BEDA PENDAPAT TAK MUNGKIN DIHINDARI

BEDA PENDAPAT TAK MUNGKIN DIHINDARI

 

 

Jakarta, Merdeka

Presiden Soeharto menegaskan, perbedaan tingkat pendapatan dan kemampuan masyarakat tidak mungkin dihindari akan tetapi perbedaan itu jangan sampai berkembang menjadi kesenjangan sosial yang tidak sesuai dengan semangat kebersamaan dan kekeluargaan.

“Kita perlu menyadari hal itu dan segera mengambil langkah­langkah untuk menghindarinya sebelum terlambat,” kata Kepala Negara pada peringatan Isra Mikraj Nabi Muhammad SAW di Masjid Istiqlal Jakarta, Kamis malam.

Dalam acara tersebut hadir Wakil Presiden dan Ny. EN Sudharmono, sejumlah menteri, para pejabat tinggi/tertinggi negara, para duta besar negara sahabat dan kaum Muslimin Ibukota. Pidato uraian hikmah Isra Mikraj disampaikan oleh Ketua Umum Dewan Koperasi Indonesia, Prof. Dr. Sri Edi Swasono.

Presiden mengatakan, salah satu aspek kemanusiaan yang ingin ditekankan di masa-masa mendatang adalah terwujudnya nilai-nilai kebersamaan dan kekeluargaan dalam kehidupan sebagai bangsa, baik dalam bidang sosial, politik maupun ekonomi.

Dalam usaha untuk mewujudkan cita-cita itu, antara lain para pendahulu telah mengatakan bahwa salah satu tiang perekonomian bangsa Indonesia adalah koperasi. “Melalui koperasi kita ingin membangun kesejahteraan bersama, dari kita, oleh kita dan untuk kita,” kata Kepala Negara.

Presiden mengajak seluruh bangsa Indonesia untuk meresapi kembali semangat kekeluargaan dan kebersamaan. Dengan semangat kebersamaan bangsa Indonesia berusaha untuk maju bersama, sejahtera bersama, berjuang dengan segala upaya untuk mewujudkan cita-cita keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Dengan semangat kekeluargaan dan kebersamaan berusaha meningkatkan kualitas kehidupan bangsa.

Dalam kaitan ini Presiden menganjurkan perusahaan-perusahaan besar membina perusahaan-perusahaan kecil, agar sebagian saham perusahaan dapat dimiliki oleh koperasi, sehingga koperasi benar-benar dapat dikembangkan dan mempunyai fungsi ekonomi seperti yang diharapkan.

“Sengaja masalah kebersamaan dan kekeluargaan ini saya singgung dalam kesempatan ini, sebab agama kita sangat menekankan hal ini. Lebih dari itu agama kita juga sangat menekankan kesetiakawanan di antara sesama manusia. Bukankah Nabi kita mengajarkan bahwa tidak sempurna iman kita jika kita tidak mencintai sesama kita sebagaimana kita mencintai diri kita sendiri,” ujar Kepala Negara.

Dalam usaha untuk mewujudkan cita-cita, para pendahulu telah menetapkan bahwa salah satu tiang perekonomian bangsa Indonesia adalah koperasi.

Kepala Negara sambil menambahkan, “Ajaran Nabi itu tentu saja tidak cukup sekedar kita ucapkan. Ia harus kita hayati dan kita masyarakatkan.”

 

Demokrasi Ekonomi

Prof. Dr. Sri Edi Swasono dalam uraian hikmah Isra Mikraj, yang bertemakan “Hikmah Isra Mikraj Mempertebal Penghayatan dan Pengamalan Demokrasi Ekonomi” mengemukakan, dalam peristiwa Isra Mikraj Nabi bertemu dengan Allah dan di sini pula Nabi mendapat tugas bahwa umat Islam harus menunaikan Shalat lima waktu.

Di Indonesia, menurut Edi Swasono, dikenal demokrasi politik dan demokrasi ekonomi. Demokrasi politik tidak menghendaki adanya konsentrasi kekuasaan, oleh karena itu Indonesia dibentuk bukan sebagai negara kekuasaan, tetapi sebagai negara hukum. Selaras dengan itu demokrasi ekonomi tidak pula dikonsentrasikan pemilikan atau penguasaan ekonomi.

“Demokrasi kita tidak menghendaki otokrasi politik ataupun otokrasi ekonomi,” katanya.

Sesuai dengan azas kebersamaan dan kekeluargaan itu, maka pemu satan dan penimbunan harta benda serta kekayaan tidak dibenarkan. Hal ini sesuai dengan butir Demokrasi Ekonomi GBHN bahwa pemusatan ekonomi pada suatu kelompok dalam bentuk monopoli yang merugikan masyarakat, dinyatakan sebagai suatu ciri negatif yang hams dihindarkan.

“Pemusatan semacam itu tidak diperkenankan karena bertentangan dengan keadilan sebagai prinsip abadi Islam. Tidak selaras dengan sifat Allah itu sendiri yang kita sebut sebagai Yang Maha Adil,” katanya.

Dikatakan, demokrasi ekonomi ini masih dalam penjabaran dan pemantapan. Oleh karena itu, Umat Islam di Indonesia perlu bergegas tanpa ragu untuk aktif dalam penjabaran dan pemantapan, serta ikut mengisi dan mengamalkannya, dengan mendorong tumbuh kembangnya koperasi.

Sementara itu Menteri Agama Munawir Sadzali dalam sambutannya mengatakan, Islam menekankan pentingnya peningkatan kualitas manusia. Besarnya jumlah sumber daya manusia memang merupakan asset nasional bagi pembangunan, tetapi asset tersebut baru dapat dimanfaatkan secara optimal kalau orang-orangnya terdiri dari yang berkualitas.

 

 

Sumber :MERDEKA(24/02/1990)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XII (1990), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 80-83.

 

 

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.