ADA KECENDERUNGAN PERUSAHAAN SALING BAJAK TENAGA INSINYUR

ADA KECENDERUNGAN PERUSAHAAN SALING BAJAK TENAGA INSINYUR

 

 

Sinyalemen Presiden Soeharto :

 

Presiden Soeharto mensinyalir adanya kecenderungan di kalangan perusahaan-­perusahaan dewasa ini untuk saling membajak tenaga insinyur yang dimiliki.

Akibatnya proaktivitas dan efisiensi tenaga insinyur yang bersangkutan menjadi turun, karena belum lama berada di satu perusahaan ia sudah harus pindah lagi ke perusahaan lainnya. Padahal ketika berada di perusahaan terdahulu, ia sudah dibiayai mahal.

Sehubungan dengan ini, Kepala Negara di Bina Graha Kamis kemarin minta kepada Pimpinan Pusat PII (Persatuan Insinyur Indonesia) dan Pimpinan Yayasan Pengembangan Teknologi Indonesia untuk lebih memperbanyak lagi jumlah insinyur di tanah air.

Sebab, kata Kepala Negara, seperti yang disampaikan Prof. Dr. BJ. Habibie selaku Ketua Dewan Pembina PII, terjadinya pembajakan tersebut karena masih kurangnya tenaga insinyur di Indonesia.

Selain untuk menghindari saling bajak-membajak, perlu diperbanyaknya tenaga insinyur di tanah air mengingat tahap tinggal landas tinggal sepuluh tahun lagi.

Pada saat tinggal landas setelah Pelita V nanti, kata Habibie mengutip Kepala Negara, cita-cita bangsa adalah menciptakan suatu tahap industri yang tangguh didukung oleh pertanian yang kuat, sebaliknya pertanian yang kuat didukung oleh industri yang tangguh.

“Sehubungan dengan fase tinggal landas tersebut maka tenaga-tenaga insinyur harus dimanfaatkan seefisien mungkin dan ditingkatkan jumlah produksinya, ujar Habibie. Selain jumlah masih kurang, kata Habibie, tenaga insinyur yang ada sekarang bekerja tidak di bidangnya berarti tidak profesionalis.

Sebagai Wartawan

Sebagian ilustrasi ia menjelaskan, di Indonesia dewasa ini ada sekitar 36.000 insinyur berbagai bidang. Di Jepang ada sekitar 3,5 juta, di antaranya 2,3 juta benar-­benar bekerja di bidang keahliannya masing-masing. Tetapi di Indonesia sekitar 80 persen tidak bekerja di bidangnya.

Banyak di antaranya yang bekerja sebagai manajer atau pegawai negeri. Bahkan ada yang bekerja sebagai wartawan. Dari 36.000 tenaga insinyur yang ada di tanah air sekarang menurut Habibie, 50 persen di antaranya di bidang pertanian.

Ini wajar karena menurut Menristek, Indonesia adalah negara agraris. Tetapi, tambahnya, setelah sepuluh tahun lagi di mana bangsa Indonesia mulai tinggal landas untuk menuju tahap industrialisasi, keadaan ini sudah harus berubah.

Untuk kepentingan inilah dan untuk menambah jumlah tenaga insinyur secara keseluruhan PII mendirikan Institut Teknologi Indonesia di lokasi Puspitek, Serpong, Jawa Barat.

Sebagai gambaran Habibie menjelaskan, di Jepang misalnya setiap tahun dihasilkan 74.000 tenaga insinyur. Di Indonesia baru 3.200. Sedikitnya jumlah tenaga insinyur yang dihasilkan ini, mendorong PII untuk lebih meningkatkannya, sekaligus untuk tahap tinggal landas nanti.

Dewasa ini, tambahnya, dari perguruan tinggi – perguruan tinggi di tanah air baru bisa dihasilkan sebanyak 7.500 tenaga insinyur dalam tempo 15 tahun.

Presiden Soeharto dalam pertemuan kemarin minta kepada PII agar dalam Pelita IV ini jumlah tenaga insinyur yang dihasilkan dua kali lipat menjadi 15.000.

Tidak Menyaingi

Institut Teknologi Indonesia (ITI) yang mulai didirikan awal 1984 ini menurut rektornya Ir. Sudarsono Hadisaputro (bekas menteri Pertanian) yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Pembina, mulai 1 Oktober lalu sudah melakukan kuliah pertama dengan mahasiswa sebanyak 819 orang.

Terdiri dari tiga fakultas. Yakni fakultas teknologi industri yang terdiri dari empat jurusan dengan jumlah mahasiswa 419 orang.

Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan dengan tiga jurusan memiliki 300 mahasiswa lebih dan Fakultas Teknologi Pertanian yang terdiri dari dua jurusan dengan 79 mahasiswa.

Menjawab pertanyaan pers, baik Habibie maupun Ir. Sudarsono Hadisaputro mengatakan, didirikannya ITI di Serpong ini tidak akan menyaingi pendidikan­-pendidikan tinggi teknik yang telah ada sama sekali tidak akan menyedot tenaga-­tenaga pengajar dari berbagai perguruan teknik tersebut. Meskipun ITI dibina oleh PII yang para pengurusnya terdiri dari para menteri, bekas menteri atau pejabat tinggi lainnya.

“Karena tujuan ITI semata-mata hanya untuk lebih meningkatkan jumlah produksi tenaga insinyur ditanah air,” ujarnya.

Para pimpinan Pusat PU dan Pimpinan Yayasan Pengembangan Teknologi Indonesia itu kemarin datang kepada Presiden Soeharto untuk memperkenalkan diri selaku pengurus PII baru hasil kongres bulan Mei lalu.

Di antara pimpinan pusat PII terdapat nama-nama Prof Dr. Ing. BJ. Habibie selaku Ketua Dewan Pembina, Menteri PU Ir. Suyono Sosrodarsono sebagai Wakil Ketua bersama Menteri Perindustrian Ir. Hartarto serta Menteri Muda UPPPDN Ir. Drs Ginanjar Kartasasmita sebagai anggota dewan pembina. (RA)

 

 

Jakarta, Kompas

Sumber : KOMPAS (07/12/1984)

 

 

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku VII (1983-1984), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 990-992.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.