Tangerang, 9 September 1998
Kepada
Yth. Bapak Soeharto
di tempat
INGIN AMAN DAN DAMAI [1]
Assalamu’alaikum wr. wb.
Pertama-tama saya berharap semoga keadaan Bapak sekeluarga baik-baik saja. Saya akan selalu berdoa, semoga Bapak tabah dan sabar dalam menghadapi cobaan akhir-akhir ini.
Sebab orang sabar disayang Tuhan. Tapi boleh dibilang saya orang yang sedikit kurang sabaran. Dan terus terang saya merasa prihatin dengan keadaan Negeri kita belakangan ini. Bukannya saya tidak menginginkan Reformasi, saya yakin Bapak juga begitu. Tapi yang terjadi saat ini, Reformasi hanya seperti kata-kata kiasan.
Reformasi hanya ada di seputar politik saja, terbukti dengan begitu banyak partai-partai baru. Mereka bukannya berpikir bagaimana supaya negeri ini menjadi damai dan harga-harga sembako tidak terus melambung.
Bagi orang yang berduit mungkin tak menjadi masalah, tapi bagi orang yang hidupnya pas-pasan tentunya sangat mempengaruhi ekonomi keluarga. Dan mereka bukannya menata kembali keadaan negeri yang sedang dilanda musibah, tapi malah berlomba-lomba mendirikan partai baru.
Saya dan semua rakyat kecil hanya menginginkan negeri yang aman dan damai serta terhindar dari krisis. Saya mohon maaf kalau ada kata-kata yang menyinggung perasaan Bapak.
Semoga Bapak sekeluarga selalu ada dalam lindungan Allah swt. (DTS)
Wassalamu’alaikum wr. wb.
Salam hormat,
Satyra
Tangerang
[1] Dikutip langsung dari dalam sebuah buku berjudul “Empati di Tengah Badai: Kumpulan Surat Kepada Pak Harto 21 Mei – 31 Desember 1998”, (Jakarta: Kharisma, 1999), hal 819. Surat ini merupakan salah satu dari 1074 surat yang dikirim masyarakat Indonesia dari berbagai pelosok, bahkan luar negeri, antara tanggal 21 Mei – 31 Desember 1998, yang menyatakan simpati setelah mendengar Pak Harto menyatakan berhenti dari kursi Kepresidenan. Surat-surat tersebut dikumpulkan dan dibukukan oleh Letkol Anton Tabah.