Bapak Bagian Hidup Kami

Jogyakarta, 21 Mei 1998

Kepada

Yth. Bapak H. M. Soeharto

di Jakarta

BAPAK ADALAH BAGIAN HIDUP

KAMI [1]

 

Assalamu’alaikum wr. wb.

Bismillahirrahmaanirrahiim,

Alhamdulillah, puji syukur Allah swt yang tiada pernah berhenti mencurahkan cinta kasih pada setiap makhluk-Nya, dan puji syukur kehadirat Zat yang Maha Agung dengan segala kebesaranNya, yang telah membebaskan negeri tercinta ini dari ancaman pertumpahan darah yang mengerikan, amma ba’du;

Apapun cercaan yang dilontarkan anak negeri ini kepada Bapak, mereka tetap adalah putera-putera Bapak, terlepas dari salah atau benar, kebenaran hakiki tiada dapat dipungkiri bahwa melalui tangan Bapak selama 32 tahun anak bangsa ini sudah terbebas dari alam kebodohan, suatu karya yang tiada dapat dihapus oleh sejarah perjalanan bangsa ini.

Bapak Soeharto yang kami cintai,

Dari lubuk hati yang paling dalam dengan jujur kami ungkapkan, bahwa hari-hari terakhir sebelum Bapak mengambil keputusan, dapat kami rasakan kegalauan hati Bapak, kami prihatin dan sedih, ada keinginan untuk menghibur, namun Bapak masih jauh dari jangkuan kami, hanya doa dan harapan pada illahi yang dapat kami lantunkan.

Pada saat Bapak membacakan pernyataan, kata demi kata kami simak dengan hikmad hingga selesai, haru biru menguasai hati dan jiwa kami, batin kami menangis, betapa pun 32 tahun foto Bapak terpajang di rumah kami tanpa disadari telah terjalin tali temali kasih antara anak negeri dengan bapaknya, kami merasa kehilangan Bapak, keputusan yang Bapak ambil justru menambah rasa hormat kami kepada Bapak.

Sebagai hamba Allah dalam menyikapi peristiwa demi peristiwa yang melanda negeri ini, kemudian gejolak dan perubahan yang terjadi demikian cepat, bagai air bah yang tiada kuasa kita bendung, tiada pilihan lain selain coba merenungkan dengan pikiran jernih, menyibak hikmah dan semua ketentuan-Nya ini, Maha Suci Allah, sesungguhnya sunnatullah sedang berlaku di negeri kita tercinta ini.

Sebagai manusia biasa betapa pun kita memiliki berbagai kelemahan dan keterbatasan yang Maha hanyalah Dia, oleh-Nya hanya kodrat dan iradat-Nya yang mutlak berlaku, sementara kita sesungguhnya hanyalah tangan-tanganNya belaka, sungguh bijak kalau kita menata hati, fikir, dan laku kita, agar senantiasa seiring dengan sunatullah.

Bapak Soeharto yang kami kasihi,

Sorak sorai gegap gempita mengiringi pernyataan Bapak hari ini di halaman gedung DPR/MPR, di kampus-kampus seluruh pelosok nusantara, di balik itu sungguh di hati kecil mereka, ada rasa haru dan kehilangan, karena betapapun salah dan benarnya, sekali lagi mereka adalah anak-anak negeri ini, dan Bapak adalah bapak bangsa ini, bapak kami semua, olehnya Bapak tak perlu sedih hati dan kecawa, karena hakekatnya anak-anak negeri itu hanyalah tangan-tangan-Nya yang sedang melaksanakan iradat Allah swt. Kami mohon Bapak berkenan memaafkan mereka.

Di waktu lampau pada saat kami melihat berbagai ketimpangan, ada keinginan untuk mengadu kepada Bapak, namun karena jabatan presiden masih Bapak sandang, rasanya Bapak masih teramat jauh dari gapaian tangan kami, dan jika saat ini kami memberanikan diri untuk menulis, hal ini disebabkan gelora jiwa kami yang sulit kami tahan, dan hanya kepada-Nya kami berharap semoga surat ungkapan kasih tulus ini dapat disampaikan ke tangan Bapak, semoga petugas-­petugas yang menerima surat ini terketuk hatinya menyampaikan kepada Bapak, harapan kami mudah-mudahan surat ini dapat menjadi pelipurhati.

Menerawang hari esok, ada kekhawatiran yang merisaukan kami akan cobaan yang semakin berat bagi Bapak sekeluarga, sementara kami tiada memiliki daya apapun untuk meringankan beban cobaan tersebut, sebagai anak negeri, hanya doa tulus yang dapat kita panjatkan.

Namun ada keyakinan kami bahwa taqarrub (madeg pandito) dan amal kebajikan terhadap sesama setulus-tulusnya semata karena Allah (tanpa publikasi) dapat mencegah cobaan yang lebih berat. Dan pada hakikatnya setiap cobaan adalah bukti kasih-Nya.

Bapak Soeharto yang kami sayangi,

Tibalah kami di penghujung surat ini, tiada satu pun makhluk Allah yang dapat menghindar dari kodrat dan iradat-Nya, kebajikan yang tulus ikhlas adalah jalan menuju cahaya kasih-Nya, serta kendaraan yang baik untuk datang ke haribaan-Nya, mohon maaf atas kelancangan kami ini, inilah ekspresi kecintaan kami yang tulus tanpa vested interest pribadi, terkecuali sebagai anak kepada bapaknya dan sebagai muslim antara tangan kanan dan tangan kirinya, Bapak adalah bagian dari tubuh “kami”.

Lupakanlah andaikata ini tiada manfaatnya, walaupun demikian kami sebagai anak tidak akan pernah melupakan Bapak. Semoga Allah senantiasa merah mati dan melindungi Bapak sekeluarga. Amiin. (DTS)

Wassalamu’alaikum wr. wb.

Salam takzim kami.

H. Djuheni Rachman

Yogyakarta

[1]     Dikutip langsung dari dalam sebuah buku berjudul “Empati di Tengah Badai: Kumpulan Surat Kepada Pak Harto 21 Mei – 31 Desember 1998”, (Jakarta: Kharisma, 1999), hal 741-743. Surat ini merupakan salah satu dari 1074 surat  yang dikirim masyarakat Indonesia dari berbagai pelosok, bahkan luar negeri, antara tanggal 21 Mei – 31 Desember 1998, yang menyatakan simpati setelah mendengar Pak Harto menyatakan berhenti dari kursi Kepresidenan. Surat-surat tersebut dikumpulkan dan dibukukan oleh Letkol Anton Tabah.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.