DIANDALKAN KEPEMIMPINAN GUBERNUR
Kepada para gubernur/kepala daerah, Presiden Soeharto menegaskan kembali, intisari amanatnya kepada rakyat di sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat 5 Januari 1983.
Pertama, tentang keterbatasan dana untuk pembangunan serta hambatan pemasaran ekspor kita.
Kedua, sekali pun keadaan demikian, gerak laju pembangunan yang sudah memperoleh momentumnya, harus dilanjutkan.
Ketiga, kebersamaan sekaligus pembagian tugas sesuai dengan posisi masing-masing, bagaimana menyandang tanggung jawab nasional tersebut.
Yang menjadi titik-tolak utama, bagaimana keadaan prihatin itu harus mampu mengubah sikap dasar dan orientasi kita. Dalam bonanza minyak, kita leluasa dan keadaan itu mempengaruhi sikap orientasi dan gaya pembangunan kita.
Sikap dasar yang leluasa serta gaya dan orientasi yang diwarnai konsumenisme, pemborosan dan kelonggaran diubah menjadi sikap hemat, tahu prioritas, berani menolak permintaan yang tak perlu.
Gaya pembangunan dituntut lebih lugas, apa adanya, tanpa upacara cukup dengan acara. Masuk akal, jika berita rapat kerja gubemur itu dilaksanakan lebih sederhana, disambut baik oleh kalangan parlemen.
Pemborosan dan kebocoran yang di masa lalu pun secara etis dikecam, namun secara ekonomis merasa dapat ditenggang, kini secara kedua-duanya tidak dikehendaki. Mata, telinga, tangan gubernur diharapkan awas dan bertindak.
Pada umumnya alam ramah kepada kita. Sekali-sekali menurut siklus dan dipengaruhi oleh pergeseran-pergeseran lingkungan akibat ulah manusia, alam kurang ramah. Musim kering amat panjang. Curah hujan kurang.
Dit daerah-daerah, artinya di wilayah para gubernur, periode tanam dan periode panen bahkan juga panennya sendiri terganggu. Tahun 1982 demikian. Tahun 1983 tampaknya akan masih menerima dampaknya.
Gangguan di bidang pertanian akan mengganggu langsung keamanan perut dan ketenteraman hati para petani.
Ke kota pun ada pengaruhnya, bahkan juga ke pemerintahan. Misalnya, Bulog mungkin akan harus menambah impor beras, yang tadinya sudah dikurangi.
Berulang kali, kita menunjukkan hambatan psikologis yang biasa terjadi, apabila masyarakat yang baru mulai terbiasa dengan berbagai kemudahan, kini harus dikurangi sejumlah kemudahannya. Namun, petunjuk Presiden jangan dilupakan.
Barang-barang produksi dalam negeri yang bersifat konsumtif maupun produktif, cukup banyak. Beberapa seperti tekstil melimpah. Demikian pula perlengkapan dan peralatan hidup lainnya.
Kini waktunya, kita melakukan apa yang dilakukan oleh negara berkebudayaan intensif seperti Korea Selatan. Pemimpin dan masyarakat, hanya boleh menggunakan barang-barang buatan dalam negeri.
Pemborosan dana dan daya, ruang dan waktu, dikurangi, jika koordinasi antar instansi vertikal dan horisontal, koordinasi di dalam suatu instansi dan lain-lain, berhasil dilaksanakan.
Efilsiensi nasional yang diserukan oleh Kepala Negara menyangkut sikap, orientasi, pengenalan prioritas, kemampuan melaksanakan, mengkoordinir dan mengawasi. Di industri disebut manajemen. Di masyarakat dinamakan kepemimpinan.
Kepemimpinan para gubernur yang sekaligus adalah kepala daerah kembali menjadi andalan. Sebab, segala petunjuk dan seruan nasional itu, akan menjadi pengetahuan masyarakat luas dan akan mampu dilaksanakan, jika gubernur mampu juga membina dan merangsang melalui kepemimpinannya.
Kepemimpinan gubernur lengkap, paripurna. Ia dituntut "get things done", tekun menempatkan proses itu dalam konteks. Artinya, ia tak dapat lain kecuali juga mempertimbangkan keadaan masyarakatnya serta segala sesuatu yang dirasakan dan diimpikan. Mengajak, memberi motivasi, memuji ataupun menghardik, semua itu dilakukan dalam semangat kepamongan.
Kita sadar juga, gubernur sementara itu menjadi andalan keadaan aman, perasaan tenteram serta kegairahan masyarakat yang dipamonginya.
Menjadi gubernur adalah menjadi pemimpin, ya pamong, ya pangreh praja, memelihara dan memperbarui, menghimbau dan menghardik, menghela kehidupan rakyat maju. Amat terhormat dan sangat berperanan. (RA)
…
Jakarta, Kompas
Sumber : KOMPAS (05/01/1983)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku VII (1983-1984), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 11-12.