Ujung Pandang, 15 Mei 1998
Kepada Yth. Bapak H. M. Soeharto
Jenderal Purn. TNI
Jakarta
BAPAK JANGAN BACA KORAN [1]
Sesudah Bapak menyerahkan jabatan Presiden kepada Bapak BJ. Habibie, saya sering membaca koran dan majalah. Saya sedih sekali Bapak telah divonis dan sepertinya Bapak sudah pasrah dan diam saja.
Saya sebagai isteri purnawirawan Polri dan Pegawai Negeri Sipil di Dep. Perhubungan, ingat sekali. Tahun 1960, kami mendapat jatah jagung untuk dimakan, minyak tanah dan gula. Kami antri untuk mendapatkannya.
Kalau dibandingkan dengan sekarang, hidup kami baik sekali, karena kami bisa menyekolahkan 2 anak kami, masing-masing sudah menjadi sarjana dan sudah menikah malah sudah bekerja.
Saya berharap agar Bapak tidak banyak membaca koran dan majalah yang hanya membuat hati sedih. (DTS)
Hormat saya,
Ny. Sien Waney-I
Sulawesi Selatan
[1] Dikutip langsung dari dalam sebuah buku berjudul “Empati di Tengah Badai: Kumpulan Surat Kepada Pak Harto 21 Mei – 31 Desember 1998”, (Jakarta: Kharisma, 1999), hal 572. Surat ini merupakan salah satu dari 1074 surat yang dikirim masyarakat Indonesia dari berbagai pelosok, bahkan luar negeri, antara tanggal 21 Mei – 31 Desember 1998, yang menyatakan simpati setelah mendengar Pak Harto mengundurkan diri. Surat-surat tersebut dikumpulkan dan dibukukan oleh Letkol Anton Tabah.