Mojokerto, 14 November 1998
Kepada
Yth. Bapak H. Soeharto
di Jakarta
BACA SHOLAWAT SEBANYAK
MUNGKIN [1]
Assalamu’alaikum wr. wb.
Yang terhormat Bapak H.M. Soeharto
Sebelum saya mengutarakan maksud saya, terlebih dulu perkenankanlah saya ikut berprihatin yang sedalam-dalamnya atas musibah yang menimpa keluarga Bapak yang saya amati terlalu berat sekali. Saya sebagai sesama muslim ikut mendoakan, semoga Bapak sekeluarga tetap tabah dalam menghadapi cobaan yang begitu amat berat. Menurut hemat saya, dalam keadaan seperti sekarang ini, satu-satunya jalan harus kita kembali kepada-Nya yakni Allah ta’ala. Kita dekatkan diri kita dalam arti benar-benar dekat.
Kalau saya boleh mengajukan dan insya Allah, hasilnya begitu di luar jangkauan akal kita. Saya menganjurkan Bapak sekeluarga (dari Bapak, anak serta cucu/semuanya) membaca shalawat Nabi sebanyak-banyaknya, tanpa melihat waktu secara batiniah (maksud saya diwirid dalam hati). Syaratnya tidak meminta yang macam-macam, cukup satu permintaan. Mengapa demikian? Biar doa tersebut terfocus pada satu tujuan, yang penting bisa mencakup segala persoalan.
Jadi saya umpamakan orang menembak, tidak mungkin ada burung yang berjumlah 5 ekor akan tertembak dalam sekali tembak. Senjata pasti terfocus pada satu titik/burung. Tidak bisa 5 sekaligus. Bedanya doa yang satu tapi mencakup banyak persoalan. Apa ada doa tersebut? Minta keselamatan, insya Allah hasilnya selamat dalam segala persoalan. Semua ini saya ambil dari sabda Rasul, dalam keterangannya: Barang siapa/siapa saja yang mau membaca shalawat untuk ditujukan kepada saya (Nabi) akan saya doakan orang tersebut, insya Allah Allah mengabulkan. (DTS)
Bambang Heriyanto
Mojokerto – Jawa Timur
[1] Dikutip langsung dari dalam sebuah buku berjudul “Empati di Tengah Badai: Kumpulan Surat Kepada Pak Harto 21 Mei – 31 Desember 1998”, (Jakarta: Kharisma, 1999), hal 729. Surat ini merupakan salah satu dari 1074 surat yang dikirim masyarakat Indonesia dari berbagai pelosok, bahkan luar negeri, antara tanggal 21 Mei – 31 Desember 1998, yang menyatakan simpati setelah mendengar Pak Harto menyatakan berhenti dari kursi Kepresidenan. Surat-surat tersebut dikumpulkan dan dibukukan oleh Letkol Anton Tabah.