AS AKAN BANTU RI ATASI MASALAH HUTANG LN
Jenewa, Angkatan Bersenjata
PRESIDEN Soeharto hari Sabtu tiba di Jenewa, Swiss, setelah menyelesaikan kunjungannya di Amerika Serikat guna menerima penghargaan PBB dan bertukar pikiran dengan Presiden AS George Bush mengenai peningkatan hubungan bilateral serta berbagai masalah regional dan internasional.
Kepala Negara dan rombongan tiba di Jenewa pukul 13.30 waktu setempat (sekitar pukul 18.30 WIB) sesudah melakukan penerbangan kurang lebih tujuh jam dari New York dengan pesawat DC 10 Garuda.
Presiden dan rombongan meninggalkan New York dari Bandara John F. Kennedy, Jumat tengah malam atau Sabtu siang WIB, dilepas oleh Dubes RI untuk PBB Nana Sutresna dan para Dubes negara anggota ASEAN di tengah cuaca hujan yang mengguyur kota New York sejak sore hari.
Sesuai dengan rencana, kedatangan kembali Presiden dan lbu Tien Soeharto di Swiss adalah untuk beristirahat semalam, di samping untuk mengadakan pertemuan dengan masyarakat Indonesia di Jenewa, sebelum kembali ke tanah air, Minggu siang.
Presiden Soeharto meninggalkan New York hanya beberapa jam setelah mengadakan pembicaraan dengan Presiden George Bush di Gedung Putih dan menerima kunjungan kehormatan Wakil Presiden Dan Quayle di Wisma Indonesia di Washington DC.
Presiden Soeharto tiba di Washington dari New York Jumat siang, berarti ia hanya beberapa jam berada di kota tersebut.
Bantuan AS
Presiden Bush dalam pembicaraan dengan Presiden Soeharto, seperti dijelaskan Mensesneg Moerdiono kepada wartawan di dalam pesawat dari Washington ke New York, menyatakan kesediaan AS untuk membantu mengurangi beban Indonesia dalam membayar utang luar negerinya, yang kini dirasakan kian berat akibat apresiasi beberapa mata uang asing.
Pernyataan Bush tersebut disampaikan menanggapi penjelasan Presiden Soeharto tentang kian beratnya pembayaran kembali utang luar negeri Indonesia setelah adanya apresiasi mata uang asing itu.
Menurut Moerdiono, Presiden Soeharto pada pertemuan itu minta perhatian AS sebagai negara besar agar menggunakan pengaruhnya dengan meminta pengertian negara-negara lain terhadap masalah berat yang kini dihadapi Indonesia dalam membayar kembali utang-utangnya.
“Secara spontan Presiden Bush mengatakan AS akan mengambil langkah untuk berbuat apa saja yang mungkin dilakukannya untuk membantu kita,” kata Moerdiono.
Atas pertanyaan wartawan, Mensesneg menambahkan bahwa Bush memang tidak menyebutkan secara spesifik bantuan yang diberikan AS kepada Indonesia itu. Tetapi, sambung Moerdiono, pernyataan bersifat umum yang dikemukakan Bush tersebut sudah menunjukkan indikasi baik.
Presiden Soeharto juga minta Presiden Bush agar membuka seluas mungkin pasaran barang ekspor Indonesia ke AS.
Wartaw an Antara Heru Purwanto melaporkan bahwa pembicaraan Presiden Soeharto dan Presiden George Bush di Gedung Putih berlangsung sekitar 45 menit.
Presiden Soeharto pada pertemuan itu didampingi Menlu Ali Alatas, Mensesneg Moerdiono dan Dubes untuk AS AR. Ramly, sedangkan Bush didampingi antara lain oleh Menlu James Baker serta Kepala Staf Gedung Putih John Sununu.
Menyinggung rencana pameran kebudayaan Indonesia di AS tahun 1990-1991, setelah mendengar penjelasan Presiden Soeharto, Bush menyatakan bahwa secara pribadi ia menaruh perhatian pada rencana itu dan berjanji akan memberi bantuan semampunya bagi kelancaran pelaksanaannya. Pembicaraan kedua kepala negara yang dilakukan di ruang oval Gedung Putih itu juga menyinggung masalah penyelesaian Kamboja.
Sementara itu, UPI memberitakan, dalam pertemuan itu Presiden Amerika Serikat George Bush melihat adanya peluang bagi kedua negara untuk lebih meningkatkan kerjasama ekonomi dan perdagangan.
Bush mengingatkan kembali peranan militer dan ekonomi AS bagi pembangunan di Asia Tenggara, kata Sekretaris Pers Gedung Putih, Marlin Fitzwater seusai pertemuan kedua pemimpin itu.
Presiden AS juga memuji Indonesia dalam menangani masalah pembayaran hutang luar negeri dengan menerapkan kebijaksanaan-kebijaksanaan ekonomi yang sehat, katanya.
Mengenai masalah Kamboja, Bush menegaskan lagi perlunya penyelesaian yang menyeluruh termasuk penarikan mundur pasukan Vietnam dari wilayah itu, mencegah kembalinya Khmer Merah berkuasa di Kamboja serta penentuan nasib sendiri oleh rakyat Kamboja.
Pertemuan terakhir antara Presiden Soeharto dan Presiden AS terjadi pada tahun 1986 ketika Presiden Ronald Reagan mengunjungi Bali. George Bush waktu itu masih sebagai Wakil Presiden Amerika Serikat.
Soeharto-Quayle
Sebelum mengadakan pembicaraan dengan Bush, Presiden dan Ibu Tien Soeharto terlebih dahulu menerima kunjungan kehormatan Wapres AS dan Nyonya Dan Quayle di Wisma Indonesia di Washington.
Sarna halnya dengan Bush, Wapres Dan Quayle dalam pertemuan dengan Presiden Soeharto juga menyatakan penghargaannya kepada Kepala Negara RI yang telah berhasil mendorong kemajuan program KB di Indonesia sehingga memperoleh penghargaan PBB tahun 1989.
Pertemuan antara Presiden Soeharto dan Presiden George Bush itu merupakan pertemuan antara presiden kedua negara dalam tempo sekitar tiga tahun ini setelah pertemuan Presiden Reagan dan Presiden Soeharto tahun 1986.
Sementara itu, pertemuan Wapres Dan Quayle dengan Presiden Soeharto merupakan yang kedua kalinya. Pertemuan pertama berlangsung awal Mei lalu ketika Quayle berkunjung ke Jakarta.
Menurut Moerdiono, baik Bush maupun Quayle menyatakan penghargaan dan penegasan kembali dukungan AS atas usaha Indonesia bersama negara anggota ASEAN lainnya dalam membantu penyelesaian masalah Kamboja.
Sumber : ANGKATAN BERSENJATA (12/06/1989)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XI (1989), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 420-422.