PRESIDEN RESMIKAN PABRIK GULA BONE: SETIAP PERUSAHAAN MENGEMBAN FUNGSI

PRESIDEN RESMIKAN PABRIK GULA BONE: SETIAP PERUSAHAAN MENGEMBAN FUNGSI [1]

 

Jakarta, Kompas

Untuk kesekian kalinya Presiden Soeharto mengingatkan bahwa setiap perusahaan atau pabrik, baik milik negara, maupun swasta, tidak hanya menjadi kekuatan ekonomi saja. Tapi juga harus mengemban fungsi sosial.

Tapi hal ini juga tidak berarti pabrik atau perusahaan-perusahaan lebih-Iebih yang milik negara lalu berubah menjadi badan sosial, yang memberi sumbangan kesana kemari atau mengerjakan hal­hal diluar tugas pokoknya.

“Kita semua memang harus memberi sumbangan kepada pembangunan. Akan tetapi juga harus kita kerjakan dengan tertib dan teratur, sesuai dengan strategi besar pembangunan nasional kita dalam setiap2 tahap. Karena itu fungsi sosial dari pabrik atau perusahaan milik negara harus kita kembangkan secara baik dan tepat!”, demikian penegasan Kepala Negara ketika meresmikan pabrik gula Bone, Rabu kemarin. Pabrik ini terletak sekitar 200 km dari Ujung Pandang, dan merupakan salah satu realisasi usaha menyebarkan pabrik gula keluar Jawa.

Menurut Presiden banyak hal yang sebenarnya dapat dikerjakan oleh pabrik atau perusahaan milik negara untuk menggerakkan pembangunan masyarakat sekitarnya, tanpa mengakibatkan pabrik atau perusahaan mendapat kesulitan karena beban yang berat.

Ia menunjukkan contoh misalnya di bidang perkebunan. Perkebunan inti yang terdiri perkebunan-perkebunan milik negara harus dapat menjadi inti dari perkebunan rakyat sekitarnya, membantu pengolahan, intensifikasi dan pemasaran hasil perkebunan rakyat. Dengan demikian perkebunan inti tidak dianggap sebagai saingan usaha yang mematikan perkebunan sekitarnya.

Perkebunan Gula

Khusus mengenai perkebunan gula, Presiden mengingatkan tentang penggarisannya agar tanaman tebu rakyat segera dikembangkan dan ditingkatkan dengan pabrik gula memberi bimbingan penanaman dan penyediaan sarana produksi, serta memberi dan mengolah produksi tebunya. Dengan demikian pabrik-pabrik gula yang kini masih menyewa tanah untuk kebun tebunya, secara bertahap harus merupakan pabrik yang bekerjasama, memberi bantuan dan bimbingan kepada para petani tebu rakyat. Sehingga selain produksi tebu yang meningkat, penghasilan petani juga bertambah.

Menyinggung soal gula, Presiden mengemukakan perlunya peningkatan produksi gula dalam negeri. Selain untuk mengurangi atau menutup impor, juga meringankan beban pemerintah. Sebab harga gula pasir di luar negeri kini cukup tinggi, sehingga kalau dijual akan terlampau jauh dari kemampuan rata-rata masyarakat. Karenanya pemerintah harus menurunkan harga gula impor dan ini berarti subsidi yang tidak kecil.

Dibangun Sejak 1968

Kepala Negara menilai peresmian pabrik gula Bone itu benar-benar menggembirakan, mengingat berbagai kesulitan dan hambatan sebelumnya sehingga pabrik yang dibangun 1968, baru rampung pertengahan 1975.

Tadinya, pabrik ini di bantu Cekoslowakia yang mendatangkan yang mendatangkan mesin-mesin pabrik (buatan Skoda), sejak tahun 1964-66. Tapi kemudian terbengkalai, sehingga banyak diantaranya menjadi besi tua ketika pembangunan pabrik macet. Pabrik ini pembangunan diteruskan pada tahun 1972 dengan tenaga Indonesia sendiri.

Biaya yang ditanamkan untuk pabrik ini meliputi kredit Pemerintah Ceko f2 juta lebih, kredit Jepang ¥1,1 milyar, penyertaan Pemerintah RI Rp, 2.199 juta, Bank Indonesia Rp.1.918 juta untuk eksploitasi dan Rp. 7 .901 juta untuk investasi.

Kini pabrik gula “bone: berkapasitas 2.400 ton tebu/hari dan dapat dinaikkan menjadi 8,000 ton/hari. Luas areal tanaman tebunya kini 2,600 ha, tahun 1976 menjadi 8.520 ha dan tahun 1977 naik lagi menjadi sekitar 4100 ha. Produksi gulanya tahun 1975 akanmencapai 5000 Kwt (kristalgula), tahun 1978 naik menjadi 140.000 Kwtdan tahun 1978 dapat mencapai 833.000 Kwt.

Jumlah tenaga ketja yang dapat ditampung 2.300 orang, diantaranya 1.000 orang lebih didatangkan dari Jawa. Pada acara peresmian pabrik ini, tampak hadir para menteri serta pejabat-pejabat daerah Sulsel, Dubes Jepang dan Cekoslowakia ikut pula dalam rombongan. Kedatangan Presiden ke Bone serta peninjauannya kemudian ke Soppeng (ulat sutera) dan padang peternakan di Enrekang, memakai beberapa pesawat helikopter. Sambutan rakyat sekitar besar sekali, meskipun sejak pagi hujan turun lebat.

Meninjau Padang Peternakan

Padang peternakan di Enrekang yang ditinjau Kepala Negara diusahakan PT. Bina Mulia Ternak, diatas padang rumput seluas lebih dari 5.000 Ha. Jumlah sapinya kini mendekati 1.000 ekor, dan banyak diantaranya yang didatangkan dari Australi. Tujuan petemakan ini selain sebagai proyek percontohan, juga untuk penelitian temak potong.

Presiden menyaksikan berbagai peragaan memelihara ternak, seperti vaksinasi, penggemukan, pengebirian dan lain-lainnya. Setelah berkunjung-kerja sehari penuh di Sulsel kemarin, Kepala Negara dan rombongan Rabu malam, telah tiba kembali di Jakarta. (DTS).

Sumber: KOMPAS (16/10/1975)

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku III (1972-1975), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 732-734.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.