DZULKARNAEN AMIN: HARGA MINYAK 16 DOLAR AS/BAREL REALISTIS[1]
Bandung, Antara
Prof. DR. Teuku Dzulkarnaen Amin dari Universitas Padjadjaran menilai, RAPBN 1994/1995 menetapkan harga patokan minyak sebesar 16 dolar AS per barel, sangat realistis dan bisa dicapai pada awal-awal tahun anggaran.
“Saya optimis, harga minyak dunia berangsur-angsur akan membaik sehingga bisa mencapai 15-16 dolar AS/barel pada April 1994,” katanya kepada ANTARA di Bandung Kamis berkaitan dengan pidato Presiden Soeharto mengenai RAPBN 1994/ 1995.
Harga minyak dunia kini 13 dolar AS/barel, menurut dia harga itu tak akan beringsut ke bawah, karena baik negara-negara produsen minyak yang tergabung dalam OPEC maupun Non OPEC serta AS keberatan kalau harga minyak terus melorot ke bawah 13 dolar AS/barel.
Bila di bawah harga paling dasar itu, AS yang banyak juga mengelola sumur sumur tua akan kesulitan. Negara adi daya tersebut, akan berusaha mengerem bila Irak memproduksi minyak diluar batas dari untuk sekedar “biaya makan “dan membeli obatan-obatan, katanya.
“Andai kata harga minyak nanti tetap 13 dolarAS/barel ,”kata Dzulkarnaen Amin , “belum tentu akan berpengaruh langsung pada harga-harga kebutuhan pokok, sebab bisa saja Pemerintah memotong angggaran seperti yang sudah-sudah”.
Tak Ekspansif
Guru Besar pada Fakultas Ekonomi Unpad itu menilai tak ada ekspansi anggaran dalam RAPBN 1994/1995, sebab meski ada kenaikan namun secara riil hampir tidak ada peningkatan.
Keadaan seperti itu, mengandung makna tidak terdapat ekspansi fiskal dan secara teoritis tidak ada pengaruh langsung terhadap kenaikan harga-harga, kecuali bila ada pengaruh psikologis.
Ia berharap agar, RAPBN 1994/1995 bisa menjadi “turning point”(penentu) dari perbaikan-perbaikan dalam soal perbandingan pembayaran utang pokok dengan utang baru. Jumlah pembayaran antara utang pokok dan utang baru sekarang ini hampir sama, sehingga mungkin Pemerintah menyadari hal tersebut sudah sangat tinggi dan harus berangsur-angsur dikurangi, katanya. Tahun depan tak lagi ada penambahan utang baru, paling tidak dari sektor publik, mudah-mudahan ini menjadi “turning point”pada tingkat tertinggi kemudian berangsur angsur turun, katanya.
Utang baru dimasa mendatang harus lebih kecil dari pada pembayaran pokok utang lama sehingga makin lama makin turun dan PJPT II menjadi titik tonggak perbaikan nasib pegawai,perbaikan kegiatan pembangunan (pelayanan, pemeliharaan, prasarana).
Dalam PJPT II pun, buruh yang selama ini banyak memikul beban produsen dengan upah murah, sudah harus dicukupi nafkahnya, sementara Pemerintah lebih mementingkan kepentingan-kepentingan konsumen.
Tak ada lagi alasan bagi Pemerintah untuk melindungi produsen secara berlebihan yang akibatnya hanya membuat konsumen membayar mahal atas produk yang berkualitas jelek seperti yang selama ini berlangsung, katanya. Menyinggung masalah lapangan kerja, Dzulkarnaen Amin mengatakan, Pemerintah harus memacu perkembangan industri lebih cepat, terutama yang berskala menengah dan kecil karena sektor ini paling banyak menyerap tenaga kerja.
SDM
Prof. Dzulkarnen Amin menilai, tepat apa yang dirancang Pemerintah dengan menekankan araban alokasi anggaran 1994/1995 pada pembangunan sumber daya manusia, pembangunan daerah dan pembangunan prasarana. Itu sudah baik tetapi masih harus diterjemahkan ke dalam kebijakan yang lebih tegas, misalnya anggaran Inpres barus diperbesar ketimbang anggaran sektoral. Sekarang ini ada kenaikan, tetapi tidak tergambarkan secara keseluruban secara riil, babwa titik berat pembangunan dari sektoral ke daerah.
“Kita tahu proyek sektoral itu mengalir biasanya ke daerah yang sudah tumbuh karena mereka yang paling membutuhkan pengembangan sektoral, “katanya.
Padahal, kalau berbicara pemerataan pembangunan, maka anggaran pembangunan daerah sebarusnya lebih besar. Ia mengatakan, selama ini perbandingan antara anggaran sektoral dengan anggaran pembangunan daerah 90:10. Mudah-mudahan pada Repelita VI, rasio kedua anggaran tersebut bisa mencapai 50:50 sejalan dengan otonomi daerah Dati II, demikian Dzulkrnaen. (U.BDG-004/ EU-09/ 6/01/94 20:29/RB2)
Sumber: ANTARA(06/01/1994)
______________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVI (1994), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 155-156.