GAGASAN PRESIDEN UMUMNJA DITERIMA PARPOL DAN GOLKAR [1]
Djakarta, Kompas
Para pimpinan Parpol dan Golkar pada umumnja ternjata dapat menerima semua gagasan Presiden Soeharto, baik mengenai penjederhanaan kepartaian, djumlah fraksi dalam DPR, status MPRS maupun sifat pimpinan MPR jad.
Sehingga kini al. dapat dipastikan, bahwa dalam DPR nanti hanja ada empat fraksi, masing2 1 fraksi ABRI, 1 fraksi Golkar dan dua fraksi jang terdiri dari partai2.
Dalam keterangan Pemerintah jang disampaikan Sekkab Sudharmono SH di Istana Merdeka Sabtu siang dinjatakan beberapa kesimpulan hasil pertemuan Djumat malam antara pimpinan2 Organisasi dengan Kepala Negara.
Empat Fraksi DPR
Tentang soal ini dinjatakan, bahwa dua fraksi jang terdiri dari partai2 akan berupa 1 fraksi jang akan terdiri dari partai2 NU, Parmusi, PSII dan Perti, jang biasa disebut kelompok “Spirituil-Materiel” atau “Persatuan Pembangunan”. Sedang 1 fraksi lainnja terdiri dari partai2 PNI, Parkindo dan Katolik, jang biasa disebut “Demokrasi Pembangunan”.
Dua partai jang sebetulnja tergabung dalam kelompok ini, jaitu IPKI dan Murba tidak masuk, karena tidak mempunjai kursi di DPR. Menurut Sekkab Sudharmono, komposisi partai2 dalam kedua fraksi seperti diatas sebenarnja tidak mutlak harus demikian, tapi untuk sementara dapat dianggap “fixed” dan dalam DPR nanti tentu akan demikian. Namun mengenai sebutan fraksi2 itu sendiri, baik Parpol2 maupun Presiden sependapat, bahwa soal nama bukan masalah jang prinsipiil.
Mengenai masalah Pimpinan DPR disetudjui adanja satu Ketua dan empat Wakil Ketua, jang masing2 mewakili ke-4 fraksi. Tapi Presiden dalam hal ini temjata menegaskan bahwa meskipun djabatan Ketua DPR adalah wadjar bila dipegang wakil dari Golkar karena djumlah suaranja jang terbesar, tapi hal ini “tidak mutlak” untuk dipegang Golkar. Malahan Presiden akan berusaha mendorong agar Ketua DPR nanti dipegang oleh wakil Partai sadja.
Sekkab dalam hal ini tidak bersedia mendjelaskan alasan2 konkrit sikap Presiden jang demikian itu, ataupun partai mana jang kira2 akan diserahi djabatan tsb. “Itukan cobaan jang baik dari Pak Harto untuk menundjukkan meskipun Golkar menang, kita tetap mendjundjung tinggi kekuatan2 masjarakat lainnja”.
Ditambahkan bahwa pihak Parpol2 sendiri menjambut baik dan “sangat menjetudjui” sikap Presiden itu.
Sistim Musjawarah Mufakat
Tentang pelaksanaan azas musjawarah untuk mufakat dalam DPR, umumnja Organisasi2 berpendapat bahwa adanja voting atau tidak hendaknja didasarkan pada ketentuan UUD. Tapi umumnja berpendapat, bahwa untuk masalah2 jang prinsipiil seperti mengenai Preambule UUD djangan sampai dilakukan sistim voting.
Dalam hubungan ini, Presiden menjatakan djika mechanisme fraksi2 jang empat itu dapat berdjalan “efektif”, maka DPR dalam memutuskan sesuatu masalah dapat melakukannja tanpa mengadakan voting, tanpa keharusan selalu adanja aklamasi “dari fraksi” mana jang setudju atau tidak terhadap sesuatu masalah.
Dengan demikian, keputusan dapat diambil atau dengan mufakat bulat, atau dengan suara terbesar dengan tjatatan, bahwa sebagian jang tidak menjetudjui itu dapat mengadjukan tjatatan keberatannja.
