Jakarta, 30 November 1998
Kepada
Yth. Bapak H.M. Soeharto
di rumah
HABIS MANIS, SEPAH DIBUANG [1]
Dengan hormat,
Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah swt karena kita masih tetap diberi Allah kesehatan. Terlebih dari itu kita masih dalam keimanan.
Saya ibu rumah tangga dan bekerja sebagai tenaga pengajar pada Fak. Biologi Universitas Nasional, Jakarta. Saya sedih dan prihatin terhadap kondisi negeri kita saat ini. Semoga Allah swt memberikan kekuatan kepada para pemimpin bangsa. Selanjutnya saya merasa kagum dan bangga terhadap sikap yang Bapak tunjukkan atas reaksi dan hujatan dari berbagai pihak, baik terhadap Bapak pribadi maupun keluarga Bapak.
Teriring doa semoga Allah Swt tetap melindungi Bapak dan orang-orang yang menghujat Bapak diberi Allah petunjuk sehingga dapat menempatkan persoalan pada tempatnya. Pepatah mengatakan, habis manis sepah dibuang. Sekarang Bapak bisa tahu siapa teman dan musuh Bapak.
Akhirul kalam, semoga Allah swt tetap memberi Bapak kekuatan menghadapi cobaan ini. Dan semoga seluruh keluarga Bapak dilindungi oleh Allan swt. Amien. (DTS)
Wassalam,
Ny. Guril
Jakarta Pusat
[1] Dikutip langsung dari dalam sebuah buku berjudul “Empati di Tengah Badai: Kumpulan Surat Kepada Pak Harto 21 Mei – 31 Desember 1998”, (Jakarta: Kharisma, 1999), hal 751. Surat ini merupakan salah satu dari 1074 surat yang dikirim masyarakat Indonesia dari berbagai pelosok, bahkan luar negeri, antara tanggal 21 Mei – 31 Desember 1998, yang menyatakan simpati setelah mendengar Pak Harto menyatakan berhenti dari kursi Kepresidenan. Surat-surat tersebut dikumpulkan dan dibukukan oleh Letkol Anton Tabah.