab. Klaten
Dengan ini sebelumnya kami mohon maaf yang sebesar-besarnya karena kami cuma mansoko ingin menyatakan isi hati kami kepada Bapak H. M. Soeharto sehubungan dengan keadaan sekarang ini. Perkenankanlah kami mengucapkan syukur dan terima kasih kami yang sebesar-besarnya kepada Bapak H. M. Soeharto selama memimpin negara dan bangsa kami, kami merasakan dapat makan kenyang, berpakaian utuh (serep) dapat menyekolahkan anak-anak kami sampai SLTA, dapat menikmati aliran listrik, dapat merasakan aman dan tenteram dengan adanya Puskesmas/Pos-Posyandu kami dapat berobat dengan murah, kesehatan terjamin.
Kami hidup cukup. Tetapi tanpa kami duga keadaan berubah bertolak belakang kami kehilangan pekerjaan, hingga sekarang kami masih berstatus pengangguran. Kami berusaha sekuat tenaga membanting tulang, namun hasilnya tidak dapat untuk makan kenyang setiap harinya, kami makan ketela saja tidak dapat kenyang, apalagi nasi, jarang isteri kami memasak nasi.
Inilah yang kami alami sekarang ini. Maka dari itu perkenankanlah kami. sekeluarga mengucapkan banyak-banyak terima kasih kepada Bapak H. M. Soeharto semoga Bapak yang arif dan bijaksana diberi panjang umur dan rachmat Tuhan menyertai Bapak dan diberi kekuatan lahir-bathin menerima semuanya ini dengan lapang dada dan kesabaran. Amin, amin, amin,
Sekian dulu mohon maaf kalau ada kesalahan kami dan maklum adanya. Terima kasih
(DTS)
Hormat kami,
Djoko Sri Wahjuto
Klaten
[1] Dikutip langsung dari dalam sebuah buku berjudul “Empati di Tengah Badai: Kumpulan Surat Kepada Pak Harto 21 Mei – 31 Desember 1998”, (Jakarta: Kharisma, 1999), hal 880-881. Surat ini merupakan salah satu dari 1074 surat yang dikirim masyarakat Indonesia dari berbagai pelosok, bahkan luar negeri, antara tanggal 21 Mei – 31 Desember 1998, yang menyatakan simpati setelah mendengar Pak Harto menyatakan berhenti dari kursi Kepresidenan. Surat-surat tersebut dikumpulkan dan dibukukan oleh Letkol Anton Tabah.