Pimpinan MPR Adalah Pimpinan DPR
Mengenai MPR disepakati, bahwa setelah peresmian DPR tanggal 28 Oktober nanti, MPRS tidak akan berfungsi lagi. Tapi Pemerintah dengan konsultasi bersama Parpol/Golkar akan membentuk suatu badan lain jang bertugas menjiapkan sidang pelantikan MPR, jang kira2 akan djatuh bulan Oktober 1972.
Badan itu dapat dinamakan ‘Badan persiapan Sidang Pelantikan Hasil Pemilu’ atau lainnja. Tentang Pimpinan MPR nanti disetudjui, bahwa dalam masa2 sidangnja nanti pimpinannja terdiri dari Pimpinan DPR ditambah seorang Wakil Ketua jang mewakili fraksi Daerah. Namun, ketetapan ini masih harus diputuskan oleh Sidang MPR itu sendiri. Dengan komposisi jang demikian, pada waktu2 MPR tidak bersidang, pimpinan MPR tidak ada ‘tidak melembaga’, dan mereka kembali melakukan fungsinja sebagai Pimpinan DPR.
Sedang Wakil Ketua dari fraksi Daerah dapat diserahi tugas sebagai Ketua Badan Harian MPR, jg tugasnja menampung hal2 jang mungkin perlu untuk persiapan sidang2 MPR selandjutnja. Dengan demikian, akan selalu ada hubungan kontinju antara Sidang MPR jang satu dengan jang berikutnja, dan djuga hubungan antara Pimpinan sidang2 MPR tanpa menggaduhkan fungsinja masing2 sebagai Lembaga DPR dan Lembaga MPR.
Demikian Sekkab mendjelaskan. Diterangkan pula, bahwa dalam hubungan ini Kepala Negara menegaskan kurang tepat adanja pendapat2 bahwa dengan tidak berfungsinja lagi MPRS nanti akan timbul ke-vakuman kekuasaan Lembaga Tertinggi pemegang kedaulatan rakjat. Karena sebenarnja fungsi Lembaga Tertinggi telah dilaksanakan dengan penetapan2 haluan negara dan pengangkatan Mandataris MPRS seperti telah dilakukan dalam Sidang Umumnja tahun 1968.
Penjederhanaan Tanpa Paksaan
Mengenai soal penjederhanaan sistim kepartaian, pada umumnja semua partai menjetudjuinja, sesuai dengan adjakan Presiden. Jakni agar pengelompokan2 kekuatan masjarakat dalam DPR mendjadi “Golkar”, “Demokrasi Pembangunan” dan “Persatuan Pembangunan” dalam djangka djauhnja dapat mengkristalisasi sendiri dalam rangka penjederhanaan kepartaian ini. Se-tidak2nja dalam Pemilu 1976 jad, peserta2nja hanja keluar dengan tiga tanda gambar sadja, jaitu dari jang tersebut diatas.
Oleh Sekkab Sudharmono didjelaskan, bahwa dalam hubungan ini Presiden sendiri telah menegaskan tidak ingin melakukan penjederhanaan partai-partai “dengan paksaan dari atas”, Tapi mengingatkan, bahwa penjederhanaan kepartaian dan keormasan adalah tugas jang dibebankan oleh Rakjat melalui MPRS jang harus diatur melalui UU.
“Maka mendjadi kewadjiban DPR dan Pemerintah-lah untuk menjiapkan dan melaksanakan ketentuan itu, dan alangkah baiknja apabila masjarakat, dalam hal ini Parpol2 sendiri menjadari dan berusaha kearah itu”.
Mendjawab pertanjaan pers tentang arti kata “pada umumnja” jang selalu dipakai dalam keterangan pemerintah itu, Sekkab menegaskan bahwa itu berarti Organisasi2 itu pada prinsipnja telah setudju akan hal2 diatas, meskipun dengan berbagai variasi pengungkapan. (DTS)
Sumber: KOMPAS (11/10/1971)
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku II (1968-1971), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 897-899.