25 Desember 1961
Hari Minggu kemarin diadakan pertemuan yang kedua kali di Megamendung di rumah Bung Hatta. Di situ tokoh tokoh bekas Liga Demokrasi bersama Hatta meninjau kembali situasi di tanah air. Mereka menyimpulkan keadaan di bidang ekonomi masih tetap kian memburuk.
Bung Hatta tetap bertekad untuk pada waktunya nanti mengunjungi Presiden Sukarno dan menyerahkan padanya sebuah nota yang menunjukkan kegagalan-kegagalan yang dilakukan oleh kabinet dan cara keluar dari sana.
Akan tetapi sementara itu dikonstatasi soal Irian Barat sesudah “Komando Presiden” di Yogya tanggal 19 Desember akan berkembang demikian rupa hingga dapat merupakan halangan bagi terlaksananya maksud Hatta tadi.
Satu hal kiranya jelas. Jika tadinya di sebagian kalangan Tentara ada pikiran-pikiran untuk mendatangkan perubahan dalam susunan kabinet kini karena soal Irian Barat yang meminta segenap pikiran pihak yang berkuasa, maka pikiran tersebut tersingkir ke tepi.
Tanggal 11 Desember Presiden membentuk Dewan Pertahanan Nasional yang diketuainya sendiri dan mempunyai 14 orang anggota “berhubung dengan memuncaknya ketegangan antara RI dengan pemerintah kolonial Belanda dalam membebaskan Irian Barat, tanah air Indonesia dan untuk kebulatan tindak.” Konon dalam pertemuan Dewan Pertahanan Nasional itulah Mr. Muhammad Yamin mengusulkan agar Presiden memberikan komandonya di rapat raksasa di Yogya tanggal 19 Desember berkenaan dengan peringatan diserbunya Yogya oleh tentara Belanda dalam clash kedua di tahun 1948.
Tetapi apa yang hendak dikomandokan? Pasti tidak menyerbu ke Irian Barat sebab persiapan-persiapan untuk itu belum dikerjakan. Jadi timbullah pikiran mengadakan mobilisasi umum saja di kalangan rakyat. (DTS)
[1] Catatan wartawan senior Rosihan Anwar, suasana sosial politik bangsa Indonesia, menjelang peristiwa G30S-PKI 1965, antara tahun 1961-1965. Dikutip dari buku “Sebelum Prahara: Pergolakan Politik Indonesia 1961-1965”, Jakarta : Sinar Harapan, 1980, hal. 129-130.