SEKITAR MASA JABATAN PRESIDEN GENAP 5 TAHUN
Sekalipun berakhirnya masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden dalam TAP MPR tanggalnya tidak disebut secara pasti, tapi masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden tersebut dengan sendirinya berakhir pada saat Presiden dan Wakil Presiden bam dipilih dan dilantik.
Menjawab pertanyaan wartawan Sabtu siang, Wakil Ketua Fraksi Karya Pembangunan (F-KP) di MPR David Napitupulu secara tidak langsung menunjuk dan menyamakan masalah tersebut dengan pergantian Kabinet, di mana Kabinet lama berakhir pada saat Kabinet baru sudah terbentuk.
Dikatakan, dari segi politik, masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden yang lebih atau kurang beberapa hari dari lima tahun sebenarnya tidak menjadi masalah.
Masa jabatan itu dalam TAP MPR memang tidak disebut berakhir tanggal 23 Maret 1983, tapi hanya ditentukan selarna lima tahun. Tapi David mengakui, masa jabatan tadi secara "rigid" seharusnya memang berakhir tanggal 23 Maret 1983.
"Yang penting adalah bahwa hal itu sudah menjadi konsensus" ujarnya seraya menambahkan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden jangan dipermasalahkan.
Tapi di lain pihak ia juga segera rnengingatkan, untuk rnenghindari dipermasalahkannya hal itu, pada masa-masa mendatang pengaturan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden serta kapan berakhirnya masa jabatan tersebut seharusnya ditentukan setepat mungkin.
Meskipun masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden yang dalam TAP MPR ditentukan selama lima tahun tapi dalam praktek mungkin saja bisa lebih beberapa hari, dari segi politik tidak menjadi masalah. David mengharapkan agar kelebihan masa jabatan tidak sampai misalnya mencapai sebulan.
Ketika ditanya berapa lama kelebihan waktu yang dianggap bisa ditolerir, ia tidak bisa memberikan jawaban yang konkrit. Tapi yang penting menurut pendapatnya adalah, masa jabatan jangan sampai melebihi kurun waktu yang telah ditentukan dalam TAP MPR.
Khusus untuk masajabatan Presiden dan Wakil Presiden yang kali ini kurang genap 12 dari lima tahun, menurut pendapatnya memang disebabkan oleh sesuatu yang dibutuhkan oleh bangsa kita. la menunjuk nilai historis peristiwa tanggal 1 Maret dan 11 Maret yang masing-rnasing adalah "serangan ke Yogyakarta" dan "Supersemar."
David menilai peristiwa 11 Maret sebagai moment peralihan dari Orde Lama kepada Orde Baru yang merupakan tonggak sejarah. Sekaligus katanya juga untuk memudahkan ingatan kita dan generasi muda khususnya, bahwa Soeharto bukan sekedar sebagai Presiden terpilih, tapi juga memantapkan tonggak sejarah baru tadi sebagai momen.
Sebelumnya dikatakan, sekalipun masajabatan Presiden dan Wakil Presiden lebih atau kurang beberapa hari dari lima tahun tidak menjadi masalah dari segi politik tapi dari segi hukum bisa menjadi diskusi akademis.
Untuk menghindari terjadinya hal semacam itu, David menegaskan kembali perlunya pengaturan dan penentuan setepat mungkin berakhirnya masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden di masa-masa mendatang.
Tapi ia juga mengingatkan, untuk menghindari kemungkinan terjadinya hal-hal yang timbul di luar perhitungan, perlu pula dipikirkan penentuan sedemikian rupa hingga tidak terjadi kevakumanjabatan Presiden dan Wakil Presiden tersebut
Ditanya tentang serah terima jabatan antara Wakil Presiden lama dengan Wakil Presiden terpilih mengingat indikasi bahwa Wakil Presiden terpilih nanti orangnya bukan yang memangku jabatan Wakil Presiden sekarang, David mengatakan, serah terima jabatan baik untuk Presiden maupun Wakil Presiden selama ini belum pernah terjadi.
Serah terima jabatan "top figur" semacam itu menurut pendapatnya tidak lazim terjadi. Sebagai contoh dikemukakan tidak lazimnya serah terima jabatan Presiden dan Wakil Presiden di Amerika Serikat. (RA)
…
Jakarta, Sinar Harapan
Sumber : SINAR HARAPAN (07/03/1983)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku VII (1983-1984), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 41-43.